Tautan-tautan Akses

Konflik di Myanmar Memanas, Sedikitnya 50 WNI Pulang


Para pengunjuk rasa antikudeta berjalan di balik barikade sementara api berkobar di jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. REUTERS/Stringer
Para pengunjuk rasa antikudeta berjalan di balik barikade sementara api berkobar di jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, 16 Maret 2021. REUTERS/Stringer

Kementerian Luar Negeri menyatakan terus memanasnya situasi di Myanmar membuat sedikitnya 50 orang warga negara Indonesia telah kembali ke Tanah Air.

Situasi politik dan keamanan di Myanmar terus mencekam sejak kudeta militer 1 Februari lalu. Unjuk rasa memprotes kudeta militer dan penangkapan sejumlah pemimpin sipil yang awalnya berlangsung damai, kini bergulir menjadi kerusuhan.

Aparat keamanaan pun tidak lagi sekedar menanggapi aksi demonstrasi itu dengan pentungan dan gas air mata, tetapi menggunakan granat kejut hingga peluru karet dan peluru tajam.

Diwawancarai melalui telepon, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Selasa (16/3), mengatakan hingga saat ini 50 orang warga Indonesia telah kembali dari Myanmar. Sementara sekitar 330 WNI lain memilih bertahan di negara Pagoda Emas itu.

"Dalam Siaga II ini, masyarakat kita masih dimungkinkan atau diberikan dorongan untuk melakukan repatriasi mandiri untuk mereka yang tidak ada keperluan mendesak menetap di Myanmar. Dari informasi yang kita dapatkan, mereka yang sudah kembali ada sekitar 50 WNI secara mandiri dari Myanmar," kata Faizasyah.

Faizasyah menambahkan secara umum kondisi warga Indonesia di Myanmar dalam keadaan aman dan baik. Dia mengatakan Kementerian Luar Negeri terus memantau perkembangan keadaan di Myanmar dan tetap berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon.

Pengunjuk rasa membawa poster-poster berdemo dekat Kedutaan Besar Indonesia di Yangon, Myanmar, 24 Februari 2021. (Foto: AP)
Pengunjuk rasa membawa poster-poster berdemo dekat Kedutaan Besar Indonesia di Yangon, Myanmar, 24 Februari 2021. (Foto: AP)

Terkait krisis politik yang masih terus berlangsung di Myanmar, lanjut Faizasyah, KBRI Yangon masih menetapkan Siaga II bagi warga Indonesia terkait keadaan di Myanmar. Fasilitas transportasi dan komunikasi masih berjalan dengan reguler.

Dia mencontohkan masih ada maskapai melayani penerbangan keluar dari Myanmar melalui Singapura atau tujuan lain.

Menurut Faizasyah, pada Senin (15/3) terjadi komunikasi trilateral antara Kementerian Luar Negeri, KBRI Yangon dengan perwakilan masyarakat Indonesia di Myanmar. Pertemuan ini membahas upaya perlindungan warga Indonesia di Myanmar dan mengantisipasi skenario terburuk yang mengharuskan terjadinya evakuasi.

Belum Ada Kemajuan

Terkait upaya mencari solusi untuk Myanmar, Faizasyah mengakui ada kesulitan untuk mengupayakan dialog karena junta militer Myanmar belum siap menerima keterlibatan pihak ketiga dalam menyelesaikan krisis politik di negaranya. Namun Faizasyah membantah terjadi kemunduran dalam upaya melakukan perundingan antara junta dan pihak sipil dipimpin Aung San Suu Kyi.

Yang terjadi adalah belum terciptanya kondisi yang kondusif setelah terjadi pertemuan informal para menteri luar negeri ASEAN baru-baru ini, ujarnya. Tidak ada pihak yang diuntungkan kalau kekerasan masih terus terjadi di Myanmar.

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group, Rafendi Djamin, menyesalkan belum ada tanggapan positif dari pihak junta terhadap upaya negara-negara anggota ASEAN untuk membantu mencari solusi terhadap krisis politik yang terjadi di Myanmar. Refendi menilai penyelesaian krisis politik di Myanmar tidak akan berjalan cepat.

Polisi anti huru-hara bersenjata menyerang setelah menembakkan gas air mata dan peluru karet yang membuat pengunjuk rasa antikudeta menyelamatkan diri, di Yangon, Myanmyar, Selasa, 16 Maret 2021.(Foto: Reuters)
Polisi anti huru-hara bersenjata menyerang setelah menembakkan gas air mata dan peluru karet yang membuat pengunjuk rasa antikudeta menyelamatkan diri, di Yangon, Myanmyar, Selasa, 16 Maret 2021.(Foto: Reuters)

Meski begitu, tekanan regional dan internasional harus terus dilakukan agar pasukan keamanan Myanmar tidak menggunakan kekerasan berlebihan dalam menghadapi demonstrasi damai menolak kudeta.

"Tentu harus ada langkah menuju mencari peuang adanya negosiasi. Kalau tidak usaha melakukan negosiasi dari pihak yang berkuasa sekarang, gerakan pembangkangan sipil ini akan semakin semakin tinggi. Ini yang sekarang kita tunggu prosesnya pasca keputusan pertemuan informal (ASEAN)," ujar Rafendi.

Menurut Rafendi, semua pihak sekarang berpacu agar proses rekonsiliasi bisa mengontrol gerakan pembangkangan sipil di Myanmar. Kalau tidak ada upaya dialog antara junta dan pemerintahan sipil yang telah digulingkan, maka penyelesaian krisis politik di Myanmar akan semakin sulit.

Konflik di Myanmar Memanas, Sedikitnya 50 WNI Pulang
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:50 0:00

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Senin (15/3), menyesalkan penembakan oleh pasukan keamanan Myanmar yang menewaskan lusinan warga sipil.

Sejauh ini, lebih dari 120 pengunjuk rasa tewas akibat tindakan represif aparat keamanan di Myanmar, ratusan orang cedera, dan dua ribu lebih ditahan.

Tokoh demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi juga sudah menjalani sidang setelah ditangkap di hari pertama kudeta. Dia menghadapi sejumlah dakwaan, termasuk menghasut orang untuk membangkang terhadap junta militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil dipimpin NLD (Liga Nasional untuk Demokrasi), partai yang dikomandoi oleh Suu Kyi. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG