Bentuknya kecil dan nyaris tak terlihat, diabaikan, dan orang membuangnya sembarangan. Padahal, dia menyimpan bahaya besar yang mengancam manusia dan lingkungan.
Selama ini, kita lebih banyak membicarakan asap jika mengupas bahaya rokok. Banyak regulasi dikeluarkan terkait aktivitas merokok, berkonsentrasi pada siapa yang legal menikmatinya, di mana boleh dan tidak boleh, atau berapa pajak yang ditarik dari sebungkus kemasannya.
Padahal, sampah sisa aktivitas itu, yaitu puntung rokok, memiliki potensi bahaya yang sama atau mungkin lebih besar. Sayang, bagian kecil ini terabaikan.
Amiruddin, aktivis dari Ecological Observation Wetlands Conservation (Ecoton) mengamini situasi ini.
“Bahan puntung rokok itu terbuat dari selulesa asetat, dan itu masuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun atau B3, sehingga penanganannya itu harus khusus tidak boleh sembarangan. Sama dengan popok, itu masuk dalam kategori residu,” kata Amir kepada VOA.
Beberapa bahan yang termasuk B3 dan ada di rumah tangga adalah batu baterei, pembersih lantai, pembasmi serangga, lem, pemutih pakaian hingga deterjen.
Banyak daerah di Indonesia memili peraturan terkait Kawasan Bebas Rokok (KTR), di mana ada larangan tegas terkait aktivitas merokok di ruang publik. Di sisi lain, ada juga aturan penyediaan tempat merokok khusus di area publik, untuk menyatukan para perokok di satu ruang sehingga mempermudah penanganan asapnya yang dianggap mengganggu.
Namun, tidak ada kebijakan yang mewajibkan penanganan puntung rokok.
“Orang menganggap rokok ini bermasalah di asapnya. Tapi filternya atau puntungnya itu tidak pernah disinggung, padahal kalau kita lihat banyak riset, ini berbahaya,” tambah Amiruddin.
Program Lingkungan PBB (UNEP) mencatat, secara global, lebih enam triliun batang rokok diproduksi setiap tahunnya dan masing-masing mengandung filter pada puntungnya. Ketika dibuang sembarangan, sebagian akan terurai oleh sinar matahari dan kelembaban. Resikonya, proses itu melepaskan mikroplastik, logam berat, dan banyak bahan kimia lainnya yang berdampak pada kesehatan dan ekosistem.
PBB menyebut, puntung rokok menyumbang lebih dari 766 juta kilogram sampah beracun setiap tahun. Ini juga merupakan sampah plastik paling umum ditemukan di pantai, sehingga membuat ekosistem laut lebih rentan terhadap mikroplastik. Jika tertelan, bahan kimia berbahaya dalam puntung rokok bisa menyebabkan kematian pada biota laut, termasuk burung, ikan, mamalia, tumbuhan, dan reptil. Mikroplastik dari puntung rokok juga bisa memasuki rantai makanan dan dikaitkan dengan dampak serius terhadap kesehatan manusia, mencakup perubahan genetika, perkembangan otak, pernapasan, dan berbagai penyakit lain.
Bahaya Puntung Rokok
Bahaya puntung rokok dapat terwakilkan oleh banyak penelitian di perguruan tinggi, yang berupaya memanfaatkan limbah berbahaya ini. Umumnya, puntung rokok diolah menjadi bio-pestisida untuk melawan serangan hama pada tanaman. Penelitian membuktikan, batang kecil yang oleh perokok diselipkan di bibir mereka ini, sebenarnya adalah pestisida yang ampuh membunuh hama.
Salah satu penelitian, dilakukan Eko Siswoyo, Rahmah Masturah, dan Nurul Fahmi dari Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan senyawa Alkaloid dan Terpenoid sebagai bentuk senyawa kimia yang terkandung pada bio-pestisida ini. Residu bio-pestisida yang terdeteksi adalah asam heksadekanoat dan asam dodecanoik, kedua senyawa ini termasuk dalam asam lemak jenuh.
“Intensitas serangan hama pada tanaman tomat dengan penggunaan biopestisida pada tanaman yang terserang ulat adalah sebesar 21 persen termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk intensitas serangan hama pada tanaman tanpa penggunaan biopestisida adalah sebesar 69 persen sehingga termasuk dalam kategori serangan hama puso atau paling berat,” jelas dia.
