Tautan-tautan Akses

Hungaria Tolak Kritikan Terhadap Hukum Darurat Terkait COVID-19


Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban tiba untuk menghadiri rapat paripurna di Parlemen menjelang voting untuk memberikan kekuasaan khusus kepada pemerintah untuk menangani wabah virus corona (COVID-19), di Budapest, Hongaria,30 Maret 2020.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban tiba untuk menghadiri rapat paripurna di Parlemen menjelang voting untuk memberikan kekuasaan khusus kepada pemerintah untuk menangani wabah virus corona (COVID-19), di Budapest, Hongaria,30 Maret 2020.

Hongaria, Kamis (2/4), mengecam kritikan terhadap sejumlah langkah tegas terkait virus corona, termasuk mengizinkan pemerintah memberlakukan keputusan sampai pemberitahuan lebih lanjut, dinilai sebagai "contoh khas standar ganda."

Parlemen negara Eropa tengah itu menyetujui RUU itu, Senin (30/3), yang memberikan Perdana Menteri Viktor Orban kekuasaan luar biasa dalam menanggapi pandemi.

Hal tersebut termasuk aturan tanpa persetujuan parlemen dan juga hukuman penjara bagi mereka yang terbukti bersalah menyebarkan disinformasi tentang epidemi atau mengganggu upaya-upaya untuk menahan penyebaran virus corona.

Pada Kamis (2/4), Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen menyatakan keprihatinannya mengenai situasi di Hongaria.

Von der Leyen mengemukakan jika langkah-langkah darurat diperlukan, maka tindakan itu harus proporsional, harus ditinjau secara teratur dan "tidak boleh berlangsung tanpa batas waktu."

Juru bicara internasional pemerintah Hongaria Zoltan Kovacs menolak sejumlah kekhawatiran terkait undang-undang baru itu dan bersikeras dengan kekuatan Orban yang baru tidak melebihi kekuasaan Presiden Perancis sebagaimana biasanya.

Kovacs memaparkan undang-undang itu disesuaikan dengan kebutuhan khusus Hungaria sekaligus menambahkan adanya "upaya mencari-cari pihak untuk disalahkan dan kampanye kotor yang terkoordinasi di media" terhadap negara tersebut.

Sementara itu, kabinet pimpinan Perdana Menteri Belgia Sophie Wilmes juga diberi wewenang memerintah berdasarkan dekrit tanpa persetujuan parlemen selama enam bulan.

Para anggota parlemen Prancis mengesahkan undang-undang yang meningkatkan kekuatan perdana menteri, sebuah langkah yang dikritik keras oleh Persatuan Hakim dan Liga Hak Asasi Manusia negara itu. [mg/ft]

XS
SM
MD
LG