Tautan-tautan Akses

Facebook Keberatan Rilis Unggahan Pribadi Soal Kampanye Rohingya Myanmar


CEO Facebook Mark Zuckerberg berbicara dalam sebuah konferensi persi di markas Facebook di Palo alto, California, pada 26 Mei 2010. (Reuters/Robert Galbraith)
CEO Facebook Mark Zuckerberg berbicara dalam sebuah konferensi persi di markas Facebook di Palo alto, California, pada 26 Mei 2010. (Reuters/Robert Galbraith)

Raksasa media sosial Facebook diduga telah digunakan untuk menyebar disinformasi tentang Rohingya, etnis minoritas Muslim di Myanmar. Pada 2018, perusahaan itu mulai menghapus unggahan, akun, dan konten lain yang dianggap sebagai bagian dari kampanye untuk menghasut kekerasan.

Data yang dihapus namun tetap tersimpan itu kini menjadi masalah dalam kasus yang sedang diproses di Amerika Serikat. Apakah Facebook harus merilis informasi tersebut seperti diminta dalam pengadilan internasional?

Facebook pada minggu ini keberatan terhadap bagian dari perintah hakim Amerika yang dapat berdampak pada seberapa banyak data yang harus diserahkan perusahaan internet itu kepada penyelidik yang memeriksa peran yang dimainkan media sosial itu dalam berbagai insiden internasional, dari genosida Rohingya 2017 di Myanmar hingga Kerusuhan Capitol 2021 di Washington.

Hakim memutuskan bulan lalu bahwa Facebook harus memberi informasi tentang akun yang dihapus kepada Gambia, negara Afrika Barat, yang sedang mengajukan kasus di Mahkamah Internasional terhadap Myanmar. Gambia berusaha meminta pertanggungjawaban Myanmar atas kejahatan genosida terhadap Rohingya.

Namun dalam pengajuan pada Rabu (13/10), Facebook mengatakan perintah hakim itu dapat “menciptakan masalah hak asasi manusia yang serius, membuat konten pribadi pengguna internet tidak terlindungi dan dengan demikian rentan untuk diungkap – atas kehendak penyedia – kepada penggugat swasta, pemerintah asing, penegak hukum, atau orang lain.”

Facebook mengatakan tidak menentang perintah kalau informasi itu terbuka dari akun, grup, dan halaman yang telah disimpannya. Perusahaan itu keberatan untuk memberi "informasi nonpublik."

Jika perintah itu ditaati, hal itu akan "mengganggu privasi yang penting dan hak kebebasan berpendapat bagi pengguna internet - bukan hanya pengguna Facebook - di seluruh dunia, termasuk orang Amerika," kata Facebook dalam keterangannya.

Menurut Facebook, memberikan unggahan yang dihapus sama dengan melanggar privasi. Perusahaan itu mengutip Stored Communications Act, undang-undang berusia 35 tahun yang menetapkan perlindungan privasi dalam komunikasi elektronik. (ka/lt)

XS
SM
MD
LG