Tautan-tautan Akses

Menlu Retno Berbagi Tiga Upaya Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Teroris 


Seorang polisi menempelkan stiker daftar pencarian orang untuk tersangka teroris di sebuah kaca jendela di Malang, Jawa Timur, 30 September 2011. (Foto: Aman Rochman/AFP)
Seorang polisi menempelkan stiker daftar pencarian orang untuk tersangka teroris di sebuah kaca jendela di Malang, Jawa Timur, 30 September 2011. (Foto: Aman Rochman/AFP)

Indonesia berbagi pengalaman mengenai penanggulangan kejahatan terorisme dan penanganan radikalisasi di Indonesia, khususnya strategi rehabilitasi dan reintegrasi bagi mantan teroris.

Berbicara di Forum Kontra Terorisme Global di sela-sela pelaksanaan Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kota New York, Amerika Serikat (AS), Rabu (20/9), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengingatkan terus meningkatnya ancaman terorisme global.

Aksi teror terus berevolusi, dari yang serangan langsung untuk menimbulkan ketakutan publik, hingga propaganda di dunia maya dan eksploitasi teknologi baru, serta penggunaan pesawat nirawak dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Retno mengatakan angka kematian akibat terorisme dalam lima tahun terakhir dilaporkan meningkat. Bagi Indonesia, yang juga pernah diguncang kasus terorisme, rehabilitasi dan reintegrasi harus mencakup semua aspek, tidak hanya terbatas pada mantan narapidana teroris, tetapi juga harus memperkuat ketahanan masyarakat dan lingkungan yang menerima mereka.

Ada tiga upaya, papar Retno, yang dilakukan Indonesia untuk menangani terorisme. Pertama, dengan mengedepankan pendekatan "whole-of-government" and "whole-of-society" seperti tercantum dalam Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme. Pendekatan ini menegaskan pentingnya peran dan dukungan yang sinergis antara pemerintah dan masyarakat. Pendekatan ini juga menggabungkan pendekatan keras dan lunak, pelibatan masyarakat, dan kerjasama internasional.

"Mengubah pemikiran ekstremisme menjadi pemikiran yang damai memerlukan dukungan semua pihak," ujar Retno.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam diskusi mengenai Rohingya di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis, 21 September 2023. (Foto: Kementerian Luar Negeri/X)
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dalam diskusi mengenai Rohingya di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis, 21 September 2023. (Foto: Kementerian Luar Negeri/X)

Selain itu, tambahnya, memastikan kemajuan teknologi dan riset agar tidak disalahgunakan. Teknologi yang berkembang sangat cepat dapat memberi ruang bagi berkembangnya ide-ide ekstremisme. Salah satu lingkungan yang aman untuk menangkal ekstremisme adalah lewat program pendidikan, khususnya bagi perempuan dan anak.

Retno menjelaskan bagaimana Indonesia meluncurkan Pusat Pengetahuan Indonesia untuk mengintegrasikan sistem data dan mendukung pengambilan keputusan berbasis penelitian, dalam upaya memerangi ekstremisme, dan sekaligus memastikan keamanan negara.

Ia berharap negara-negara anggota Forum Kontraterorisme Global (Global Counterterrorism Forum/GCTF) berkomitmen kuat untuk memastikan implementasi strategi rehabilitasi dan reintegrasi tersebut secara inklusif.

GCTF adalah forum utama di luar kerangka PBB yang membahas upaya kerjasama dan pertukaran informasi global dalam menanggulangi terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan. Retno hadir sebagai salah satu ketua Kelompok Kerja Kontraterorisme Berbasis Kekerasan, yang dijabat Indonesia bersama Australia sejak 2017.

Penutupan program ProPosoKu di Tasiraya, Kelurahan Madale, Poso, Sulawesi Tengah, Rabu, 8 Maret 2023 (Foto: Yoanes Litha/VOA)
Penutupan program ProPosoKu di Tasiraya, Kelurahan Madale, Poso, Sulawesi Tengah, Rabu, 8 Maret 2023 (Foto: Yoanes Litha/VOA)

Sebatas Program Humanisasi dan Kontra Narasi

Diwawancarai melalui telepon, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Dr. Al Chaidar mengatakan bahwa apa yang disampaikan Retno Marsudi masih belum menyentuh persoalan munculnya residivisme dalam gerakan teroris, sehingga program deradikalisasi terkesan hanya keberhasilan semua saja.

"Seharusnya yang disampaikan kepada publik dunia luar adalah bagaimana Indonesia menangani munculnya ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme. Program apa saja yang sudah dilakukan oleh Indonesia dan program apa saja yang belum dilakukan," kata Al Chaidar.

Dia mengakui sampai saat ini pemerintah baru melaksanakan program humanisasi dan kontra narasi bagi narapidana teroris dan para mantan narapidana teroris, namun program kontra wacana dan pendataan teroris, mantan teroris, dan organisasi teroris belum dilakukan.

Program humanisasi adalah program baru dimulai oleh Badan Nasional Penanggulangan terorisme (BNPT) tahun ini. Program ini berupa pemberian bantuan keuangan kepada mantan narapidana teroris dan keluarganya. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG