Tautan-tautan Akses

Kekerasan di Venezuela Bangkitkan Kekhawatiran di Kalangan Pengecam Kebijakan AS


Para demonstran melemparkan batu ke arah pihak berwenang Venezuela, di perbatasan antara Brasil dan Venezuela, Sabtu, 23 Februari, 2019. (Foto: dok).
Para demonstran melemparkan batu ke arah pihak berwenang Venezuela, di perbatasan antara Brasil dan Venezuela, Sabtu, 23 Februari, 2019. (Foto: dok).

Bentrokan kekerasan yang menelan korban jiwa antara para pendukung oposisi dan pasukan keamanan pemerintah menimbulkan keprihatinan di kalangan para pengecam kebijakan AS. Mereka menilai, kebijakan AS terlalu agresif dan mempersulit usaha mencapai resolusi perdamaian di negara yang mengalami kebuntuan politik itu. Reporter VOA Brian Padden melaporkan, bentrokan akhir pekan lalu terkait pengiriman bantuan kemanusiaan telah membangkitkan kembali pembicaraan mengenai intervensi militer.

Wakil Presiden AS Mike Pence bertemu pemimpin oposisi Juan Guaido di Bogota, Colombia, Senin (26/2), dalam pertemuan negara-negara Amerika Latin yang mendukung penggulingan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

"Kepada Anda President Guaido, ada sebuah pesan sangat sederhana dari Presiden Trump: kami mendukung Anda 100 persen,” jelasnya.

Pertemuan itu berlangsung setelah pasukan keamanan Venezuela, Sabtu (23/2), melepaskan tembakan ke arah para pendukung oposisi yang berusaha membawa masuk bantuan kemanusiaan ke negara itu. Sedikitnya empat orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Namun, Guaido bersumpah ia tidak akan gentar.

"Hari ini Venezuela terus menghadapi situasi darurat kemanusiaan yang parah, sangat serius, yang sebetulnya bisa diringankan dengan dukungan dari negara-negara di kawasan ini," jelasnya.

AS dan lebih dari 60 negara lain telah mengakui Guaidó, ketua Majelis Nasional, sebagai presiden sementara Venezuela, setelah Maduro memenangkan kursi kepresidenan tahun lalu melalui pemilu yang banyak dianggap diwaranai kecurangan.

Ratusan ton bantuan AS yang dikirim ke perbatasan Venezuela adalah bagian dari strategi yang lebih besar untuk memaksa Maduro mundur. Washington tekah memberlakukan sanksi-sanksi ekonomi terhadap industri minyak yang menggiurkan di negara itu, dan menyerukan agar para pemimpin militer Venezuela menarik dukungan mereka bagi Maduro.

Namun Maduro tampaknya bisa mempertahankan dukungan militer, dan menganggap pengiriman bantuan makanan dan obat-obatan sebagai usaha untuk mengganggu pemerintahnya.

Ada laporan-laporan yang menyebutkan bahwa oposisi menginginkan masyarakat internasional mempertimbangkan penggunaan kekerasan untuk mengakhiri kebuntuan politik. Pemerintahan Trump belum menghapus kemungkinan menggunakan kekuatan militer, namun banyak sekutu AS menentang interbensi bersenjata.

Beberapa pengecam pemerintahan Trump mengatakan, kebijakan Venezuala-nya memprovokasi kekerasan dan menghalangi terciptanya dialog perdamaian.

Mark Weisbrot dari Pusat Riset Ekonomi dan Kebijakan (CEPR) mengatakan, "Jika pemerintahan Trump tidak mencampuri seperti yang mereka lakukan sekarang, kemungkinan akan ada semacam kompromi yang tercipta melalui perundingan. Tapi mereka tidak menginginkan langkah itu. “

Namun para pendukung Trump mengatakan, pasukan keamanan Venezuela lah yang bertanggungjawab atas penindasan di negara itu yang menewaskan warga-warga sipil tidak berdosa.

Roger Noriega, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Urusan Amerika Latin, mengungkapkan, "Hanya sepihak yang memiliki semua senjata, dan itu adalah rezim Nicolas Maduro."

Pada hari Senin, Gedung Putih memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap empat gubernur Venezuela yang dituduh memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan. Sementara itu Pence, menyerukan kepada negara-negara Amerika latin yang menjadi sekutu AS untuk membekukan aset minyak Venezuela dan meningkatkan tekanan diplomatik agar Venezuerla melakukan perubahan demokratis. [ab]

XS
SM
MD
LG