Tautan-tautan Akses

Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar Berlanjut Meski Hadapi Penindakan Maut Junta


Para pengunjuk rasa terlihat berkumpul di dekat barikade. Pasukan keamanan bertindak keras terhadap demonstrasi yang menentang kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 20 Maret 2021. (Foto: AFP)
Para pengunjuk rasa terlihat berkumpul di dekat barikade. Pasukan keamanan bertindak keras terhadap demonstrasi yang menentang kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 20 Maret 2021. (Foto: AFP)

Berbagai protes antikudeta kembali berlangsung di berbagai penjuru Myanmar pada Senin (22/3) pagi, sementara aksi pembangkangan rakyat menentang junta militer berlanjut meskipun rezim itu melakukan tindak kekerasan dan tanggapan yang semakin mematikan.

Ratusan demonstran berpawai di sepanjang jalan utama di Mandalay sebelum fajar, kebanyakan dari mereka adalah dokter, perawat, mahasiswa dan personel medis lainnya yang mengenakan jas putih, mengulangi demonstrasi serupa yang dilakukan malam sebelumnya.

Sejumlah pengendara mobil di ibu kota Yangon membunyikan klakson menanggapi seruan melakukan demikian di media sosial, sebut Reuters.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer memenjarakan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan para anggota pemerintah sipil yang dipilih secara demokratis itu pada 1 Februari lalu. Sedikitnya tiga orang tewas pada hari Minggu (21/3) dalam bentrokan dengan kekerasan antara polisi dan warga sipil, dua di antaranya di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar dan pusat gerakan oposisi.

Sebuah kelompok aktivis, Asosiasi Bantuan bagi Tahanan Politik, menyatakan hampir 250 orang tewas sejak kudeta berlangsung, dengan lebih dari 2.000 orang yang ditahan.

Pihak berwenang Australia, Minggu (21/3), mengukuhkan bahwa dua warganya, keduanya pebisnis, ditahan di Myanmar. Pemerintah Australia menolak memberikan rincian lebih lanjut, seraya menyebut alasan privasi pihak-pihak yang terkait.

Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dijadwalkan mengunjungi Brunei Darussalam pada hari Senin (22/3) sebelum ke Malaysia dan Indonesia sebagai bagian dari tekanan diplomatik regional untuk mengakhiri krisis di Myanmar, sebut Reuters.

Pada hari Senin (22/3), kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, yang berada di Brussels untuk mengikuti pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa, mengatakan, Uni Eropa akan memberlakukan sanksi-sanksi terkait dengan kekerasan itu. “Kami akan menerapkan sanksi-sanksi terhadap 11 orang yang terlibat dalam kudeta dan penindasan para demonstran.” [uh/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG