Tautan-tautan Akses

Ilmuwan Kenya Gunakan Satelit untuk Prediksi Wabah di Masa Depan


Seorang pasien yang menderita demam Rift Valley
dirawat di rumah sakit di Nairobi, Kenya (foto: ilustrasi).
Seorang pasien yang menderita demam Rift Valley dirawat di rumah sakit di Nairobi, Kenya (foto: ilustrasi).

Negara-negara dengan sedikit sumber daya untuk mengelola isu kesehatan rentan terhadap wabah penyakit berkala yang ditularkan serangga, yang menimbulkan dampak pada manusia dan ternak.

Salah satu cara terbaik untuk mengurangi dampaknya adalah dengan vaksinasi dan pemberantasan serangan secara tepat waktu. Tetapi bagaimana mengetahui kapan wabah itu akan terjadi?

Demam Rift Valley adalah salah satu penyakit viral yang ditularkan oleh nyamuk, yang menimbulkan dampak pada manusia dan ternak di Afrika dan Semenanjung Arab. Belum ada pengobatan bagi mereka yang tertular dan yang mengidap gejala akut hanya memiliki kemampuan bertahan hidup 50 persen saja.

Vaksinasi ternak membantu, tetapi hanya jika dilakukan sebelum wabah tersebut. Jadi mengetahui kapan wabah itu akan terjadi merupakan faktor yang sangat penting. Tetapi memperkirakan suatu wabah hampir mustahil dilakukan.

Dengan menganalisa pengamatan satelit atas pola cuaca di bumi, para ilmuwan di Universities Space Research Association yang bekerja di Goddard Space Flight Center di NASA, melihat ada suatu kebetulan yang aneh.

“Kami melihat satu hal. Wabah demam Rift Valley telah terjadi di seluruh negara di Afrika Timur ketika El Nino,” kata Assaf Anyamba.

El Nino dan La Nina adalah dua siklus suhu panas dan dingin yang terjadi di khatulistiwa Pasifik, yang secara sangat luar biasa mempengaruhi sistem cuaca hingga ke Samudera Hindia. Hujan yang dibawa kedua siklus ini menciptakan lingkungan yang kaya bagi serangga pembawa penyakit yang disebut “vektor”.

“Walhasil yang terjadi bukan hanya hujan di atas curah hujan normal, tetapi curah hujan yang lebih panjang. Jadi alih-alih memiliki musim tanam selama sekitar tiga bulan, akhirnya kita memiliki musim tanam antara empat hingga lima bulan. Kondisi-kondisi seperti ini di wilayah yang luas seperti Afrika Timur akan mengakibatkan banjir habitat dimana telur-telur nyamuk berada dan berkembangbiaknya vektor,” tutur Anyamba.

Program pemantauan yang didanai Badan Kesehatan Departemen Pertahanan Amerika, Goddard Space Flight Center NASA, Badan Kesehatan Sedunia WHO dan beragam mitra negara, memasok sekitar 25 penerima dengan informasi tentang potensi resiko wabah.

Selain demam Rift Valley, ada beberapa penyakit akibat vektor lain yang berbahaya seperti virus hanta, chikungunya dan demam berdarah.

Anya menambahkan, “Kami mampu memetakan apa yang terjadi di seluruh dunia hampir setiap hari. Kami bisa menentukan anomali apa yang memicu wabah tertentu.”

Selanjutnya, Anyamba mengatakan lebih banyak wabah yang akan bisa dicegah ketika program ini memiliki hal yang bisa dikaji bersama negara-negara dan LSM di negara-negara yang terkena dampak.

Perkiraan ini juga diposting di situs Balai Kedokteran Hewan Dan Entomology– Departemen Pertanian Amerika. [em/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG