Tautan-tautan Akses

Ketahanan Pangan di Gaza yang Rawan Semakin Memburuk akibat Pandemi


Petugas medis menyemprotkan disinfektan di pasar utama kota Gaza, di tengah pandemi Covid-19 di Jalur Gaza (foto: dok).
Petugas medis menyemprotkan disinfektan di pasar utama kota Gaza, di tengah pandemi Covid-19 di Jalur Gaza (foto: dok).

Di Gaza, keluarga-keluarga yang berada dalam karantina mendapatkan bantuan makanan dari PBB. Pandemi telah memperburuk situasi ketahanan pangan di kawasan itu, yang telah diblokade sejak 2007.

Warga Gaza kini menunggu persediaan makanan yang sangat dibutuhkan. Keluarga-keluarga di wilayah itu hampir tidak mampu membeli makanan sebelum pandemi, dan sekarang situasi mereka semakin memburuk.

Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah kembali memberikan bantuan makanan di jalur Gaza setelah dihentikan selama beberapa waktu karena pembatasan terkait virus corona.

Matthias Schmale, direktur UNRWA di Gaza, berbicara mengenai kondisi itu. “Kami memprioritaskan keluarga-keluarga yang sedang berada dalam karantina, yang benar-benar keluar tidak bisa membeli makanan.”

Sejak September, lebih dari 3.000 keluarga yang menjalani karantina telah menerima paket makanan lengkap, kata Matthias Schmale, tetapi dia menambahkan bahwa masih ada lebih banyak keluarga yang membutuhkan.

"Kami berusaha meningkatkan bantuan. Ada hampir satu juta orang yang masih menunggu bantuan makanan dalam kuartal ketiga ini," tambahnya.

Sementara itu, dalam beberapa hari Gaza diperkirakan akan kehabisan alat pengujian virus corona dan juga dalam beberapa minggu akan kehabisan obat yang diperlukan untuk mengatasi virus itu.

Kementerian Kesehatan Palestina memperingatkan bahwa mereka tidak akan dapat melakukan tes virus corona dalam beberapa hari karena perangkat pengujian hampir habis.

Para dokter dan petugas medis kewalahan merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit al-Quds, kota Gaza (foto: dok).
Para dokter dan petugas medis kewalahan merawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit al-Quds, kota Gaza (foto: dok).

Kementerian itu telah melakukan rata-rata 1.500 tes setiap hari sejak kasus pertama terdeteksi di antara penduduk Gaza pada 24 Agustus. Sejak saat itu, jumlah orang yang terinfeksi di wilayah miskin itu telah berlipat ganda. Tetapi, sumber daya dalam sektor kesehatan di wilayah itu sudah habis bahkan sebelum pandemi.

Moneer al-Bursh, direktur umum farmasi kementerian kesehatan, mengatakan 50% persediaan obat telah habis di fasilitas penyimpanan kementerian bahkan sebelum virus corona muncul. Dia menambahkan sekarang virus membuat situasi jauh lebih sulit karena kementerian mengeluarkan obat dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada sebelumnya.

“Hanya beberapa minggu sebelum obat yang digunakan selama pandemi virus corona akan habis. Situasi demikian mengarah pada peringatan berbahaya dalam sektor kesehatan Gaza,” kata al-Bursh.

Sejak 2007, Gaza berada di bawah blokade Israel-Mesir yang dimaksudkan untuk mengisolasi Hamas, kelompok militan Islam yang merebut kekuasaan di wilayah itu dari Otoritas Palestina yang diakui secara internasional.

Blokade itu diyakini berperan penting dalam memperlambat datangnya virus corona.

Hanya sedikit orang yang dapat masuk dan keluar dari wilayah itu, dan Hamas menempatkan siapa pun yang kembali ke Gaza ke pusat karantina wajib selama tiga minggu.

Sebelum bulan lalu, beberapa orang yang terjangkit virus corona di Gaza ditempatkan di fasilitas isolasi. Sekarang, teradapat lebih dari 2.500 kasus aktif dan virus itu semakin membebani sistem perawatan kesehatan yang sudah kewalahan.

Para ahli telah memperingatkan bahwa wabah yang lebih luas di Gaza, tempat bermukim sekitar 2 juta warga Palestina, dapat menjadi bencana besar karena sektor kesehatan yang rapuh. [lt/jm]

XS
SM
MD
LG