Tautan-tautan Akses

Dampak Politik Badai Katrina


Salah satu peristiwa terpenting yang terjadi di Amerika pekan lalu adalah sidang dengar keterangan Kongres, di mana cabang legislatif dalam pemerintahan federal Amerika, meneliti bagaimana cabang eksekutif yang dipimpin Presiden, menanggapi bencana Badai Katrina. Yang menjadi pusat perhatian adalah Michael Brown, mantan direktur Badan Pengelolaan Keadaan Darurat, FEMA, badan federal terbesar yang bertugas menangani keadaan darurat nasional.

Kepemimpinan Michael Brown dikecam secara luas setelah terjadinya Badai Katrina, demikian juga tindakan Gubernur dua negara bagian yang dilanda bencana yaitu Louisiana dan Mississippi, dan walikota New Orleans, Louisiana. Siapa yang layak disalahkan? Umumnya orang tidak menyalahkan para pejabat lokal yang terlibat. Karena semua orang tahu apa itu FEMA, tindakan pemerintah federallah yang umumnya dikecam rakyat Amerika. Warga Amerika bertanya-tanya, apakah FEMA dan Michael Brown merupakan gejala-gejala masalah yang timbul akibat kroni-isme politik, yang kalau benar, mungkin mempengaruhi keamanan bangsa.

Pertama, marilah kita telaah FEMA. Badan ini mendapat banyak pujian selama pemerintahan Presiden Clinton. Tetapi setelah serangan teroris 11 September 2001, badan ini digabungkan ke dalam Departemen Keamanan Dalam Negeri. Ketika sebagian sumberdayanya dialihkan dari upaya persiapan menghadapi kemungkinan timbulnya bencana alam menjadi persiapan menghadapi kemungkinan bencana akibat serangan teroris, banyak para pegawai profesional FEMA yang paling berpengalaman mengundurkan diri. Jadi, apakah FEMA perlu dibangun kembali?

Kedua, Michael Brown. Banyak orang menuduh Michael Brown tidak layak menduduki jabatan sebagai Direktur FEMA karena tidak memiliki pengalaman dalam penanganan keadaan darurat. Ia adalah pengacara, yang menjadi pengurus asosiasi pemilik kuda pamer, dan tidak berpengalaman dalam pengelolaan keadaan darurat. Ia diangkat menjadi Direktur FEMA karena koneksi politik dengan pemerintahan Bush. Michael Brown tersentak ketika anggapan ini dikemukakan dalam sidang dengar keterangan Kongres pekan lalu.

Contoh lagi mengenai kegagalan pemerintah dalam menanggapi bencana Badai Katrina menyangkut sejumlah besar masyarakat imigran di kedua negara bagian yang dihantam badai. Organisasi-organisasi keagamaan dan warga keturunan Asia, termasuk Dewan Nasional Warga Keturunan Asia Pasifik dalam dengar pendapat Kongres pekan lalu mengecam pemerintah dan Palang Merah karena tidak memberikan bantuan yang layak kepada para imigran yang menjadi korban bencana.

Banyak dari ke-130 ribu warga keturunan Asia tinggal di wilayah yang dilanda Badai Katrina, tidak memperoleh bantuan pada waktunya karena hambatan bahasa, atau kurangnya pemahaman budaya Asia di pihak pemerintah dan badan-badan bantuan resmi. Saling tuduh dan saling menyalahkan sehubungan dengan ketidakbecusan dalam usaha bantuan korban Badai Katrina menyebar ke seluruh Amerika. Presiden Bush menderita pukulan politik. Pada saat hebat-hebatnya usaha bantuan, dalam televisi nasional Presiden Bush memberikan pujian setinggi langit kepada Michael Brown. Enam hari kemudian, Presiden Bush memecat Michael Brown dari jabatannya, dan mengakui bahwa pemerintah federal tidak kompeten dalam menangani upaya bantuan.

Rakyat Amerika prihatin mengenai Michael Brown, dan apakah kemampuan FEMA menangani bencana dapat dipulihkan. Tetapi pertanyaan lebih besar yang merisaukan rakyat Amerika adalah apakah Amerika sekarang lebih aman dibandingkan sebelum serangan teroris 11 September. Dulu umumnya orang merasa bahwa keadaan sekarang lebih aman, tetapi kasus Michael Brown dan FEMA menaburkan keraguan di hati rakyat Amerika. Hanya waktu yang akan membuktikan apakah pendapat rakyat Amerika telah berubah secara permanen. (voa/djoko)

XS
SM
MD
LG