Tautan-tautan Akses

WAJAH DI BALIK SUARA: Albert Hutabarat - 2003-02-04


Belum lama ini sebuah E-mail tiba di inbox VOA Siaran Indonesia, tertuju pada Albert Hutabarat. Dewa Made Oka dari Palu, Sulawesi Tengah, ingin tahu tentang sistem pendidikan di Amerika, khususnya dalam bidang Matematika. Sementara seorang pendengar lainnya bertanya tentang partai-partai politik di Amerika. Semuanya menyapa Bung Albert, yang mereka sebut bersuara renyah, pengasuh acara “Kontak dengan Pendengar.”

Albert Hutabarat, salah seorang penyiar senior Suara Amerika, sudah lebih dari 20 tahun bersuara lewat corong mikrofon organisasi media ini. Sejak bergabung dengan VOA di tahun 1980, ia telah bertugas sebagai announcer dan reporter.

Kala itu ia sudah bukan pendatang baru dalam dunia penyiaran. Dua belas tahun sudah ia jalani sebagai penyiar Radio Republik Indonesia, dan jalur itu pulalah yang membawanya ke Washington.

Dalam sebuah kerjasama dengan RRI, Suara Amerika menyaring para penyiar radio pemerintah Indonesia itu dari seluruh penjuru negara. Seleksi yang ketat menyisakan tiga kandidat, dan hasil akhir menunjukkan Albertlah yang layak dikirim ke Washington untuk menjalani kontrak tiga tahun dengan VOA.

Tiga tahun berlalu, Albert mengaku bertambah kerasan dengan pekerjaannya di Washington. Ditambah permintaan dari Kepala VOA Siaran Indonesia saat itu, Yoshio Sakaue, agar Albert memperpanjang kontraknya, ia pun memutuskan untuk tinggal di negeri Paman Sam.

Kala itu ia mulai merasakan perbedaan pekerjaan kewartawanan antara RRI dan VOA. “Di RRI ada pembagian tugas, atau spesialisasi,” ujarnya. “Kalau kita penyiar, kita hanya menyiar. Kalau kita bertugas sebagai reporter, kita hanya sebagai reporter. Tapi di VOA, di samping menyiar, kita juga harus siap turun lapangan kalau ada special event. Dan kita juga harus menulis script, tapi pekerjaan terbanyak adalah menerjemahkan.”

Ketika meninggalkan Indonesia di awal tahun 1980-an, istri dan ketiga anaknya ia boyong, dan sampai kini semuanya bermukim di Amerika.

Pengoleksi buku ini, termasuk dua perangkat ensiklopedi—Britannica dan World Book—sehari-hari selalu terlihat serius bekerja di kantor, menyiapkan laporan berita dan menjawab E-mail pendengar. “Awalnya dari pekerjaan saya mengasuh acara ‘Menjawab Pertanyaan Pendengar,’” katanya.

Tapi jangan salah, di balik penampilannya yang serius, ia ternyata punya hobi dancing. Entah waltz, cha-cha atau rumba, semua dikuasainya. Bermula dari saran dokter agar ia banyak berolahraga, untuk mempercepat penyembuhan penyakit diabetesnya, Albert meneruskan kegiatan itu sebagai hobi.

Dan layaknya orang Tapanuli pada umumnya, penggemar Sarah Brightman ini pun gapai bernyanyi. Tidak main-main, ia pernah memenangkan Lomba Bintang Radio pada tahun 1970-an, sebuah prestasi yang lalu mengantarkannya menjadi penyiar RRI.

Albert Hutabarat adalah sosok yang dekat dengan keluarga. Dengan bangga ia pun bercerita tentang ketiga putri dan satu putranya. Putrinya yang tertua tahun ini akan menyelesaikan program Master of Business Administration di Sloan School of Management di Massachusetts Institute of Technology. Putranya kini menjalankan bisnis di Internet. Anaknya yang ketiga bekerja di perusahaan finansial PriceWaterhouseCoopers di Washington, sementara anak bungsunya kini bekerja di Jepang. Ketiganya lulusan University of Virginia (UVA), salah satu perguruan tinggi tertua di Amerika.

Demikianlah sekilas sosok Albert Hutabarat—penyiar radio kawakan dan family man. Seperti biasa, suaranya selalu dapat Anda dengarkan dalam Kontak dengan Pendengar setiap hari Minggu dalam Siaran Pagi (jam 05:00 – 06:30 WIB).

XS
SM
MD
LG