Tautan-tautan Akses

Wabah Virus Corona Meluas, “Salam Siku” Jadi Tren Dunia


Wakil Presiden AS Mike Pence yang memimpin gugus tugas virus corona pemerintah AS bertukar salam siku di Pusat Operasi Gawat Darurat Negara Bagian Wasington, di Tacoma, Washington, 5 Maret 2020. (Foto: Reuters)
Wakil Presiden AS Mike Pence yang memimpin gugus tugas virus corona pemerintah AS bertukar salam siku di Pusat Operasi Gawat Darurat Negara Bagian Wasington, di Tacoma, Washington, 5 Maret 2020. (Foto: Reuters)

Gubernur negara bagian Washington Jay Inslee dan beberapa pejabat lain menyambut kedatangan Wakil Presiden AS Mike Pence di Pangkalan Angkatan Udara Lewis-McChord pada Kamis (5/3) dengan “salam siku,” bukan berjabat tangan sebagaimana yang biasa dilakukan.

Pence, yang merupakan Ketua Satuan Tugas Penanganan Virus Corona Amerika, datang ke negara bagian itu untuk mengkaji perebakan virus di sana dan di sejumlah negara bagian lain. Virus tersebut hingga Sabtu (7/3) telah menjangkiti lebih dari 330 orang dan menewaskan tujuh belas orang.

Sehari sebelumnya “salam siku” juga dilakukan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional IMF Kristalina Georgieva ketika bertemu Presiden Bank Dunia David Malpass pada hari Rabu (4/3).

Stasiun televisi CNN juga melaporkan bagaimana Menteri Dalam Negeri Jerman Horst Seehofer menolak uluran tangan Kanselir Angela Merkel ketika akan melangsungkan pertemuan hari Selasa (3/3). Ia memilih untuk menjaga jarak tangan ketika memberi salam.

"Salam siku" juga dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ketika bertemu sejumlah pejabat pada pertengahan minggu ini.

Pakar Komunikasi: Salam Siku Sah Saja!

Virus corona, yang dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 90 negara, mendorong orang untuk membatasi kontak fisik, termasuk berjabattangan. “Salam siku,” yang semula menjadi keseharian atlet –khususnya dalam pertandingan basket– kini dinilai menjadi cara berkomunikasi yang aman.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ketika bertemu sejumlah pejabat. (Foto: Courtesy/Kemenlu RI)
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ketika bertemu sejumlah pejabat. (Foto: Courtesy/Kemenlu RI)

Pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, mengatakan “sah sekali” mengubah cara memberi salam di saat meluasnya wabah virus corona seperti sekarang ini. Menurutnya tujuan semua tindakan komunikasi adalah pesan tersampaikan, dan konteks sangat penting.

"Dalam konteks sekarang, maka salaman baru justru makin penting maknanya, yaitu bahwa orang masih sangat ingin bersalaman tetapi caranya berbeda. Dan mengingatkan kita tetap bisa hidup bareng, tetap sambung rasa, sambil sekaligus menangkal penyebaran corona,” ujarnya ketika dihubungi VOA melalui telepon Sabtu malam (7/3).

Kang Maman: Dalam Kondisi Darurat, Perlu Hal Khusus

Sementara penulis dan pembawa acara terkenal, Kang Maman, menilai dalam situasi darurat, “banyak hal-hal khusus yang juga sifatnya darurat yang dilakukan untuk menghadapi situasi. Jika hal itu baik atas berbagai pertimbangan ilmiah, silakan. Toh niatnya demi kebaikan bersama," katanya.

Pembawa acara Kang Maman. (Foto: Kang Maman/Arsip Pribadi)
Pembawa acara Kang Maman. (Foto: Kang Maman/Arsip Pribadi)

Namun mantan wartawan ini juga buru-buru menggarisbawahi hal-hal yang tidak boleh, yaitu panik, lalu saling curiga satu sama lain dan saling menghindari satu sama lain.

Jabat Tangan Berpotensi Timbulkan Risiko Penularan

Menurut dr. Mariya Mubarika, berjabat tangan yang biasa dilakukan memang berpotensi menjadi “wahana” penularan virus.

“Area tubuh yang paling rawan adalah telapak tangan dan tangan, karena droplet bisa menempel. Jika mengusap wajah, hidung, mata, mulut, maka kuman akan masuk dan menginfeksi,” paparnya ketika dihubungi VOA Sabtu malam (7/3).

Ia mencontohkan bagaimana bersentuhan tangan dapat menimbulkan risiko jika telapak tangan terkena tangan yang ternyata ada kumannya, kemudian mengusap wajah.

“Poin pentingya adalah di perpindahan droplet, dari telapak tangan ke hidung, mata dan mulut. Juga ketika misalnya duduk di meja yang ada droplet, lalu tangan mengusap baju tempat dudukan, kemudian mengusap wajah, yaa bisa juga menimbulkan risiko, meski tanpa salaman,” paparnya.

CDC Dorong “Social Distancing”

Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) lewat berbagai cara telah meminta warga masyarakat untuk mengambil berbagai tindakan yang perlu guna meminimalisir risiko tertular virus corona, termasuk mendorong upaya menjaga jarak secara sosial atau social distancing. CDC juga menyarankan untuk menutup mulut ketika batuk, mencuci tangan dan tidak ke luar rumah ketika sakit.

Selain jabat tangan, para pejabat berwenang juga menyarankan untuk tidak lagi menyapa dengan cium pipi. Menteri Kesehatan Perancis Olivier Veran menyarankan warganya agar tidak lagi melakukan “faire la bise” atau “cium pipi” yang menjadi bagian dari tradisi komunikasi mereka.

Otoritas berwenang di Italia juga menyampaikan saran serupa. Ada 716 kasus perebakan virus corona di Perancis saat ini, termasuk 11 korban meninggal dunia. Sementara di Italia, lebih dari 4.600 orang tertular virus mematikan itu, sementara 197 orang meninggal dunia.

Hingga Sabtu, 104 Ribu Orang Tertular Virus Corona di Dunia

Virus corona, yang berawal di kota Wuhan, China, telah menjangkiti lebih dari 104 ribu orang di 90 negara hingga hari Sabtu (7/3). Sedikitnya 3.500 orang meninggal dunia. Korea Selatan, Iran dan Italia adalah tiga negara dengan jumlah perebakan paling banyak di luar China. [em/ah]

XS
SM
MD
LG