Artinya, puntung rokok mampu menekan potensi serangan hama di tanaman tomat hingga hampir 50 persen.
Penelitian lain dilakukan di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam penelitian ini, dibuktikan bahwa ekstrak puntung rokok mengakibatkan 100 persen tingkat mortilitas hama Plutella xylostella dalam kurun waktu 3 hari. Peneliti menjelaskan, nikotin di dalam putung rokok terikat dengan asam malat dan asam sitrat. Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam tembakau adalah Amin, Pirol, Pidirin, serta alkaloida Nornikotin dan anabasin.
Penelitian lain dilakukan dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Salah satu peneliti, Rini Susanti dan sejumlah rekan sudah menerapkan teknik ini kepada para petani.
“Limbah puntung rokok memiliki kandungan nikotin, fenol, dan eugenol yang masing-masing memiliki peran dalam mengendalikan hama pada tanaman. Nikotin bersifat racun bagi organisme, sedangkan berdasarkan penelitian, eugenol dan fenol berperan efektif dalam mengendalikan patogen tanaman,” kata Rini.
Mengalir Jauh sampai Laut
Dari sekitar enam triliun batang rokok yang dikonsumsi setiap tahun di seluruh dunia, Indonesia menyumbang sekitar 323 miliar batang. Umum diketahui, setelah dinikmati asapnya, puntung rokok itu akan dibuang sembarangan. Hujan pelan-pelan membawa puntung rokok itu dan juga sampah lain ke ujung perjalanan mereka yaitu laut.
Peneliti dan dosen di Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, Dr Defri Yona aktif melakukan penelitian sampah di laut, di mana puntung rokok semakin menonjol.
“Puntung rokok ini bagian dari penelitian kami tentang sampah laut. Sebagian besar memang penelitian sampah laut, kami lakukan di wilayah pantai, dan sampah laut ada beberapa kategori, termasuk salah satunya puntung rokok, dan di beberapa pantai yang sudah kita teliti itu, memang salah satu kontributornya adalah dari puntung rokok,” kata dia kepada VOA.
Defri dan rekan peneliti lain aktif mengkaji fenomena ini di pesisir selatan Jawa Timur hingga Bali.
Sebagai pakar kelautan, Defri prihatin dengan semakin banyaknya puntung rokok menjadi bagian dari sampah laut. Kandungan yang berbahaya di dalamnya, berdampak besar jika masuk ke lingkungan.
“Sampai saat ini, memang masyarakat masih menganggap remeh sampah puntung rokok, karena ukurannya kecil, dan bisa dibuang begitu saja. Di saat kandungan polutannya yang banyak itu berpotensi bisa masuk ke lingkungan, kalau dibuang secara sembarangan,” ujarnya.
Organisasi Ocean Conservancy, setiap tahun menggelar International Coastal Cleanup, sebagai upaya global membersihkan pantai dan saluran air dari sampah. Pada 2019, lebih dari 940 ribu sukarelawan dari 116 negara mengumpulkan hampir 32,5 juta sampah. Organisasi ini kemudian mendata dari jumlah itu, yang mencakup 4,7 juta bungkus makanan seperti bungkus permen, keripik, dan sejenisnya, 4,2 juta puntung rokok, 1,8 juta botol plastik, 1,5 juta tutup botol plastik, dan lebih dari 940 ribu sedotan dan pengaduk minuman.
Data ini setidaknya menempatkan puntung rokok dalam peringkat kedua jenis sampah yang mengambang di perairan.
Ocean Conservancy juga mencatat, karena benda beracun ini mengapung di air, satwa kadang keliru menganggapnya sebagai makanan. Bagian kecil dari puntung rokok ditemukan pada sekitar 70 persen burung laut dan 30 persen penyu, menurut laporan lembaga tersebut.
Riset Peneliti Pusat Penelitian Oceanografi – BRIN di 18 pantai di Indonesia pada Februari 2018 - Desember 2019, menemukan fakta bahwa sampah puntung rokok berada di urutan ke delapan dengan proporsi 6.47.
“Setiap per satu meter persegi ditemukan satu puntung rokok,” kata peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova.
Selain itu, riset ini juga mencatat adanya 46,38 persen sampah plastik yang mayoritas adalah sampah sachet pembungkus, kantong plastik, dan botol plastik.
