Israel memutuskan untuk sedikit melonggarkan larangan bagi pemimpin Palestina Yasser Arafat meninggalkan markas besarnya di kota Ramallah. Kabinet Israel dengan selisih suara besar memutuskan hari ini untuk mengizinkan Yasser Arafat meninggalkan markas besarnya, tetapi ia tetap harus berada di kota Ramallah. Perunding Palestina Saeb Erakat menyebut keputusan itu tidak tahu malu dan tidak dapat diterima, dan menunjukkan bahwa Israel tidak menghendaki gencatan senjata, atau perundingan perdamaian. Sejak awal Desember Israel telah mencegah Yasser Arafat meninggalkan markasnya di Tepi Barat, menuntut agar ia menangkap orang orang militan yang bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap Menteri Pariwisata Rahavim Zeevi, dan menyerahkan para tersangka kepada Israel. Pekan lalu pihak berwajib Palestina melakukan beberapa penangkapan, tetapi para tersangka belum diserhkan kepada Israel. Dalam perkembangan lain, laporan dari Yerusalem menyebutkan, para pejabat keamanan Israel dan Palestina bertemu lagi hari ini – pertemuan kedua mereka pekan ini. Pertemuan baru itu dilakukan di tengah tanda-tanda kemajuan dalam usaha mengurangi kekerasan. Radio Israel melaporkan, pihak militer telah diperintahkan supaya mengekang diri guna mendorong pengekangan diri serupa di pihak Palestina. Tetapi paling kurang 18 warga Palestina luka-luka hari Sabtu dalam bentrokan dengan tentara Israel di Jalur Gaza selatan. Sementara itu, seorang menteri kabinet Israel mengatakan partainya mungkin menarik diri dari pemerintah koalisi, jika pemerintah memutuskan pengakhiran kepungan terhadap pemimpin Palestina Yasir Arafat. Kabinet Israel akan memperdebatkan soal itu hari Minggu ini.