Tautan-tautan Akses

Trump Dorong Penggunaan Obat Malaria yang Belum Diuji Untuk Pasien Virus Corona


Seorang peneliti Universitas Minnesota meneliti sampel Covid-19 di Minneapolis, Minnesota (foto: ilustrasi). Para peneliti AS sedang meneliti apakah obat malaria hydroxychloroquine efektif dalam melawan Covid-19.
Seorang peneliti Universitas Minnesota meneliti sampel Covid-19 di Minneapolis, Minnesota (foto: ilustrasi). Para peneliti AS sedang meneliti apakah obat malaria hydroxychloroquine efektif dalam melawan Covid-19.

Meskipun belum ada penelitian ilmiah yang menunjukkan keefektifannya, Presiden Donald Trump mengatakan Amerika telah membeli hampir 30 juta dosis hydroxychloroquine untuk perawatan virus corona. Trump mendorong penggunaan obat itu meskipun ada peringatan dari pakar-pakar kesehatan terkemuka Amerika.

Berbagai apotik di Afrika kehabisan pil anti-malaria, setelah warga memburu obat tersebut guna menangkal virus corona, meskipun belum ada data yang menunjukkan keefektifannya.

Berbagai negara yang kewalahan dengan wabah ini memperluas akses atas hydroxychloroquine guna merawat pasien Covid19, termasuk Amerika.

“Kami telah membeli 29 juta dosis hydroxychloroquine. Kami datangkan dari berbagai laboratorium. Kami lakukan di sini karena jika terbukti berhasil, kami ingin memilikinya,” kata Trump.

Hydroxychloroquine – dikenal dengan merk Plaquenil – digunakan untuk merawat malaria, lupus dan rematik. Meskipun manfaatnya belum terbukti, sejak Februari lalu Trump berulangkali mendorong penggunaanya.

“Lakukan saja. Apa salahnya? Mungkin saya minum, ok? Saya harus tanya dokter tapi mungkin saya minum,” imbuh Trump.

Presiden AS Donald Trump dan dr. Anthony Fauci, anggota satgas penanganan Covid-19 (foto: dok).
Presiden AS Donald Trump dan dr. Anthony Fauci, anggota satgas penanganan Covid-19 (foto: dok).

Pakar kesehatan terkemuka di Amerika Anthony Fauci, anggota satgas penanganan virus corona, berulangkali mengatakan efektifitas hydroxychloroquine hanya berita mulut ke mulut, tak berdasarkan data.

Axios melaporkan penasehat Gedung Putih urusan perdagangan, Peter Navarro, bentrok dengan Fauci terkait obat ini. Pertengahan Maret lalu pemerintahan Trump menyetujui penggunaan obat ini secara darurat, meskipun belum ada kajian klinis.

Pakar penyakit menular dan mikrobiologi di John Hopkins – Blomberg School of Public Health, David Sullivan, mengatakan, “Chloroquine telah diujicoba untuk lebih dari sepuluh penyakit akibat virus, tidak pernah ada bukti obat itu efektif secara klinis. Hanya ada sedikit penelitian dengan cakupan kecil bahwa obat itu mungkin bermanfaat. Kita membutuhkan hasil uji coba klinis secara acak untuk melihat apakah memang obat itu memberi dampak apapun.”

Trump menyebutkan bahwa Negara dengan tingkat penyakit malaria tinggi memiliki jumlah kasus virus korona rendah, dan orang yang mengidap lupus jarang terpapar virus ini.

Namun, menurut Anand Parekh, mantan pejabat kesehatan yang kini bekerja di Bipartisan Policy Center, “Sampai kita punya data dan bukti, jangan langsung mengambil kesimpulan. Alasan mengapa negara-negara yang memiliki tingkat penyakit malaria tinggi hanya memiliki sedikit perebakan virus corona, misalnya di Afrika, adalah karena mereka tidak melakukan pengujian semasif di negara lain.”

Berbagai rumah sakit di Amerika telah memberikan hydroxychloroquine pada pasien virus corona, dengan alasan obat itu relatif aman dan tidak merugikan. Namun hydroxychloroquine dinilai tidak aman bagi orang yang mengidap penyakit jantung. [pw/em]

XS
SM
MD
LG