Tautan-tautan Akses

Kemenkes Investigasi Tiga Kasus Hepatitis Akut pada Anak


Anak-anak bermain di tumpukan sampah plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang di Makassar. (Foto: AFP)
Anak-anak bermain di tumpukan sampah plastik yang dikumpulkan untuk didaur ulang di Makassar. (Foto: AFP)

Kementerian Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir setelah WHO menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia. Di Indonesia, tiga anak dilaporkan meninggal dunia diduga akibat penyakit itu.

Kementerian Kesehatan di awal Mei 2022 melaporkan tiga pasien anak yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dengan dugaan menderita hepatitis akut meninggal dunia dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu hingga 30 April 2022. Ketiga pasien anak berusia dua, delapan dan sebelas tahun ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan investigasi kontak untuk mengetahui faktor risiko terhadap tiga kasus hepatitis akut pada anak tersebut.

Dr Siti Nadia Tarmizi dalam telekonferensi pers di Bandara Soetta, Cengkareng , Selasa (2/2). (Foto: Biro Setpres).
Dr Siti Nadia Tarmizi dalam telekonferensi pers di Bandara Soetta, Cengkareng , Selasa (2/2). (Foto: Biro Setpres).

“Memang ketiga kasus ini belum bisa kita golongkan sebagai hepatitis akut dengan gejala berat tadi, tapi baru masuk pada kriteria yang kita sebut sebagai pending klasifikasi karena masih ada pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan, yaitu pemeriksaan adenovirus dan pemeriksaan hepatitis E yang membutuhkan waktu antara sepuluh hingga empat belas hari ke depan,” kata Siti Nadia Tarmizi dalam Konferensi Pers melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Kamis (5/5).

Dari investigasi pada ketiga kasus ini, anak berusia 2 tahun belum mendapatkan vaksinasi hepatitis, anak usia 8 tahun baru mendapatkan satu kali vaksinasi dan anak usia 11 tahun sudah mendapatkan vaksinasi. Ketiganya negatif COVID-19. Selain itu, tidak ditemukan riwayat hepatitis dari anggota keluarga lain dari ketiga anak dan tidak ditemukan anggota keluarga lain yang memiliki gejala sama.

“Ketiga kasus ini datang ketika sudah stadium lanjut jadi memang hanya memberikan waktu sedikit untuk rumah sakit melakukan tindakan-tindakan pertolongan,” tambah Nadia.

Sebuah botol vaksin Hepatitis B di sebuah apotek. (Foto: AFP/Mychele Daniau)
Sebuah botol vaksin Hepatitis B di sebuah apotek. (Foto: AFP/Mychele Daniau)

Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan rumah-rumah sakit memantau dan melaporkan kasus sindrom penyakit kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera (bagian berwarna putih dan keras pada bola mata) berwarna kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak dan memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Waspadai Gejala Awal

Dokter spesialis anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Hanifah Oswari mengatakan para orang tua perlu mewaspadai gejala awal penyakit itu, seperti diare, mual, muntah, sakit perut, demam ringan.

Sebanyak 176 siswa siswi SD Negeri Cempaka Putih Timur 03 mengikuti program vaksinasi untuk anak usia 6 hingga 11 tahun yang dimulai pada 14 Desember 2021 di beberapa kota di Indonesia, salah satunya di DKI Jakarta. (VOA/Indra Yoga)
Sebanyak 176 siswa siswi SD Negeri Cempaka Putih Timur 03 mengikuti program vaksinasi untuk anak usia 6 hingga 11 tahun yang dimulai pada 14 Desember 2021 di beberapa kota di Indonesia, salah satunya di DKI Jakarta. (VOA/Indra Yoga)

“Bawalah anak-anak kita ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan yang mereka akan memikirkan untuk apakah perlu diperiksa lebih lanjut untuk mencari kemungkinan perjalanannya menjadi hepatitis akut berat,” kata Hanifah Oswari dalam konferensi pers itu.

Deteksi dini gejala awal dari hepatitis akut berat yang belum diketahui penyebabnya itu akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi tenaga kesehatan untuk menyelamatkan jiwa anak.

“Jadi jangan menunggu gejalanya sampai kuning, jangan menunggu sampai gejalanya sampai lebih berat karena kalau lebih berat kita kehilangan momentum untuk menolong lebih cepat, apalagi kalau sudah sampai terjadi kesadaran, ini akan membuat dokter kesempatan untuk menolongnya menjadi lebih sedikit lagi, untuk menolong anak-anak kita jangan sampai menimbulkan kematian,” imbau Hanifah.

Anak-anak pengungsi Nduga sebagai ilustrasi. (Foto: Humas DPR Papua)
Anak-anak pengungsi Nduga sebagai ilustrasi. (Foto: Humas DPR Papua)

Menurut Hanifah, meskipun belum diketahui penyebabnya, penyakit itu diduga disebabkan oleh virus yang penularannya melalui saluran cerna dan saluran nafas, sehingga sebagai upaya pencegahan, anak-anak disarankan selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan minum, mengkonsumsi makanan yang sudah matang, menghindarikontak dengan orang yang sakit. Selain itu, katanya, anak-anak selalu mempraktekkan pemakaian masker dan menjaga jarak.

“Pada kesempatan ini, saya ingin menjelaskan juga bahwa banyak berita bahwa kejadian ini dihubung-hubungkan dengan vaksin COVID. Itu tidak benar karena kejadian hepatitis akut saat ini tidak ada bukti itu berhubungan dengan vaksin COVID,” tegas Oswari.

Perempuan dan anak-anak yang memakai masker menunggu pembagian makanan di tengah pandemi virus corona COVID-19 di Blang Bintang, Aceh, pada 6 Mei 2020. (Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin)
Perempuan dan anak-anak yang memakai masker menunggu pembagian makanan di tengah pandemi virus corona COVID-19 di Blang Bintang, Aceh, pada 6 Mei 2020. (Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin)

170 Kasus di 12 Negara

Menurut Kementerian Kesehatan RI, sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.

WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10%) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal. Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (penyakit kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Pada sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut. Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus di luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus. Pada 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus. [yl/ab]

Kemenkes Investigasi Tiga Kasus Hepatitis Akut pada Anak
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:06 0:00

Recommended

XS
SM
MD
LG