Tautan-tautan Akses

Meski Junta Mengancam, Protes Antikudeta Dimulai Kembali di Myanmar


Orang-orang berkumpul untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 21 Februari 2021. (Foto: REUTERS)
Orang-orang berkumpul untuk memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, 21 Februari 2021. (Foto: REUTERS)

Demonstran di berbagai penjuru Myanmar membangkang peringatan mengenai kekerasan maut, hari Senin (22/2), sewaktu mereka berkumpul kembali dalam jumlah besar. Mereka berunjuk rasa menentang rezim militer negara itu.

Protes tersebut disertai dengan pemogokan umum yang menutup banyak bisnis, termasuk pabrik dan toko-toko grosir. Pemogokan itu diserukan hari Minggu (21/2) oleh kelompok aktivis Gen Z dan Gerakan Pembangkangan Sipil, yang mendesak orang-orang untuk datang bersama-sama untuk melakukan “revolusi musim semi” pada “Lima Dua,” mengacu pada angka dua yang muncul lima kali pada tanggal hari Senin (22/2/2021), yang mengingatkan pada pemberontakan prodemokrasi 8888, 8 Agustus 1988, di Myanmar.

Pesan yang disiarkan hari Minggu di badan penyiaran pemerintah MRTV memperingatkan demonstran “kini menghasut masyarakat, khususnya remaja dan generasi muda yang emosional, untuk menempuh jalur konfrontasi di mana mereka akan mengalami kehilangan nyawa.”

Menjelang protes hari Senin, pasukan keamanan di Yangon memasang penghalang-penghalang jalan di dekat beberapa kedutaan besar negara asing, yang telah menjadi titik berkumpul bagi demonstran yang menyerukan campur tangan asing. Pasukan keamanan di ibu kota, Naypyitaw, menahan beberapa demonstran setelah membubarkan mereka dan mengejar mereka di jalan-jalan.

Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, Minggu (21/2) malam mencuit bahwa ia “sangat prihatin” mengenai peringatan junta, seraya menambahkan peringatannya sendiri, “Tidak seperti 1988, tindakan oleh pasukan keamanan kini direkam dan Anda akan dituntut pertanggungjawaban.”

Tiga orang telah tewas akibat protes harian di berbagai penjuru Myanmar sejak penggulingan pemerintah sipil pada 1 Februari, termasuk 2 orang yang tewas di Mandalay hari Sabtu (20/2) – seorang di antaranya adalah remaja lelaki – sewaktu polisi dan aparat keamanan menggunakan peluru tajam dan peluru karet, gas air mata, meriam air dan katapel terhadap demonstran.

Ada isu layanan internet ditutup di Myanmar pada Senin (22/2) pagi. Kedutaan besar AS termasuk di antara yang memperingatkan masyarakat untuk bersiap-siap menghadapi itu.

NetBlocks, yang melacak gangguan dan penutupan internet, melaporkan bahwa konektivitas di Myanmar pulih mulai pukul 09.00, setelah delapan jam penutupan yang diberlakukan militer. [uh/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG