Tautan-tautan Akses

WAJAH BARU DI VOA SEKSI INDONESIA: SUPRIYONO - 2003-09-30


Suasana kerja di kantor Radio Suara Amerika seksi Indonesia terasa lebih ramai dan hidup dengan hadirnya Supriyono, pemuda asal Kediri yang hijrah ke Amerika pada tahun 1999. Meskipun bisa dikatakan masih baru di lingkungan kerja VOA, pria ini tidak canggung bersenda-gurau dengan rekan sekerjanya.

Perjalanan hidupnya hingga sampai di Amerika memang cukup panjang. Pria kelahiran 10 Januari 1968 ini mengawali karirnya sebagai wartawan, setelah tamat S1 jurusan Administrasi Negara, Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1995. Selama kurang dari setahun dia bergabung dengan Pusat Penelitian Kependudukan milik UGM. Setelah itu, Supri, demikian panggilan akrabnya, pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan majalah Tiras, yang sebelumnya bernama Editor. Di sana, ia bekerja selama 4 tahun sampai majalah itu gulung tikar pada tahun ’98 dan Supripun pindah ke tabloid “Detak”.

Rupanya jiwa petualang dari profesi kewartawanannya itu membawa Supri terbang ke AS untuk mencari pengalaman baru, sebagai koresponden lepas majalah Tempo dan Detik.com di New York. Ditanya mengenai liputan yang paling mengesankan hatinya, dengan spontan Supri menjawab, peristiwa serangan teroris 11 September 2001. Pada waktu itu, hasil liputannya mempunyai andil besar bagi majalah Tempo dan dimuat dalam cover story. Dari berbagai liputan dan pengalaman yang telah dijalaninya, Supri paling suka meliput peristiwa-peristiwa sosial seperti konflik etnik dan perdagangan manusia. Masalah pendaftaran khusus bagi pria Indonesia di AS yang berlangsung Maret-April lalu, tak luput pula dari pengamatannya.

Supri mempunyai motto: kejujuran dan keberanian menentang pendapat atau pandangan yang sudah mapan, misalnya saja dalam hal agama. Ia kurang menyetujui jika agama diajarkan secara doktrinal. Ia lebih percaya humanisme-spiritual ketimbang agama-agama terlembaga yang menurutnya telah banyak kehilangan krebilitas karena tidak mampu memberikan pencerahan kepada umat manusia.

Ketika ditanya mengenai masa depan, Supri yang pernah bekerja mengumpulkan berita-berita Indonesia dalam berbagai media di kantor “Joyo” yang pemiliknya orang Amerika ini, dengan pasti menjawab, “Saya ingin punya masa depan yang pasti, tapi masalahnya adalah masa depan selalu menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastian”, jawabnya.

Di balik penampilannya yang suka humor, ternyata Supri adalah pria yang perasa. “Saya ini sensitif lho orangnya”, katanya yang diiringi tawa rekan di sekitarnya. Kepekaan perasaannya itu dia salurkan lewat hobinya, membuat puisi. “Saya bukan penyair, tapi hanya suka corat-coret membuat puisi, karena puisi merupakan medium yang tepat untuk mengungkapkan isi hati, kenyataan sosial, ide dan perilaku seseorang dan tentu saja cinta.”

Berbicara tentang cinta, pria yang juga punya hobi memasak dan membersihkan rumah ini mempunyai cita-cita membangun keluarga, karena keluarga merupakan sebuah lembaga luhur yang perlu dilestarikan. Dan wanita yang menjadi idolanya harus punya kesadaran akan kesetaraan gender atau jenis kelamin. Dengan kata lain, Supri sangat menghargai kesetaraan martabat dan hak wanita. “Kalau wanita hanya memasak dan bersih-bersih rumah, itu namanya nggak fair”, katanya. Wah… siapa ya wanita beruntung yang tidak harus memasak dan membersihkan rumah?

Oleh Puspita Sariwati

XS
SM
MD
LG