Tautan-tautan Akses

Menlu RI: 99 Orang Rohingya di Aceh Resmi Berstatus Pengungsi


Warga Rohingya dari Myanmar, duduk di garis pantai desa Lancok, di Kabupaten Aceh Utara, Indonesia, 25 Juni 2020.
Warga Rohingya dari Myanmar, duduk di garis pantai desa Lancok, di Kabupaten Aceh Utara, Indonesia, 25 Juni 2020.

Sebanyak 99 warga etnis minoritas muslim Rohingya yang lari dari negara bagian Rakhine, Myanmar, ke Aceh telah resmi berstatus pengungsi di bawah perlindungan UNHCR (Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Pengungsi).

Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (23/7) menjelaskan sebanyak 99 warga etnis minoritas muslim Rohingya yang lari dari negara bagian Rakhine, Myanmar, ke Aceh telah resmi berstatus pengungsi di bawah perlindungan UNHCR (Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi).

"UNHCR telah selesai melakukan registrasi terhadap seluruh 99 migran (orang Rohingya). Saat ini mereka semua resmi menjadi pengungsi di bawah mandat perlindungan UNHCR Indonesia," kata Retno.

Menlu: 99 Orang Rohingya di Aceh Resmi Berstatus Pengungsi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:18 0:00

Sebanyak 99 pengungsi etnis Rohingya itu terdiri dari 72 perempuan (31 dewasa dan 41 anak) dan 27 lelaki (16 dewasa dan 11 anak).

Retno menambahkan kondisi kesehatan 99 pengungsi Rohingya di Aceh tersebut baik dan bebas dari Covid-19 setelah menjalani tes. Menurutnya, penerapan protokol kesehatan untuk pencegahan Covid-19 terus dilakukan, terutama untuk membatasi interaksi antara para pengungsi Rohingya dengan masyarakat setempat.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam konferensi pers di Jakarta, 23 Juli 2020. (Foto: screenshot/YouTube-MoFA Indonesia)
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam konferensi pers di Jakarta, 23 Juli 2020. (Foto: screenshot/YouTube-MoFA Indonesia)

Retno menekankan tidak ada para pengungsi yang mengalami persoalan kesehatan yang serius dan tidak ada pengungsi hamil saat ini. Dia mengatakan UNHCR dan UNICEF bekerjasama dengan lembaga non-pemerintah berupaya menyediakan layanan psikologi untuk anak-anak pengungsi Rohingya di Aceh.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengatakan pemerintah Indonesia harus melakukan berbagai mekanisme kesehatan, keimigrasian, kamtibmas dan juga pertahanan dan keamanan.

“Karena tidak mustahil, tidak murni pengungsi, pasti ada orang-orang yang punya masalah dengan kamtibmas, pertahanan dan keamanan akibat kondisi yang ada di Rohingya. Dan kemudian melakukan langkah-langkah di dalam negeri untuk mengawasi dan juga memfasilitasi,” ungkap Rezasyah.

Rezasyah menilai dialog regional penting namun dilakukan dengan tidak menempatkan Myanmar sebagai tertuduh.

Sebanyak 99 pengungsi etnis Rohingya itu ditemukan di tengah laut, sekitar empat mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, pada 24 Juni 2020. Mereka semula ingin ke Malaysia dengan harapan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan bertemu keluarga mereka di sana.

Terombang-ambing di tengah laut dengan suplai makanan dan minuman minim membuat warga sekitar merasa iba dan membawa mereka ke darat. Pemerintah kini menampung pengungsi tersebut untuk sementara di gedung bekas Kantor Imigrasi Punteut, Blang Mangat, Lhokseumawe.

Tahun lalu, warga Aceh juga melakukan penyelamatan terhadap etnis Rohingya yang terdampar. Sebanyak 79 warga Rohingnya terdampar di pantai Kuala Raja, Kabupaten Bireuen, Aceh, pada 20 April 2019, setelah awal April pada tahun yang sama nelayan setempat menyelamatkan lima pengungsi Rohingya, yaitu dua lelaki dewasa, dua perempuan dan seorang anak yang 20 hari terombang-ambing di laut.

Berdasarkan data UNHCR Indonesia, ada kurang lebih sekitar 13.500 pengungsi yang terdaftar di Indonesia, dan 28 persennya anak-anak. Sedangkan kementerian Luar Negeri pada 2015 mencatat terdapat sekitar sebelas ribu pengungsi Rohingya di Indonesia. [fw/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG