Tautan-tautan Akses

Bahas Dukungan Militer, Presiden Turki Temui Raja Saudi


Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Raja Saudi Salman bin Abdul Aziz Al Saud berpose saat bertemu di Riyadh, Arab Saudi, 29 Desember 2015.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dan Raja Saudi Salman bin Abdul Aziz Al Saud berpose saat bertemu di Riyadh, Arab Saudi, 29 Desember 2015.

Presiden Turki hari Selasa melawat ke Arab Saudi untuk bertemu Raja Arab Saudi guna mengadakan pembicaraan yang diperkirakan berfokus pada dukungan militer Turki bagi Arab Saudi.

Perang saudara Suriah diperkirakan menjadi agenda utama pembicaraan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Raja Arab Saudi Salman. Kedua negara termasuk pendukung terkuat pemberontak Suriah yang memerangi Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Arab Saudi dan Turki juga telah mengambil garis keras dengan menyerukan pengunduran diri segera Assad. Tetapi sikap seperti itu semakin mengucilkan Turki di kawasan tersebut. Negara itu juga tegang dengan Rusia sejak jet-jet Turki menembak jatuh pesawat tempur Rusia bulan lalu. Analis keamanan Metehan Demir mengatakan pengucilan itu menjadi faktor kunci dibalik kunjungan Erdogan.

"Belakangan ini, hubungan Turki dengan Barat, Rusia dan Amerika, tidak baik, karena itu Turki mencari sekutu, di Timur Tengah dan juga Arab Saudi. Lawatan ke Saudi harus dilihat dalam konteks ini. Tetapi tentu saja ada beberapa poin penting yang tidak disepakati Arab Saudi dan Turki," kata Demir.

Presiden Turki diperkirakan akan mencari bantuan Arab Saudi dalam upayanya mengurangi ketergantungan Turki pada energi Rusia. Tetapi Erdogan juga punya sesuatu yang akan diberikan. Ia mendukung inisiatif Arab Saudi, koalisi militer negara-negara Muslim guna memerangi teroris. Sebagai anggota NATO, angkatan bersenjata Turki termasuk yang terbesar dan memiliki perlengkapan terbaik di kawasan tersebut.

Tetapi Sinan Ulgen, cendekiawan tamu pada Carnegie Institute di Brussels, memperingatkan karena hanya terdiri dari negara-negara Muslim Sunni, aliansi itu dinilai utamanya untuk menghadapi Iran.

"Risiko polarisasi sektarian, yang dipicu di satu sisi oleh Arab Saudi dan di sisi lain oleh Iran, sudah tentu meningkat. Dan jelas di sini ada ancaman bagi Turki, karena Arab Saudi ingin menarik Turki ke pihaknya," kata Ulgen.

Tetapi karena Erdogan terus mengecam Iran, menuduh negara itu membentuk aliansi dengan Rusia untuk melawan Turki, pengamat berpendapat Turki mungkin sudah memilih ke mana negara itu akan berpihak di kawasan itu yang semakin jauh terjebak dalam perpecahan sektarian. [ka/al]

XS
SM
MD
LG