Tautan-tautan Akses

SCOUT'S HONOR - 2003-09-01


Jika anda melakukan hiking di hutan-hutan Amerika selama musim panas ini, kemungkinan besar anda akan bertemu dengan anak-anak pramuka atau Boy Scouts. Sejak dibentuk di Inggris hampir seabad yang lalu, pramuka banyak melakukan kegiatan berkemah, berkano dan kegiatan di luar lainnya. Sebuah buku yang ditulis oleh wartawan New York Times Peter Applebome berjudul 'Scout's Honor: A Father's Unlike Foray into the Woods' mengisahkan bagaimana si penulis menghargai kegiatan para pramuka ini.

Dalam sebuah pertemuan di Springfield, Virginia, sekelompok anak-anak pramuka mengucapkan janji mereka: Demi kehormatan saya, saya akan melakukan yang terbaik, melaksanakan tugas saya kepada Tuhan dan negara saya.

Janji seperti ini telah berulang kali diucapkan oleh pramuka dari satu generasi ke generasi lainnya. Namun Peter Applebom belum pernah masuk ke dalam pramuka. Dia menyebut dirinya sebagai orang yang lebih betah berada di dalam ruangan.

"Saya bukan anggota pramuka waktu kecil. Saya tidak pernah berkemah. Saya tidak pernah membuat api unggun atau apa saja kecuali memakai kompor. Namun ketika kami pindah dari Atlanta ke New York lima tahun lalu, saya merasa bersalah sebagai ayah yang memisahkan anak saya dari teman-teman baiknya di Atlanta, sehingga dia kemudian ikut dalam pramuka. Dan tidak terasa, saya mulai terlibat di dalamnya."

Dalam bukunya 'Scout's Honor', Peter Applebome menggambarkan bagaimana dia mengatasi masa-masa yang sulit untuk menjadi bagian dari pramuka yang bersemangat yang diikuti oleh anaknya. Dia bahkan mengikuti perkemahan pramuka selama tiga tahun berturut-turut. Namun perubahan itu tidak mudah. Dalam perjalanan kano-nya yang pertama, dia mendapat pelajaran kilat soal mendayung yang disebut J-stroke, kemudian langsung terjun ke sungai.

Setelah belajar lebih banyak mengenai kegiatan di luar ruangan, termasuk bagaimana bisa bertahan hidup di belantara, Applebome juga belajar mengenai sejarah pramuka. Dia melacak kembali asal mula pramuka hingga ke Inggris di mana pramuka didirikan oleh seorang pahlawan perang bernama Lord Robert Baden-Powell.

Applebome meneliti juga bagaimana pramuka di Amerika menjadi akrab dengan nilai-nilai agama di Amerika selama bertahun-tahun dan bagaimana pramuka menghadapi kontroversi mengenai masuknya kaum homoseksual dan ateis ke dalam pramuka. Ketika Mahkamah Agung memutuskan bahwa Pramuka memiliki hak konstitusi untuk tidak memasukkan penggalang yang homoseksual, para orang tua kemudian banyak yang mengeluarkan anak-anak mereka dari pramuka. Namun Ben dan Peter Applebome tetap tinggal di sana.

Ini adalah bagian dari hidup anak saya, jadi saya tidak akan menarik anak saya karena isu yang abstrak. Dalam banyak hal, ini lebih menyangkut argumen yang filosofis di antara para orang tua daripada hal-hal yang nyata dalam hidup anak-anak. Organisasi nasional pramuka memiliki kebijakan sendiri, namun organisasi di beberapa kota seperti Philadelphia yang minggu lalu mengeluarkan resolusi yang mengatakan mereka tidak akan melakukan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.

Ketika Ben dan Peter Applebome melihat kembali berbagai kegiatan pramuka, inilah yang sangat mereka nikmati. Keduanya suka mendaki gunung, saat cuaca mulai dingin. Begitu juga saat musim panas tiba, keduanya ikut dalam perkemahan musim panas. Peter Applebome mengatakan, regu pramuka anaknya tidak selalu dikenal sebagai model bagi anak-anak pramuka.

Mereka tidak selalu mengenakan seragam. Saya tidak tahu apakah mereka paling ahli dalam pramuka. Dalam perkemahan tahun ketiga saya adalah orang tua senior tahun itu, jadi saya adalah penggalang. Kami memenangkan hadiah Waubeeka, sebagai regu terbaik saat itu.

Ben Applebome kini berusia 16 tahun dan berharap akan segera naik tingkat menjadi pramuka elang. Dia mengatakan, banyak anak yang semakin jauh dari orang tuanya saat mereka menginjak remaja. Peter Applebome yakin, pramuka menyatukan ayah dan anak dalam kegiatan yang lebih kooperatif daripada kompetitif.

Diterjemahkan oleh: Irawan Nugroho

XS
SM
MD
LG