Tautan-tautan Akses

Analis: Gempa Dorong Normalisasi Hubungan Arab dengan Suriah


Presiden Suriah Bashar al-Assad (kiri) disambut oleh Sultan Haitham bin Tariq al-Said dari Oman dalam kunjungannnya ke Muscat, Oman, pada 20 Februari 2023. (Foto: SANA/AFP)
Presiden Suriah Bashar al-Assad (kiri) disambut oleh Sultan Haitham bin Tariq al-Said dari Oman dalam kunjungannnya ke Muscat, Oman, pada 20 Februari 2023. (Foto: SANA/AFP)

Lawatan Presiden Suriah Bashar Al Assad ke Oman pada minggu ini dan pertemuan Assad dengan menteri luar negeri Uni Emirat Arab (UEA) di Damaskus pada minggu lalu dinilai sebagai dorongan baru oleh beberapa negara Arab untuk mengajak pemerintah Suriah yang selama ini terisolasi kembali ke politik regional dan internasional.

Kunjungan Assad ke Oman pada Senin (20/2) adalah perjalanan resmi pertamanya ke negara Teluk itu dalam lebih dari satu dekade. Sebagian besar negara Arab memutuskan hubungan dengan pemerintah Assad pada tahun 2011 setelah penumpasan brutal terhadap para pengunjuk rasa damai di Suriah.

Namun, beberapa analis menilai gempa dahsyat yang mengguncang sebagian wilayah Turki dan Suriah pada 6 Februari lalu, dapat menjadi peluang bagi pemerintah Suriah untuk menjalin kembali hubungan dengan beberapa negara di kawasan itu. Setelah gempa bumi itu, banyak negara Arab – khususnya negara Teluk yang kaya – bergegas memberikan bantuan kemanusiaan kepada Suriah.

“Diplomasi Gempa”

Giorgio Cafiero, CEO Gulf State Analytics, konsultan risiko geopolitik yang berbasis di Washington DC, mengatakan “diplomasi gempa” kemungkinan akan mempercepat reintegrasi rezim Suriah ke dalam lipatan diplomatik dunia Arab.

Meskipun sebagian negara Arab, seperti Uni Emirat Arab dan Bahrain, telah memulihkan hubungan dengan pemerintah Suriah beberapa tahun terakhir, mereka belum dapat membangun hubungan penuh karena konflik di Suriah tetap menemui jalan buntu.

“Pemain-pemain di kawasan seperti Uni Emirat Arab, Oman, dan Aljazair – yang telah menentang upaya untuk mengisolasi Suriah – akan membuat argumen bahwa pelonggaran isolasi semacam ini diperlukan untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang diderita warga Suriah setelah bencana gempa yang mengerikan ini,” ujar Cafiero kepada VOA.

Ia menambahkan, kunjungan Assad ke Oman, dan ke Uni Emirat Arab pada tahun lalu, akan mengurangi kontroversi bagi pemerintah Arab lainnya untuk menyambut pemimpin Suriah itu.

“Rezim Assad baru akan mencapai terobosan besar ketika Arab Saudi menormalkan kembali hubungannya dengan Suriah, dan negara itu kembali ke Liga Arab. Kedua perkembangan itu kemungkinan besar akan terjadi tahun 2023 ini,” ujar Cafiero.

Dekat dengan Iran, Arab Saudi Tak Dukung Suriah

Arab Saudi, kekuatan utama di Timur Tengah, telah menentang pemerintah Suriah selama perang saudara di negara itu; terutama karena aliansi dekat Suriah dengan Iran, yang merupakan musuh bebuyutan Arab Saudi.

Namun Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan akhir pekan lalu mengatakan dunia Arab sedang mencari pendekatan baru ke Suriah untuk menanggapi secara efektif krisis kemanusiaan di negara itu, termasuk dampak dari gempa bumi yang terjadi baru-baru ini.

“Status quo tidak berfungsi,” ujarnya dalam Konferensi Keamanan Munich. “Kita perlu menemukan pendekatan lain. Pendekatan seperti apa? Masih dirumuskan,” ujarnya.

Sementara Seth Frantzman, Direktur Middle East Center for Reporting and Analysis, mengatakan langkah Suriah menjangkau negara-negara Teluk sangat penting untuk mendapatkan potensi dukungan keuangan guna membangun kembali negara itu setelah dilanda perang dan gempa bumi.

“Negara-negara Teluk seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi telah memainkan peran penting dalam mendukung ekonomi Mesir. Dukungan untuk Suriah seolah-olah akan datang dengan pandangan bahwa Suriah harus mengarahkan kembali dirinya untuk mau berintegrasi dengan negara-negara Arab, termasuk Yordania, Mesir dan Teluk.”

Tetapi, Frantzman mengatakan langkah negara-negara Teluk menjangkau Suriah tidak akan mencapai hasil politik langsung karena hubungan dekat Suriah dengan Iran.

“Iran ingin menggunakan Suriah sebagai landasan peluncuran serangan terhadap Israel, mengosongkan Suriah dan memindahkan proksinya ke dalam kekosongan kekuasaan,” ujarnya.

Sikap Amerika Serikat

Di Washington DC, pejabat-pejabat Amerika Serikat telah berulangkali menyampaikan tentangan terhadap pemulihan hubungan Suriah dengan beberapa negara, dengan alasan waktunya belum tiba untuk menormalkan hubungan dengan Suriah.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam konferensi pers minggu lalu mengatakan “satu-satunya konteks di mana kami akan mendorong normalisasi atau peningkatan hubungan adalah jika rezim Assad memenuhi pedoman politik, peta jalan politik yang telah dijabarkan dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254.”

Tetapi analis Cafiero mengatakan ia tidak berharap pejabat-pejabat Amerika Serikat mengambil sebuah langkah, lebih dari sekadar menanggapi dengan retorika jika Suriah terus berintegrasi kembali dalam liputan diplomatik kawasan itu.

“Saat perang di Ukraina berkecamuk, hubungan Amerika Serikat-China masih panas, dan program nuklir Iran masih berjalan; pemerintah Biden memiliki prioritas dan mengubah tren Arab menuju renormalisasi hubungan dengan pihak lain tidak menjadi prioritasnya,” ujarnya. [em/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG