Tautan-tautan Akses

BMKG: Gelombang Panas Asia Tidak Terkait Cuaca Ekstrim di Indonesia


Kawasan pertanian di pegunungan Aceh (foto: dok).
Kawasan pertanian di pegunungan Aceh (foto: dok).

Mulai pekan ini beberapa wilayah memasuki El Nino moderat atau fase musim kering (kemarau). Warga diimbau tetap waspada , sementara pemerintah berupaya mengantisipasi berbagai dampak akibat cuaca ekstrim di tanah air.

Para petugas Badan Cuaca Nasional (BMKG) menyatakan Selasa (23/6) , bahwa suhu tinggi atau gelombang panas yang melanda wilayah Asia tidak terkait dengan cuaca ekstrim yang mulai melanda sebagian wilayah, terutama di Sumatera.

Petugas mengatakan, mulai pekan ini beberapa wilayah memasuki El Nino moderat atau fase musim kering (kemarau). Warga diimbau tetap waspada , sementara pemerintah berupaya mengantisipasi berbagai dampak akibat cuaca ekstrim di tanah air.

Beberapa warga mengaku, aktivitas di luar rumah atau gedung cukup terganggu karena cuaca cukup panas. Beberapa petani di Sumatera menunda aktivitas menanam padi karena sumber air dari irigasi utama di beberapa wilayah sentra pertanian minim.

Ibu rumah tangga di Kota Palembang, Fatimah Natsir (31) mengatakan, aktivitas di luar rumah dalam sepekan terakhir dilakukan lebih awal pagi hari, guna menghindari udara panas siang harinya.

"Kabut asap tidak ada di Palembang, tapi panasnya, panas sekali (cuaca), kalau dilihat dari pengukur suhu 33-34 derajat Celsius,” jelasnya.

Menurut Fatimah, beragam aktivitas warga ikut memacetkan ruas jalan-jalan utama dalam kota, sehingga udara panas di Palembang semakin menyengat siang harinya.

Staf Bidang Cuaca Ekstrim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Jakarta, Rifda Novita mengatakan (23/6), wilayah selatan Indonesia mulai memasuki fase kekeringan hingga beberapa bulan ke depan.

“Selatan Indonesia memang masuk fase kekeringan, El Nino moderat. Seperti Riau hari ini dan kemarin berada diatas posisi normal, antara 35-36 derajat Celsius. Wilayah Jawa masih stabil dan normal,” jelas Rifda Novita.

Gelombang panas Asia Selatan, terutama yang melanda India dan Pakistan, tambah Rifda tidak terkait dengan fase cuaca ekstrim Indonesia. Di laporkan bahwa, El Nino atau musim kering (kemarau) yang lebih panjang dari kondisi normal, pernah melanda Indonesia pada tahun 1990 dan 1998.

“Tidak tepat kalau itu akibat suhu panas Pakistan dan Timur Tengah. Buktina Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat cukup kondusif dan aman.”

Media jaringan Asia melaporkan sejak pertengahan Mei lalu, gelombang panas di India megakibatkan 2.000 orang tewas, sementara cuaca ekstrim itu diperkirakan masih akan berlanjut. Pekan ini, 222 warga Pakistan meninggal dunia karena cuaca ekstrem.

Menurut analis, warga di pulau Sumatera kini menjadi warga yang cukup konsumtif. Sebagian wilayah Sumatera memasuki fase wilayah dengan potensi terjadi krisis pangan cukup besar, ditandai dengan berkurangnya lahan pertanian dan hancurnya ekosistem setempat, berkurangnya hutan primer dan penyangga, akibat berbagai praktik ekploitasi sektor perkebunan monokultur (sawit) yang diduga didalangi oleh perorangan maupun korporasi jaringan regional.

Secara priodik, tambah analis Sumatera menjadi pulau yang cukup rawan bencana, selain gempa dan tsunami, setiap tahun Sumatera menjadi wilayah langganan banjir, tanah longsor, pencemaran asap dan kekeringan.​

Recommended

XS
SM
MD
LG