Tautan-tautan Akses

Warga Uighur di Afghanistan Khawatir Dideportasi ke China 


Salah satu kamp interniran untuk warga etnis Uighur di provinsi Xinjiang (foto: dok).
Salah satu kamp interniran untuk warga etnis Uighur di provinsi Xinjiang (foto: dok).

Sekitar 2.000 warga etnis Uighur yang lahir atau tinggal di Afghanistan terancam nasibnya setelah Taliban mengambil alih kekuasaan di negara tersebut. Banyak yang takut akan dideportasi ke China dan ditempatkan bersama sekitar 1 juta orang Uighur lainnya di kamp-kamp interniran di provinsi Xinjiang.

Beberapa warga Uighur Afghanistan mengungkapkan kekhawatiran mereka kepada VOA, apalagi setelah menyaksikan pejabat Taliban dan China yang membahas tentang kemungkinan untuk menjalin kerja sama.

Memet, seorang pria Uighur dari Kabul yang berprofesi sebagai pedagang perhiasan dan bapak dari lima anak mengatakan kepada VOA bahwa ia merasa sangat ketakutan. Menurutnya, Taliban yang sangat butuh bantuan ekonomi, tidak akan segan untuk menukar orang-orang Uighur seperti dia dan keluarganya demi bantuan keuangan dari China.

“Yang paling saya takutkan, Taliban akhirnya mengembalikan kami ke China, dan China akan menembaki kami,” kata Memet, yang meminta VOA agar hanya menggunakan nama depannya. Menurut Memet, ia lahir di Afghanistan dari orang tua Uighur yang datang ke Afghanistan pada tahun 1962 dari daerah otonomi China, Xinjiang.

Menurut pemerintah China, ada lebih dari 12 juta warga etnis Uighur yang tinggal di provinsi Xinjiang, yang berbatasan dengan Afghanistan.

Warga etnis Uighur melakukan salat berjamaah di Masjid Kashgar di Xinjiang (foto: dok).
Warga etnis Uighur melakukan salat berjamaah di Masjid Kashgar di Xinjiang (foto: dok).

Hubungan China-Taliban

Bulan lalu, ketika delegasi Taliban bertemu dengan Menteri Luar Negeri China di Tianjin, China meminta kerja sama Taliban untuk melawan ekstremis Gerakan Islam Turkistan Timur (East Turkestan Islamic Movement atau ETIM) di Afghanistan. Taliban menekankan mereka tidak akan membiarkan pasukan manapun menggunakan teritori Afghanistan untuk melakukan kegiatan yang membahayakan China.

ETIM dikategorikan oleh PBB sebagai organisasi teroris internasional yang terkait dengan militan Uighur di luar China. Amerika Serikat menghapusnya dari daftar teror pada tahun 2020, dan mengatakan “tidak ada bukti terpercaya” bahwa organisasi itu masih ada.

Memet mengatakan pemerintah China menganggap semua warga Uighur di Afghanistan sebagai anggota ETIM dan merupakan ancaman bagi China.

“Taliban mengatakan bahwa mereka mewakili dan melindungi kepentingan Muslim, tapi apa yang mereka janjikan kepada pemerintah China justru bertolak belakang,” kata Memet.

Menurut Bradley Jardine, seorang pengamat Oxus Society for Central Asian Affairs yang berbasis di Washington, ketakutan Memet mengenai kemungkinan deportasi bukan tidak beralasan.

“Deportasi warga etbis Uighur pernah terjadi di bawah kekuasaan Taliban, ada 13 orang Uighur yang dikembalikan ke China setelah pertemuan pada tahun 2000 antara Dubes China untuk Pakistan Lu Shulin dan pemimpin Taliban Mullah Omar di Kandahar,” kata Jardine pada VOA.

Ia menambahkan Afghanistan secara historis dianggap sebagai negara yang lebih aman bagi Uighur daripada negara-negara tetangga lainnya di Asia Tengah, karena negara ini tidak memiliki kesepakatan ekstradisi dengan China.

Jardine juga mengacu pada deportasi Israel Ahmat, seorang pengusaha etnis Uighur oleh pemerintah Afghanistan pada tahun 2015.

Lari dari Persekusi

Seorang perempuan Uighur di Kabul, yang mengaku sudah tinggal di Afghanistan sejak tahun 1961, mengatakan pada VOA lewat telepon bahwa ia paling mengkhawatirkan keselamatan anak dan cucunya, yang mungkin akan ditempatkan di kamp interniran di Xinjiang.

“Orang tua saya membawa saya ke Afghanistan ketika melarikan diri dari persekusi China 60 tahun lalu. Tapi, sekarang saya tidak bisa membawa anak-anak saya dan cucu-cucu saya ke tempat yang aman seperti apa yang orang tua saya lakukan ketika saya masih berumur 5 tahun,” kata perempuan tersebut, yang tidak ingin disebut namanya. Ia mengatakan warga Uighur di Afghanistan membutuhkan pertolongan darurat dari komunitas internasional agar tidak dideportasi ke China.

Negara-negara seperti Amerika Serikat dan organisasi HAM seperti Amnesty International dan Human Rights Watch menuduh China melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan karena memenjarakan lebih dari 1 juta warga Uighur di kamp-kamp interniran di Xinjiang. China menyangkal tuduhan tersebut dan mengatakan kamp-kamp tersebut adalah pusat pelatihan di mana warga Uighur yang telah dicuci otak oleh para ekstremis bisa mendapatkan pelatihan ketrampilan dan hukum.

Kemungkinan "dinyatakan hilang"

Etnis Uighur di Afghanistan sebagian besar berada di kota-kota seperti Kabul, Badakhshan dan Mazar-i-Sharif, ujar Abdulaziz Naseri, seorang Uighur Afghanistan yang telah tinggal di Istanbul sejak tahun 2019.

“Teman dan keluarga saya di sana menelepon saya dan mengatakan kalau rumah mereka sekarang diperiksa oleh pasukan Taliban,” kata Naseri pada VOA dari Istanbul.

Naseri mengatakan tidak sulit bagi Taliban untuk menemukan warga Uighur karena identitas di KTP mereka ditandai sebagai etnis “orang China di luar negeri” atau “Uighur”.

Kartu identitas atau KTP Afghanistan mencantumkan etnis "Uighur" (foto: courtesy).
Kartu identitas atau KTP Afghanistan mencantumkan etnis "Uighur" (foto: courtesy).

“Taliban akan menjemput orang-orang Uighur dan menyerahkan mereka kepada China dan kemudian menyangkal hilangnya orang-orang Uighur sebagaimana mereka juga menyangkal hilangnya para pembangkang dulu,” kata Naseri.

Henryk Szadziewski, direktur riset di Uyghur Human Rights Project yang berbasis di Washington, mengatakan pada VOA kalau melihat catatan panjang penindasan Beijing terhadap Uighur dari berbagai tempat, besar kemungkinan bahwa China dan Taliban akan bekerja sama untuk mendeportasi orang-orang Uighur.

“Pemerintahan baru (rezim Taliban, red.) di Kabul punya hubungan sejak lama dengan Beijing dan (Taliban) tengah mencari dukungan politik dan ekonomi,” kata Szadziewski. “Orang-orang Uighur terjebak di tengah-tengah pihak-pihak yang kepatuhan mereka terhadap standar hak-hak asasi internasional tidak ada atau hanya basa-basi,” pungkasnya. [dw/pp]

XS
SM
MD
LG