Tautan-tautan Akses

Analisa Strategi Indo-Pasifik AS: Ambisi Besar yang Minim Insentif


Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan sambutan tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia di Jakarta Selasa, 14 Desember 2021. (Olivier Douliery via AP)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan sambutan tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia di Jakarta Selasa, 14 Desember 2021. (Olivier Douliery via AP)

Inisiatif untuk memperkuat dan mempererat hubungan Amerika dengan Asia dan untuk mengimbangi pengaruh China yang meluas dianggap tidak memiliki insentif perdagangan yang kuat. Beberapa pakar kepada VOA mengatakan, hal itu berbahaya secara politik di AS, di mana sentimen proteksionis meningkat cukup tinggi.

Amerika Serikat perlu mengintensifkan fokusnya di kawasan Indo-Pasifik karena adanya “tantangan yang meningkat” berkat kebangkitan China, menurut dokumen strategi yang diterbitkan pemerintahan Biden pekan lalu.

“RRC (Republik Rakyat China) menggabungkan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer dan teknologi dalam upayanya mendapatkan pengaruh meluas di Indo-Pasifik dan berusaha menjadi kekuatan paling berpengaruh di dunia,” ungkap dokumen tersebut.

Deskripsi tentang China itu sebagian besar mencerminkan pandangan pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump, yang sering mengambil sikap bermusuhan secara blak-blakan terhadap Beijing. Meski demikian, terlepas dari retorika itu, strategi Biden bertujuan untuk menopang aliansi dan kemitraan regional yang oleh banyak pihak dianggap penting bagi strategi Amerika di kawasan Asia.

Strategi itu menjadi tanggapan terhadap keinginan banyak negara di kawasan agar AS memainkan peran yang menggugah dalam mengatasi tantangan bersama, seperti kesehatan masyarakat, krisis iklim dan anti-korupsi, kata peneliti senior Brookings Institution Ryan Hass kepada VOA.

“Ini adalah langkah maju dari prinsip Amerika yang utama selama era Trump,” kata Hass.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar, dan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers empat menteri luar negeri di Melbourne, Jumat, 11 Februari 2022. (Foto: AP)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne, Menteri Luar Negeri India S. Jaishankar, dan Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi dalam konferensi pers empat menteri luar negeri di Melbourne, Jumat, 11 Februari 2022. (Foto: AP)

Tak Ada Kerangka Ekonomi, Kepemimpinan

Strategi baru Biden ini menyerukan untuk memajukan kebebasan dan keterbukaan, membangun kapasitas pertahanan kolektif di dalam dan luar kawasan, serta membangun ketahanan kawasan. Strategi itu juga mencakup apa yang disebut pemerintah AS sebagai upaya “mempromosikan kemakmuran bersama.”

Akan tetapi, Hass dan pengamat lain mengatakan, strategi Indo-Pasifik tidak memiliki kerangka perdagangan yang koheren, yang memberi negara-negara di kawasan itu alasan ekonomi yang baik untuk memperdalam hubungan dengan AS. Mereka mengatakan, agenda ekonomi internasional Amerika harus menyesuaikan peran pemimpin yang AS coba raih di kawasan tersebut.

Robert Daly, Direktur Institut Kissinger Wilson Center mengenai China dan Amerika Serikat, mengatakan kepada VOA bahwa strategi itu mengalami kontradiksi mendasar. Strategi tersebut dianggap menyiratkan bahwa AS akan terlibat dalam aktivisme global tingkat tinggi setelah beberapa tahun terakhir menerapkan kebijakan luar negeri yang isolasionis di bawah pemerintahan Trump. Pada saat bersamaan, pemerintahan Biden belum mempersiapkan masyarakat Amerika untuk beralih dari kritik globalisasi ala Trump.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berbicara tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia pada 14 Desember 2021. (Foto: AFP)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berbicara tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia pada 14 Desember 2021. (Foto: AFP)

“Mereka telah menempatkan diri mereka ke dalam kotak, di mana mereka, karena alasan politik, tampaknya menerima pandangan Trump bahwa globalisasi adalah arena bermain para elit Amerika pesisir yang hanya mau menguntungkan diri sendiri dan tidak peduli dengan jantung (Amerika),” papar Daly. “Yang dibutuhkan adalah bentuk globalisasi yang lebih baik, yang melayani kepentingan Amerika – sesuatu yang tidak dipilih pemerintahan Biden untuk dilakukan.”

Sebelum Trump, pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama mengagung-agungkan Kemitraan Trans-Pasifik perjanjian perdagangan besar-besaran dengan 11 negara lain, yang dirancang untuk menjadi landasan kebijakan ekonomi AS di wilayah tersebut. Namun, pemerintahan Trump menarik diri dari kemitraan tersebut pada 2017, meninggalkan anggota lain untuk menandatangani perjanjian yang direvisi, yang dinamai Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP).

Tanpa dukungan publik untuk menjalin perjanjian perdagangan multilateral, pemerintahan Biden mengatakan mereka tidak punya rencana untuk bergabung dengan CPTPP dan telah menjelaskan niatnya untuk melanjutkan kebijakan perdagangan proteksionis pemerintahan Trump.

Gedung Putih juga belum membagikan rincian Kerangka Ekonomi Indo-Pasifiknya, sebuah komponen Strategi Indo-Pasifik yang lebih besar. Kerangka yang disebut sebagai “kemitraan multilateral untuk abad ke-21” itu dijadwalkan untuk diluncurkan awal tahun ini.

