Tautan-tautan Akses

Netanyahu Bersikeras Kerahkan Tentara ke Rafah di Tengah 'Tekanan Internasional'


Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di Konferensi Presiden Organisasi Besar Yahudi Amerika, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Yerusalem, 18 Februari 2024. (Foto: REUTERS/Ronen Zvulun)
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di Konferensi Presiden Organisasi Besar Yahudi Amerika, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Yerusalem, 18 Februari 2024. (Foto: REUTERS/Ronen Zvulun)

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memastikan pada Minggu (17/3) bahwa pasukan Israel akan tetap melakukan penyerangan darat di Rafah Gaza selatan sesuai rencana. Kepastian itu muncul di tengah kekhawatiran banyak pihak bahwa penyerangan tersebut akan menelan lebih banyak korban sipil.

“Tekanan internasional sebesar apa pun tidak akan menghentikan kami mewujudkan semua tujuan perang: melenyapkan Hamas, melepaskan semua sandera kami, dan memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” kata Netanyahu pada rapat kabinet dalam sebuah video yang dirilis oleh kantornya.

“Untuk melakukan ini, kami juga akan beroperasi di Rafah,” tukasnya.

Komentarnya muncul ketika perundingan gencatan senjata di Gaza diperkirakan akan dilanjutkan di Doha.

Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama selama Ramadan di dekat reruntuhan masjid yang hancur, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 15 Maret 2024. (Foto: REUTERS/Mohammed Salem)
Warga Palestina melaksanakan salat Jumat pertama selama Ramadan di dekat reruntuhan masjid yang hancur, di Rafah, selatan Jalur Gaza, 15 Maret 2024. (Foto: REUTERS/Mohammed Salem)

Anggota kabinet Israel akan membahas “mandat” tim perundingan pada Minggu malam, kata kantor Netanyahu.

Ia juga dijadwalkan bertemu dengan Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang diperkirakan akan mengulangi peringatannya terhadap serangan darat di Rafah.

Mayoritas dari 2,4 juta penduduk Gaza mencari perlindungan dari pengeboman Israel yang tiada henti di kota selatan, dekat perbatasan wilayah pesisir dengan Mesir.

Presiden AS Joe Biden, yang mendukung Israel selama perang, mengatakan invasi Israel ke Rafah akan menjadi “garis merah” tanpa adanya rencana perlindungan sipil yang kredibel.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada hari Jumat bahwa Washington menginginkan “rencana yang jelas dan dapat diterapkan” di Rafah untuk memastikan warga sipil “terhindar dari bahaya”.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia PBB, WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pada Jumat meminta Israel “atas nama kemanusiaan” untuk tidak melancarkan serangan terhadap Rafah.

Kantor Netanyahu mengatakan pada Jumat bahwa dia telah menyetujui rencana militer untuk melakukan operasi di Rafah, meskipun belum ada batas waktu yang diberikan.

Rafah adalah pusat populasi besar terakhir di Gaza yang belum menjadi sasaran serangan darat dalam perang tersebut. Konflik itu sendiri dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya di Israel selatan.

Netanyahu pada Minggu juga mengkritik “mereka yang berada di komunitas internasional yang sedang mencoba menghentikan perang” dengan “membuat tuduhan palsu” terhadap Israel dan militernya.

Israel terus-menerus mendapat kritik atas jatuhnya korban sipil di Gaza serta kekurangan bantuan yang memicu ketakutan akan kelaparan.

Pada Kamis, pemimpin Senat AS Chuck Schumer menyerukan Israel untuk mengadakan pemilu baru, yang memicu penolakan keras dari Partai Likud pimpinan Netanyahu yang mengatakan Israel “bukan republik pisang”.

Netanyahu mengatakan pada Minggu bahwa pemilu baru akan “menghentikan perang, dan melumpuhkan negara setidaknya selama enam bulan.”

“Jika kita menghentikan perang sekarang, sebelum semua tujuannya tercapai, itu berarti Israel kalah perang, dan kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi,” tukasnya. [ah/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG