Putusan Inggris dan Amerika menyerang Irak didorong oleh klaim intelijen bahwa Saddam Hussein menumpuk senjata pemusnah masal, terlibat dalam serangan teroris 11 September 2001, dan terkait dengan al-Qaeda. Ketiga klaim itu dibantah hasil penyidikan tingkat tinggi dikedua negara.
“Sekarang kita tahu, pernyataan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah masal adalah keliru,” kata Senator Pat Roberts tanggal 9 Juli yang lalu. Pat Roberts memimpin Komisi Khusus Intelijen Senat yang mengumumkan hasil penyidikan mengenai klaim klaim itu.
“Tidak ada bukti kredibel” bahwa Irak pernah “memiliki hubungan kerjasama” dengan al-Qaeda atau ikut dalam serangan 11 September 2001 terhadap gedung World Trade Center dan Pentagon, kata penyidikan yang dilakukan Komisi Gabungan 11 September. Komisi ini mengumumkan hasil penyidikannya hari Kamis tanggal 22 Juli yang lalu.
Inggris mengumumkan laporan Lord Powell tanggal 14 Juli. Lord Powell juga mendapati kerja intelijen yang agak dibesar besarkan.
Lord Powell sependapat dengan temuan Komisi Senat Amerika bahwa menjelang perang, Irak tidak memiliki senjata pemusnah masal.
Sudah sepantasnya hasil penyidikan penyidikan itu diumumkan berturut turut. Masyarakat intelijen kedua negara, kata Presiden Prancis Jacques Chirac, saling ‘memabukkan’ satu sama lain.
Kedua laporan menekankan kurangnya intelijen manusia di Irak sebelum perang, dan tidak dapat diandalkannya informasi yang diberikan oleh orang orang Irak di pengasingan.
Kedua penyidikan menyatakan bahwa yang terjadi adalah ‘cara berpikir kelompok,’ informasi dilihat melalui mata yang berpraduga bahwa Irak memiliki senjata pemusnah masal.
Kajian kunci Amerika dan Inggris tahun 2002 mengenai Irak, yang mencemaskan para pembuat kebijakan mengenai ancaman Saddam Hussein, tidak disertai keterangan dari pihak yang pandangannya bertentangan, seperti yang lazimnya disertakan dalam laporan seperti itu.
Kedua laporan mengatakan, diperlukan reformasi serius dalam operasi intelijen Inggris dan Amerika.
Tetapi ada perbedaan penting. Komisi Senat mengecam George Tenet, direktur CIA tujuh tahun terakhir ini, yang mengundurkan diri sehari sebelum laporan itu diumumkan. Komisi Powell memuji John Scarlett, Kepala Komisi Gabungan Intelijen yang menghasilkan klaim Inggris yang cacat.
Komisi Powell menyatakan bahwa Perdana Menteri Tony Blair dan pemerintahnya ‘tidak’ dengan sengaja menekan para analis untuk membesar besarkan bukti, untuk membenarkan perang.
Laporan Senat Amerika sangat mengecam CIA tetapi tidak menyebut peran pemerintahan Bush dalam menciptakan suasana yang mungkin membuat para analis menekankan pada kemungkinan kemungkinan yang paling mengerikan. Penilaian mengenai hal itu akan diumumkan dalam laporan kedua tahun depan.
Dampak langsung hasil penyidikan ini tidak ada. Tetapi bagi Presiden Bush maupun PM Blair, implikasinya membawa dampak politik berat.
Keduanya menghadapi pemilihan dalam waktu dekat. Keduanya harus menerangkan mengapa justifikasi utama mereka untuk menyerbu Irak, yang berlarut larut dengan biaya sangat besar, mungkin telah lenyap.
Keduanya menegaskan bahwa menyingkirkan penguasa busuk seperti Saddam Hussein merupakan justifikasi cukup.
Wakil Presiden Dick Cheney terus menekankan bahwa ada kaitan serius antara Irak dan al-Qaeda.
Presiden Bush menghadapi pemilihan sulit bulan November. Perang yang semakin tidak populer, menjadi beban politik. Penyerahan kedaulatan kepada rakyat Irak tampaknya tidak mempengaruhi pendapat pemilih.
Tahun lalu, mayoritas warga Amerika mendukung perang Irak. Hasil jajak pendapat Gallup terbaru menunjukkan, 54 persen warga Amerika berpendapat, perang Irak adalah kekeliruan.
Kesalahan kesalahan intelijen sangat merugikan reputasi kedua negara. Seorang pensiunan yang pernah bekerja untuk CIA selama 40 tahun mengatakan dalam wawancara, hatinya perih melihat menyimpangnya perkiraan perkiraan intelijen CIA. CIA yang dirombak, katanya, tidak boleh membiarkan dirinya digunakan untuk membenarkan petualangan politik. CIA harus mengemukakan kebenaran apa adanya.
Adaptasi oleh Djoko Santoso