“Sambil berkonsultasi dengan mitra-mitra Indo-Pasifik, Kongres dan pemangku kepentingan lain, kami akan punya lebih banyak informasi untuk dibagikan seiring proses ini berjalan,” kata Wakil Juru Bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kepada VOA hari Kamis (17/2). “Masih berlangsung,” ungkapnya.

Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre. (Foto: AFP)
Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre. (Foto: AFP)

Pemerintah AS mengatakan kerangka itu akan “mempromosikan dan memfasilitasi perdagangan berstandar tinggi, mengatur ekonomi digital, meningkatkan ketahanan dan keamanan rantai pasokan, mengkatalisasi investasi dalam infrastruktur standar tinggi yang transparan, dan membangun konektivitas digital – menggandakan ikatan ekonomi kita dengan kawasan ini sambil berkontribusi pada peluang bersama Indo-Pasifik.”

Namun para pejabat telah mengakui bahwa kerangka kerja itu tidak akan mencakup pembukaan pasar Amerika – insentif ekonomi yang kata para pengamat amat dibutuhkan strategi itu.

“Buat apa negara-negara di kawasan menyetujui pelonggaran signifikan dalam standar iklim dan ketenagakerjaan kalau Amerika sendiri tidak bersedia mendiskusikan liberalisasi perdagangan atau investasi?” tanya Zack Cooper, peneliti senior di American Enterprise Institute. “Tampaknya Washington puas untuk tetap berada di permukaan sementara Beijing mengintegrasikan diri lebih jauh ke dalam tatanan ekonomi kawasan itu.”

Dalam keterangan kepada wartawan awal bulan ini, seorang pejabat senior pemerintahan mengakui bahwa negara-negara di kawasan menginginkan lebih banyak insentif, tetapi bersikap “sangat realitis” saat berkenaan dengan kendala dan tantangan yang membentuk kebijakan perdagangan Biden.

Sekutu dan Mitra

Strategi Indo-Pasifik Biden menjanjikan langkah-langkah untuk memperdalam aliansi kesepakatan Amerika yang sudah terjalin dengan Australia, Jepang, Korea Selatan, Filipina dan Thailand. Strategi itu juga bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan mitra regional, seperti India, Indonesia, Malaysia, Mongolia, Selandia Baru, Singapura, Taiwan, Vietnam dan Kepulauan Pasifik.

Meneruskan pendekatan Trump, pemerintahan Biden memberikan penekanan yang kuat terhadap Quad – kelompok regional beranggotakan AS, India, Jepang dan Australia.

Sebagian besar strategi itu bertumpu pada anggapan akan apa yang akan dilakukan aktor lain, menurut Aparna Pande, Direktur Inisiatif Institut Hudwon tentang Masa Depan India dan Asia Selatan.

“Jepang dan Korea Selatan harus akur, ASEAN harus tetap sentral, India harus memainkan peran yang lebih besar,” katanya kepada VOA, dengan catatan bahwa dengan pertumbuhan ekonomi India yang anjlok, New Delhi mungkin tidak dapat menerima tantangan itu.

Strategi itu juga bertujuan untuk memperkuat pencegahan ancaman militer, dengan Jepang dan Korea Selatan mengupayakan denuklirisasi Semenanjung Korea. Pyongyang telah mengambil serangkaian langkah provokatif sembari mengabaikan tawaran Washington untuk menggelar perundingan tanpa prasyarat.

Kesepakatan Militer

Sementara tidak menawarkan akses yang lebih besar ke pasar Amerika, pemerintahan Biden telah membuat sejumlah kesepakatan militer.

Awal bulan ini pemerintah AS menyetujui kemungkinan penjualan peralatan dan layanan senilai $100 juta ke Taiwan, untuk “mempertahankan, memelihara dan meningkatkan” sistem pertahanan rudal Patriotnya.

Penjualan tersebut sejalan dengan tujuan strategi Indo-Pasifik untuk mendukung kemampuan pertahanan diri Taipei, dengan harapan dapat mempromosikan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Namun, hal itu telah memicu ancaman balas dendam dari Beijing, yang mengklaim Taiwan – yang memiliki pemerintahan sendiri secara demokratis – sebagai provinsi yang memisahkan diri.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan sambutan tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia di Jakarta Selasa, 14 Desember 2021. (Olivier Douliery via AP)
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyampaikan sambutan tentang strategi Indo-Pasifik pemerintahan Biden di Universitas Indonesia di Jakarta Selasa, 14 Desember 2021. (Olivier Douliery via AP)

Awal bulan ini, pemerintah AS juga menyetujui kemungkinan penjualan pesawat F-15ID dan peralatan terkait ke Indonesia dalam kesepakatan senilai hingga $13,9 miliar, terlepas dari kekhawatiran tentang rekam jejak pelanggaran HAM Indonesia, yang telah menyebabkan penundaan penjualan persenjataan sebelumnya. Kesepakatan penjualan senjata terakhir yang dibuat Washington dan Jakarta adalah pada 2011.

Kesepakatan lainnya termasuk AUKUS, pakta keamanan trilateral yang dibuat September lalu, di mana Australia dan Inggris akan memberi Canberra kapal selam bertenaga nuklir.

Diperkirakan akan ada lebih banyak kesepakatan tercipta dan kontur yang lebih tajam dari strategi Indo-Pasifik yang dapat terbentuk ketika Biden menjamu para pemimpin ASEAN di Washington beberapa bulan ke depan dan mengunjungi kawasan untuk menghadiri sejumlah pertemuan puncak pada akhir tahun ini. [rd/ah]

XS
SM
MD
LG