Tautan-tautan Akses

Luas Hutan Bakau di Pesisir Timur Sumatra Utara Terus Terdegradasi


Hutan bakau yang ada di kawasan pantai timur Sumatra Utara yang terus terdegradasi. (courtesy: Onrizal).
Hutan bakau yang ada di kawasan pantai timur Sumatra Utara yang terus terdegradasi. (courtesy: Onrizal).

Kawasan mangrove atau biasa disebut dengan hutan bakau di pantai timur provinsi Sumatra Utara (Sumut) terus mengalami penyusutan. Mirisnya, dalam kurun waktu tiga dekade hutan bakau di pesisir timur Sumut mengalami penyusutan hingga 60 persen.

Onrizal, peneliti sekaligus dosen kehutanan Universitas Sumatra Utara (USU) mengungkapkan tentang penyusutan hutanbakau itu dalam studi spasial yang dilakukannya dengan membandingkan kondisi 30 tahun yang lalu mulai dari Aceh Timur hingga ke Kabupaten Deli Serdang di Sumut.

Hutan bakau di kawasan tersebut terus terdegradasi dan hilang karena beralih fungsi menjadi tambak ikan serta udang, dan perkebunan kepala sawit hingga semak belukar lantaran penebangan liar terhadap tumbuhan mangrove untuk dijadikan arang.

"Mulai dari Aceh Timur sampai ke Deli Serdang kawasan ini sudah kehilangan mangrove dalam waktu 30 tahun terakhir sebesar 60 persen. Belum lagi dihitung kerusakan. Hilang saja sudah 60 persen dan tersisa 40 persen. Nah itu 40 persen kondisinya belum tentu baik," kata Onrizal dalam diskusi online tentang ekspose data kerusakan hutan pantai timur Sumut, Jumat (25/4).

Penebangan liar dengan intensitas yang tinggi masih terjadi di sekitar kawasan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumut. Menurut Onrizal, kawasan itu menjadi daerah di Sumut yang paling besar menyumbang hilangnya hutan bakau dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

"Sebagian besar menjadi semak belukar. Ini daerah memang masih banyak kilang-kilang dapur arang bakau. Penebangan sangat luar biasa. Mangrove di sana sangat kecil tersisa," ungkapnya.

Penyusutan Luas Hutan Bakau Juga Terjadi di Langkat Timur Laut

Luas hutan bakau yang terus menyusut juga terjadi di dalam kawasan konservasi seperti di Suaka Margasatwa Karang Gading, Langkat Timur Laut, Sumut. Onrizal menyebut, kawasan konservasi itu kehilangan hutan bakau sedikitnya 26 persen dalam kurun waktu tiga dekade.

"Mestinya di kawasan konservasi tidak ada yang hilang. Di sana sawit tumbuh subur," tuturnya.

Kerusakan hutan bakau tak sebanding dengan program rehabilitasi yang selama ini dilakukan. Kehilangan hutan bakau jauh lebih besar daripada memulihkannya. Hal itu membuat tren di Sumut baik di luar atau dalam kawasan konservasi luas hutan bakau terus berkurang.

"Kalau direhabilitasi belum tentu sukses tapi kalau dirusak sudah pasti rusaknya," ucap Onrizal.

Kawasan hutan bakau yang beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit di pantai timur Sumatra Utara. (courtesy: Onrizal).
Kawasan hutan bakau yang beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit di pantai timur Sumatra Utara. (courtesy: Onrizal).

Keanekaragaman Ikan Terdampak

Dampak kerusakan hutan bakau juga berpengaruh terhadap keanekaragaman dan volume penangkapan ikan di Pantai Timur Sumut. Menurut data dari Onrizal, kerusakan hutan bakau menyebabkan 66 persen jenis ikan jadi sulit tertangkap. Mirisnya, 28 persen jenis ikan tidak lagi pernah tertangkap. Hanya tersisa beberapa persen saja ikan yang dulu tertangkap dan sekarang juga masih terjaring.

"Akibatnya dari sisi pendapatan nelayan berkurang lebih dari 40 persen," katanya.

WALHI: Resminya Hanya Ada 4 Ijin Perkebunan di Pantai Timur Sumut

Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut, Dana Prima Tarigan juga membenarkan bahwa ada pengurangan jumlah tutupan hutan bakau di pesisir timur Sumut. Kerusakan yang disebabkan oleh manusia cukup signifikan merubah tutupan kawasan di pantai timur Sumut.

"Sejak 20 tahun terakhir penurunan luas tutupan hutan di pantai timur Sumut dapat diklasifikasi yaitu perkebunan kelapa sawit berperan sebanyak 45 persen dalam penurunan status kawasan hutan bakau. Lalu, tambak itu 35 persen, pertanian sebanyak 25 persen, dan hal-hal lain seperti abrasi, dapur arang, reklamasi tambang pasir itu 5 persen," sebut Dana.

Dalam perkembangan terbaru, WALHI Sumut telah melakukan penelusuran dan mendapatkan informasi dari laman resmi Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan yang menyebut hanya ada empat izin perkebunan di pantai timur Sumut.

"Kami masih menyelidiki kenapa banyak perusahaan kepala sawit di situ," kata Dana.

Menurut data yang dipaparkan WALHI Sumut, pantai timur Sumut terbentang dari Kabupaten Langkat sampai ke Labuhanbatu Selatan sepanjang 314 kilometer dengan total luas mencapai 47.499 hektare yang meliputi hutan kawasan lindung dan konservasi. Daerah alih fungsi lahan terluas ada di Labuhan Batu, Serdang Bedagai, dan Deli Serdang.

Pada SK Kehutanan No 44 Tahun 2015 luas kawasan hutan lindung dan konservasi sekitar 60.064 hektare tapi di tahun 2018 itu berubah menjadi 47.499 hektare. Artinya ada pengurangan sekitar 12.565 hektare kurun waktu 13 tahun. Bahkan WALHI Sumut mempertanyakan status kawasan yang diturunkan oleh pemerintah menjadi areal penggunaan lain (APL). Labuhan Batu menjadi kabupaten terbanyak yang status hutan lindungnya diturunkan menjadi APL, disusul Deli Serdang, Batubara, dan Asahan.

"Ini harus diselamatkan harus ditindak pemerintah dan aparat keamanan kalau mau menyelamatkan pantai timur Sumut. Kalau tidak sebagian besar wilayah pantai timur Sumut akan tenggelam karena abrasi, dan alih fungsi," pungkas Dana.

Hutan mangrove memiliki peranan penting dan manfaat bagi lingkungan sekitar khususnya bagi penduduk pesisir seperti mencegah erosi dan abrasi pantai, serta intrusi. Hutan bakau juga berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir hingga menjadi tempat berkembang biaknya biota perairan. Dari beberapa hasil riset diketahui jika hutan bakau sehat maka populasi biota air akan semakin banyak dan sehat. Sebaliknya, jika hutan bakau rusak maka berdampak pada hilangnya biota air di kawasan hutan bakau. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG