Arif Budiman bukan orang baru di dunia media. Sebelum bergabung dengan VOA Indonesain Service, pemegang gelar Magister Sains bidang Lingkungan dari IPB ini sebelumnya bekerja sebagai produser berita di Metro TV, penyiar radio Suara Antara, dan wartawan di sejumlah media cetak di Indonesia. Ia juga tercatat sebagai staf pengajar jurusan Komunikasi di Universitas Indonesia.
Berikut Arif bercerita bagaimana ia akhirnya bergabung dengan VOA:
“Berkunjung ke Amerika Serikat ibarat mimpi yang menjadi kenyataan. Bagaimana tidak, telah lebih dari sepuluh tahun sebagai wartawan, saya sempat ditugaskan ke berbagai negara. Visa Inggris, Australia, Belanda, dan Jerman, Malaysia, dan Singapura ada tercantum di paspor saya. Sayangnya, visa Amerika tidak pernah ada. Kesempatan baru muncul sewaktu saya terpilih sebagai salah satu dari empat penerima Hubert H. Humphrey Fellowship 2002/3. Kaget dan bingung berkecemuk ketika saya mendapatkan kabar itu. Sebelumnya, saya merasa saya tidak mungkin seberuntung itu. Tahun 1995, saya sempat mendapat British Chevening Award Scholarship untuk belajar di University of Wales, Inggris, dan rasanya mustahil mendapatkan beasiswa asing untuk kedua kalinya.
Terlepas dari persoalan keberuntungan, pergi ke Amerika merupakan resolusi saya di tahun 2002. Di malam tahun baru 2002, saya sempat berikrar, dengan atau tanpa sponsor saya akan pergi ke Amerika. Bila tanpa sponsor, saya bertekad menjual mobil dan rumah serta menguras tabungan. Untung itu tidak terjadi. Sebagai Humphrey fellow saya merasa sangat beruntung. Selain mendapatkan akses untuk belajar jurnalistik televisi di University of Maryland, College Park, saya bisa melangsungkan praktek kerja di berbagai media pemberitaan., seperti KUT (Tucson, Arizona), UMTV (College Park, Maryland), dan Voice of America (Washington DC).
Pekerjaan di VOA sebetulnya tidak jauh berbeda dengan pekerjaan saya sebagai produser di METRO TV dan penyiar radio SUARA ANTARA 103,3 FM. Apalagi saya begitu akrab dengan dunia pemberitaan, mengingat saya sempat bekerja di surat kabar dan majalah berita berskala nasional. Namun, yang menarik barangkali adalah karena VOA memiliki jaringan yang mendunia sehingga menghadirkan tantangan tersendiri untuk menyelami seluk-beluknya.
Saat pertama bergabung di VOA, saya hanya pekerja magang. Usai magang saya bekerja sebagai pegawai yang dikontrak (contractor) dalam status on practical training (OPT). Selesai kontrak saya sempat emnjadi koresponden suratakabar Media Indonesai di Washington DC. Belum setahun menjadi koresponden, saya dipanggil VOA dan mendapat tawaran sebagai pekerja full-time. Rupanya saya lulus tes yang sempat saya ambil lebih dari setahun lalu. Saya merasa sangat beruntung.”