Tautan-tautan Akses

Bursa Saham di Asia Berfluktuasi Tak Terkendali


Seorang investor mengamati monitor yang menunjukkan informasi harga saham pada Indeks Komposit Shanghai di Beijing, China Rabu (26/8).
Seorang investor mengamati monitor yang menunjukkan informasi harga saham pada Indeks Komposit Shanghai di Beijing, China Rabu (26/8).

Saham-saham China merosot lebih jauh, sementara saham-saham Asia lainnya berfluktuasi tidak terkendali pada sesi perdagangan hari Rabu (26/8).

Saham-saham China merosot lebih jauh hari Rabu (26/8), sementara saham-saham Asia lainnya berfluktuasi tidak terkendali, meskipun ada langkah terbaru Beijing untuk menstimulasi pertumbuhan di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Bank Sentral China memotong suku-bunga seperempat persen, dan memberitahu bank-bank bahwa mereka dapat menyimpan lebih sedikit uang dalam cadangan. Langkah ini mempermudah konsumen membeli produk dan mempermudah perusahaan membangun pabrik dan mempekerjakan orang.

Pada awalnya, pasar-pasar bereaksi positif terhadap langkah itu. Harga-harga saham, Selasa, sempat meningkat di Eropa dan Amerika Serikat. Namun, Rabu, situasi perdagangan saham di Asia kembali naik turun tak terkendali.

Indeks Komposit Shanghai ditutup lebih rendah 1,3 persen, sementaraIndeks Komposit Shenzen menurun 3 persen menjelang penutupan.

Di kawasan lain di Asia, Tokyo ditutup lebih tinggi 3,2 persen, sementara Hong Kong awalnya mengalami peningkatan namun kemudian ditutup lebih rendah 1,5 persen. Pasar-pasar saham Eropa juga mengalami penurunan sekitar 1 persen pada pembukaan.

Para pejabat China bertindak setelah harga-harga saham anjlok selama beberapa hari di berbagai penjuru dunia karena para investor khawatir bahwa pertumbuhan ekonomi China sedang melamban.

Di New York, Sam Stovall dari S&P Capital IQ mengatakan pertumbuhan ekonomi China kemungkinan akan turun menjadi 6,6 persen tahun depan, atau jauh lebih lamban dari yang berlangsung selama ini. Tetapi, dalam wawancara dengan VOA, Stovall mengatakan bahwa laju pertumbuhan tersebut masih dapat membuat banyak negara lain “merasa iri.”

Seorang pakar ekonomi China dari Peterson Institute for International Economics, Nick Lardy, mengatakan masalah ekonomi China mempengaruhi negara-negara lain karena China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia. Perlambanan ekonomi di China akan mengurangi permintaan akan produk pabrik dari negara-negara industri dan mengurangi kebutuhan akan komoditas dari negara-negara berkembang. Permintaan yang berkurang ini memperlamban pertumbuhan ekonomi negara-negara mitra dagang China, yang jumlahnya sangat banyak karena China telah menjadi pabrik dunia.

Recommended

XS
SM
MD
LG