Ingatkan Komitmen Pemerintah
Akhir Januari lalu, Yayasan Lentera Anak menggelar work shop di Jakarta terkait puntung rokok. Lisda Sundari, ketua yayasan ini ketika dihubungi VOA mengatakan, salah satu pangkal persoalan yang didiskusikan banyak pihak terkait adalah, karena di Indonesia puntung rokok belum dianggap sebagai masalah.
“Kenapa dia enggak masalah? Karena dia tidak terlihat. Begitulah kira-kira kesannya. Tidak ada datanya. Karena tidak ada datanya, dia dianggap kecil, dianggap tidak terlihat, sehingga tidak juga dilakukan pengelolaan, dan juga tidak ada tata kelolanya. Jadi karena memang diangap tidak ada, dianggap enggak masalah,” papar Lisda.
Belum ada regulasi di Indonesia, yang secara khusus mengatur puntung rokok dan pengeloaannya.
Karena itulah, kata Lisda, beberapa langkah perlu diambil, yang pertama adalah melakukan klasifikasi terhadap sampah puntung rokok.
“Puntung rokok itu, karena tidak diklasifikasikan, kemudian dia disatukan dengan sampah lain dan bercampur. Ketika bercampur, dia dianggap residu biasa yang enggak perlu diapa-apain. Ini juga menjadi diskusi kami,” tambah dia.
Karena itu, pemerintah didesak mengklasifikasikan puntung rokok dalam jenis sampah tertentu. Rekomendasi dari sejumlah lembaga masyarakat sipil, puntung rokok ini seharusnya dianggap sebagai sampah spesifik dan dikategorikan sebagai sampah B3, karena mengandung zat kimia berbahaya.
“Karena kalau sudah ditetapkan sebagai sampah B3, maka rezim pengelolaannya sama dengan sampah B3 lain,” ujar Lisda.
Jika puntung rokok sudah diklasifikasikan sebagai sampah B3, maka ada dasar hukum untuk memaksa perokok, memperlakukan puntung rokoknya juga sebagai sampah B3. Karena sampah B3, lanjut Lisda, puntung rokok wajib dibuang di fasilitas tertentu, tidak boleh dibuang sembarangan. Indonesia sudah memiliki aturan hukum terkait pengelolaan sampah B3.
Begitu ditetapkan sebagai sampah B3, pemerintah memegang kewajiban untuk pengelolaannya.
“Pemerintah harus meminta perusahaan rokok, untuk membayar biaya dari pengelolaan puntung rokok, sisa produk dia, yang membahayakan itu,” kata Lisda lagi.
Pendapat ini diamini Amiruddin dari ECOTON.
“Produsen bertanggung jawab. Dalam UU Pengelolaan Sampah, ada pasal yang mengharuskan extended producer responsibility. Bahan yang tidak bisa terdegrasasi secara alami oleh alam, itu tanggung jawab produsen,” kata dia.
Dr Defri Yona dari Universitas Brawijaya juga menggarisbawahi perlunya kebijakan khusus.
“Sekarang orang sedang konsen dengan bagaimana mengurangi sampah botol plastik, sehingga akhirnya banyak tempat sampah dibuat khusus untuk botol plastik. Tapi kita belum pernah melihat, ada fasilitas untuk membuang puntung rokok secara spesifik,” ujarnya.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan 21 Februari 2024 oleh Yayasan Lentera Anak, pendiri dan penasihat senior Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati mengatakan bahwa filter rokok terbukti melepaskan berbagai bahan kimia yang berasal dari pemanenan dan pengolahan tembakau.
Filter rokok yang dihisap dapat melepaskan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) terutama naftalena, nikotin, etanol, etilfenol, benzene, toluene, xilena (BTEX), dan logam berat ke dalam air.
“PAH terlarut, nikotin, BTEX dan logam berat dapat terakumulasi dalam jaringan biota perairan,” kata Yuyun.
Yuyun juga mendukung pasal tentang puntung rokok masuk dalam proses negosiasi perjanjian internasional tentang plastik atau plastic treaty. Komite Negosiasi antar Negara yang ketiga (INC-3) sudah berlangsung di Nairobi, Kenya, pada 13-20 November 2023.
“Indonesia harus punya posisi untuk mendukung cigarette butts atau puntung rokok dibahas pada INC-4,”tambah dia. [ns/lt]
Forum