Tautan-tautan Akses

Libya Peringati Peristiwa Pemberontakan 2011


Para musisi Libya ikut memeriahkan upacara penyalaan obor di Martyrs Square, di Tripoli, Libya, memperingati 10 tahun revolusi negara itu, 16 Februari 2021.
Para musisi Libya ikut memeriahkan upacara penyalaan obor di Martyrs Square, di Tripoli, Libya, memperingati 10 tahun revolusi negara itu, 16 Februari 2021.

Rakyat Libya, Rabu (17/2), memperingati 10 tahun peristiwa pemberontakan 2011 yang menyebabkan terguling dan tewasnya penguasa lama Moammar Gaddafi.

Hari itu tiba sementara perhatian mereka tertuju pada pemerintah yang baru-baru ini ditunjuk untuk memimpin negara itu menyelenggarakan pemilu pada akhir tahun ini.

Perayaan dimulai Selasa malam (16/2) di ibu kota Tripoli, tempat orang-orang berkumpul di alun-alun utama kota di tengah keamanan yang ketat. Jalan-jalan dan alun-alun utama kota itu telah dibersihkan dan didekorasi dengan spanduk-spanduk dan foto-foto yang memperingati peristiwa itu.

Seorang penjual bendera nasional Libya memegang barang dagangannya di Martyrs Square, di pusat kota Tripoli, ibu kota Libya, 16 Februari 2021, sehari menjelang peringatan 10 tahun pemberontakan melawan mantan pemimpin Moammar Gaddafi. (Foto: Mahmud TURKIA/AFP)
Seorang penjual bendera nasional Libya memegang barang dagangannya di Martyrs Square, di pusat kota Tripoli, ibu kota Libya, 16 Februari 2021, sehari menjelang peringatan 10 tahun pemberontakan melawan mantan pemimpin Moammar Gaddafi. (Foto: Mahmud TURKIA/AFP)

Perayaan juga berlangsung di kota-kota lain di wilayah selatan, di mana pesta kembang api di kota Sabha tampaknya melukai sekitar 15 orang, menurut Abdel-Rahman Arish, kepala pusat medis kota itu.

Hassan Wanis, kepala otoritas umum kebudayaan di Tripoli, mengatakan perayaan dan acara peringatan direncanakan di tiga wilayah Libya lama: Tripolitania di barat, Cyrenaica di timur, dan Fezzan di barat daya.

“Semua orang (di berbagai penjuru negara ini) kali ini siap merayakannya untuk mempersatukan negara,'' katanya.

Kursi milik almarhum pemimpin Libya Moammar Gaddafi, dipajang di Museum Martir di Misrata, Libya, 16 Januari 2021. Gambar diambil 16 Januari 2021.
Kursi milik almarhum pemimpin Libya Moammar Gaddafi, dipajang di Museum Martir di Misrata, Libya, 16 Januari 2021. Gambar diambil 16 Januari 2021.

Libya telah menjadi salah satu pusat konflik terburuk yang tersisa dari pergolakan Arab Spring satu dekade lalu. Pada tahun-tahun pertama setelah penggulingan Gaddafi, negara Afrika Utara itu mengalami kekacauan yang menghancurkan, dan menjadi surga bagi kelompok-kelompok militan Muslim dan kelompok-kelompok bersenjata yang mempertahankan keberadaan mereka dengan melakukan penjarahan dan perdagangan manusia.

Negara kaya minyak itu telah bertahun-tahun terpecah antara dua pemerintahan yang bersaingan, pemerintahan lemah yang didukung PBB di Tripoli dan pemerintahan yang berbasis di timur yang didukung orang kuat Jenderal Khalifa Hifter, kepala Angkatan Bersenjata Arab Libya. Masing-masing pemerintah itu didukung oleh negara-negara asing yang berbeda.

Jenderal Libya Khalifa Hifter dalam pertemuan di Athena, Yunani, 17 Januari 2020. (Foto: dok).
Jenderal Libya Khalifa Hifter dalam pertemuan di Athena, Yunani, 17 Januari 2020. (Foto: dok).

Selama beberapa tahun terakhir, negara ini telah mengalami serangan kekerasan yang menghancurkan. Yang terbaru dimulai pada April 2019, ketika Hifter, yang didukung oleh Uni Emirat Arab, Mesir, dan Rusia, melancarkan serangan untuk merebut Tripoli. Usaha itu gagal setelah Turki meningkatkan dukungan militernya bagi pemerintahan di Tripoli dengan ratusan tentara dan ribuan tentara bayaran Suriah.

Pembicaraan yang dipimpin PBB selama berbulan-bulan menghasilkan kesepakatan pada Oktober lalu yang menuntut penarikan semua pasukan asing dan tentara bayaran dalam waktu tiga bulan, dan kepatuhan pada embargo senjata PBB.

Pembicaraan itu juga membuahkan Forum Dialog Politik Libya, yang pada awal bulan ini menunjuk pemerintah sementara, Dewan Presiden yang beranggota tiga orang dan seorang perdana menteri yang akan memimpin negara itu melalui pemilihan yang dijadwalkan berlangsung pada 24 Desember.

Abdul Hamid Mohammed Dbeibah, di lokasi yang dirahasiakan dekat Jenewa, Swiss, 3 Februari 2021. (Foto: PBB/AFP)
Abdul Hamid Mohammed Dbeibah, di lokasi yang dirahasiakan dekat Jenewa, Swiss, 3 Februari 2021. (Foto: PBB/AFP)

Pemerintahan sementara itu mencakup Mohammad Younes Menfi, diplomat Libya dari wilayah timur negara itu, sebagai ketua Dewan Kepresidenan Libya. Abdul Hamid Mohammed Dbeibah, pengusaha pragmatis yang memiliki kontak luas dari kota Misrata, diangkat sebagai perdana menteri.

Dbeibah masih berkonsultasi untuk membentuk kabinetnya, yang membutuhkan konfirmasi dari parlemen negara yang terpecah. Menfi tiba di Tripoli pada Selasa dan bertemu dengan Dbeibah dan pejabat lainnya.

Dalam pembicaraan telepon terpisah dengan Menfi dan Dbeiba, Selasa (16/2), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan pentingnya menyelenggarakan pemilu dan menerapkan kesepakatan gencatan senjata, termasuk penarikan pasukan asing dari Libya. Setidaknya, menurut PBB, ada 20.000 tentara bayaran dan pejuang asing di negara itu saat ini.

Dalam sebuah laporan yang ditujukan untuk memperingati peristiwa pergolakan di Libya, Amnesty International mengulangi seruannya untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang diduga terlibat dalam kejahatan perang dan pelanggaran HAM serius selama sepuluh tahun terakhir. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG