Tautan-tautan Akses

Menlu Retno Sampaikan Krisis Kemanusiaan di Rakhine, Myanmar dalam Sidang Majelis Umum PBB


Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam Sidang DK PBB di New York yang dipimpin oleh Menlu RO Retno Marsudi 7 Mei 2019 lalu (Foto: dok).
Sekjen PBB Antonio Guterres berbicara dalam Sidang DK PBB di New York yang dipimpin oleh Menlu RO Retno Marsudi 7 Mei 2019 lalu (Foto: dok).

Sidang Majelis Umum PBB 2019 selain membahas perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan juga disertai sejumlah pertemuan pejabat tinggi beberapa negara termasuk Indonesia. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi turut hadir dan menyampaikan paparannya terkait krisis kemanusiaan di negara bagian Rakhine, Myanmar, dan pengungsi Rohingya.

Pertemuan pejabat tinggi terkait isu pengungsi Rohingya di forum PBB pada 24 September 2019 menandai 2 tahun krisis kemanusiaan di negara bagian Rakhine, Myanmar, tempat bermukim warga etnis minoritas Rohingya yang kebanyakan Muslim. Pertemuan yang diselenggarakan Bangladesh itu dihadiri oleh sejumlah negara di antaranya Malaysia, Arab Saudi, Turki, Indonesia, Australia. Hadir pula dalam acara ini Sekjen Organisasi Kerjasama negara-negara Islam (OKI), utusan khusus Kanada dan juga utusan khusus Sekjen PBB untuk isu Myanmar.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang mewakili Indonesia dalam forum itu mengemukakan bahwa upaya repatriasi yang dilakukan pada Agustus lalu mengalami kegagalan disertai menurunnya tingkat kepercayaan yang kian melebar.

“Upaya terakhir melakukan repatriasi bulan lalu mengalami kegagalan. Dan defisit kepercayaan yang semakin melebar,” kata Retno.

Faktor penghalang yang paling mengkhawatirkan saat ini menurut Retno adalah perasaan saling tidak percaya antara banyak pihak dan juga di dalam komunitas Rohingya itu sendiri. Retno menambahkan mengenai perlunya upaya mencari cara menyelesaikan masalah tersebut.

Ada dua hal yang dapat dilakukan Indonesia dan juga ASEAN untuk mengatasi masalah pengungsi Rohingya. Dalam jangka pendek, kata Retno, pengungsi Rohingya memerlukan bantuan kemanusiaan. Akan tetapi sudah banyak negara termasuk Indonesia, yang memberikan bantuan tersebut baik bagi pengungsi di Bangladesh maupun di Myanmar. Sementara itu dalam jangka panjang dan menengah, para pengungsi Rohingya membutuhkan keamanan yang berkelanjutan . Menurut Retno, hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan dan pemberdayaan baik di bidang sosial maupun ekonomi.

“Jadi kalau Rohingya dibawa kembali ke tempat asal mereka, perlu dipersiapkan situasi yang aman dan kondusif termasuk pembangunan dan pemberdayaan sosial ekonomi di Rakhine State."

Selain bantuan kemanusiaan, Indonesia juga menyediakan sejumlah rumah sakit dan sekolah-sekolah. Minggu ke-tiga September 2019, Indonesia menjadi tuan rumah dialog antarumat beragama. Indonesia mengharapkan dialog tersebut dapat menciptakan rasa saling percaya terkait masalah pengungsi Rohingya.

Indonesia bersama sejumlah negara di Asia Tenggara juga melakukan upaya peningkatan kepercayaan bagi terciptanya perdamaian yang berkelanjutan di negara bagian Rakhine.

Menurut sebuah laporan, ASEAN merekomendasikan kerjasama komprehensif terkait pengungsi Rohingya yaitu meningkatkan kapasitas pusat transit pengungsi. elakukan diseminasi informasi dalam berkomunikasi dengan pengungsi yang ada di Cox Bazaar, Bangladesh, dan mendukung penyediaan kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi.

Fasilitas pendidikan dan kesehatan menjadi penting di mana aktivitas ekonomi harus terus ada dan memadai.

Yang jelas, kata Retno setelah melakukan beberapa pertemuan bilateral, aksi nyata dan segera di lapangan perlu dilakukan oleh semua pihak.

Indonesia memandang pentingnya kontribusi dan keterlibatan konstruktif oleh semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga dapat mengembalikan kepercayaan di antara komunitas Rohingya sendiri.

Retno menyatakan kompleksitas isu terkait pengungsi Rohingya dan negara bagian Rakhine itu tidak harus dijadikan alasan dalam menemukan solusi yang dapat diwujudkan.

“Kompleksitas ini tidak harus dijadikan alasan untuk menemukan satu solusi yang dapat terwujud. Kita perlu cari cara pemecahan masalah itu,” tambah Retno.

Kepada VOA, Retno Marsudi menyebutkan pada tahun 2015 Indonesia menampung sekitar 2.000 pengungsi Rohingya namun tidak menyebutkan data pengungsi yang terakhir.

Terkait rencana berapa lama atau kapan pengungsi dipulangkan ke tempat asal mereka, Menlu Retno tidak memberi keterangan lebih lanjut. (mg)

Recommended

XS
SM
MD
LG