Tautan-tautan Akses

Iran: IAEA Tak Bisa Mendapatkan Rekaman Kamera Pengawas


Bendera Iran di depan markas besar IAEA di Wina, Austria, 23 Mei 2021. (REUTERS/Leonhard Foeger)
Bendera Iran di depan markas besar IAEA di Wina, Austria, 23 Mei 2021. (REUTERS/Leonhard Foeger)

Iran, Senin (13/9) mengatakan akan mengizinkan kamera pengintai PBB untuk terus merekam situs nuklirnya, tetapi tidak akan memberi akses ke rekaman itu.

"Untuk saat ini, sebagai tanda niat baik, Iran akan mengizinkan kamera pengintai badan pengawas nuklir internasional (IAEA) untuk terus merekam, tetapi tidak ada akses (ke rekaman itu)," kata Saeed Khatibzadeh, juru bicara kementerian luar negeri Iran. Menurutnya, rekaman itu akan disegel dan disimpan di Iran.

Pada Minggu, Iran setuju untuk mengizinkan inspektur internasional memasang kartu memori baru ke kamera pengintai di situs nuklirnya yang sensitif dan terus merekam situs itu, memungkinkannya mencegah pertikaian diplomatik minggu ini.

Rafael Mariano Grossi, Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional/IAEA (tengah), dalam pertemuan dengan Kepala Organisasi Tenaga Atom Iran, Mohammad Eslami, di Teheran, Iran, 12 September 2021.
Rafael Mariano Grossi, Dirjen Badan Tenaga Atom Internasional/IAEA (tengah), dalam pertemuan dengan Kepala Organisasi Tenaga Atom Iran, Mohammad Eslami, di Teheran, Iran, 12 September 2021.

Pengumuman Mohammad Eslami dari Organisasi Energi Atom Iran itu disampaikan setelah pertemuan di Teheran dengan Dirjen IAEA, Rafael Grossi. Itu berarti, posisi IAEA tetap sama sejak Februari. Iran menyimpan semua rekaman di situsnya sementara negosiasi Amerika dan Iran kembali ke kesepakatan nuklir 2015, tetap macet di Wina.

Sementara itu, Iran kini memperkaya sejumlah kecil uranium ke tingkat kemurnian yang diperlukan untuk membuat senjata karena persediaannya terus bertambah.

Iran dan kekuatan dunia pada 2015 menyetujui kesepakatan nuklir, yang membuat Iran secara drastis membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Pada tahun 2018, Presiden Donald Trump secara sepihak menarik Amerika dari perjanjian itu, meningkatkan ketegangan di Timur Tengah yang lebih luas dan memicu serangkaian serangan dan insiden.

Presiden Joe Biden menyatakan bersedia kembali ke kesepakatan itu, tetapi sejauh ini, pembicaraan tidak langsung belum membuahkan hasil. [ka/ab]

XS
SM
MD
LG