Tautan-tautan Akses

Konflik di Timur Tengah Dapat Tingkatkan Jumlah Imigran Gelap


Para pencari suaka melakukan aksi protes di sebuah tempat penahanan sementara di Australia (foto: dok).
Para pencari suaka melakukan aksi protes di sebuah tempat penahanan sementara di Australia (foto: dok).

Indonesia dan Australia khawatir konflik berkelanjutan di Timur Tengah akan meningkatkan jumlah pencari suaka di kawasan ini.

Staf Khusus Presiden untuk Bidang Hubungan Internasional, Teuku Faizasyah, mengatakan konflik di Timur Tengah ikut dibahas dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Menteri Luar Negeri Australia, Kevin Rudd, yang berlangsung di kantor Presiden, Selasa siang.

Bagi Indonesia maupun Australia, memanasnya suhu politik yang berakibat perang terbuka di Timur Tengah, dapat meningkatkan laju imigran gelap yang mencari suaka ke Australia, dengan melewati perairan Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah besar imigran gelap asal Afghanistan, Irak, dan Burma masuk ke Indonesia sebagai tempat transit, sebelum berpindah untuk meminta suaka ke Australia dan Malaysia.

“Isu itu dibahas dalam artian pertemuan Bali Process yang akan dipimpin oleh Menlu Indonesia dan Menlu Australia. (Indonesia) menilai pertemuan itu adalah saat yang tepat karena kita melihat pada saat sekarang, konflik di berbagai kawasan katakanlah di Timur Tengah dapat mendorong mengalirnya kembali pengungsi atau orang-orang ke wilayah-wilayah lain di dunia," ujar Teuku Faizasyah.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Profesor Hikmahanto Juwana, kepada VOA menilai, spekulasi lain akibat perang di Timur Tengah tidak hanya meningkatkan jumlah imigran gelap dan para pencari suaka; tetapi juga ancaman hukuman bagi warga negara Indonesia yang dianggap bekerjasama untuk menyelundupkan para imigran ini. Isu tersebut harus dibicarakan secara menyeluruh dengan pemerintah Australia.

“Menurut saya, wajar juga apabila pemerintah meminta perhatian dari (Menteri Luar Negeri Australia) Kevin Rudd untuk melihat permasalahan ini. Yang sering terjadi terkait warga negara kita, (yang) sebenarnya bukan kita (nelayan Indonesia) yang menyelundupkan imigran gelap, tetapi para nelayan kita memfasilitasi para imigran ini ke Australia dan lantas ditangkap oleh otoritas Australia,” kata Hikmahanto Juwono.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa bersama Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd akan memimpin pertemuan Bali Process yang akan di Bali pada hari Rabu.

Para pejabat tinggi dari sekitar 41 negara antara lain Australia, Selandia Baru, Thailand, Malaysia, Singapura, Srilanka, dan Timor Leste dijadwalkan hadir pada pertemuan yang telah berlangsung empat kali ini.

Kegiatan Bali Process diklaim telah memberikan kontribusi positif, khususnya pada peningkatan kapasitas serta kerjasama pemerintah dan lembaga-lembaga hukum di kawasan, dalam kerjasama penanggulangan penyelundupan dan perdagangan manusia serta kejahatan lintas negara. Selain membicarakan persiapan Bali Process, Kevin Rudd dan Presiden Yudhoyono juga membahas masalah politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik, dalam kerangka East Asia Summit, yang pertemuannya akan berlangsung di Indonesia, akhir tahun ini.

“Indonesia sebagai Ketua ASEAN akan memanfaatkan forum East Asia Pasific untuk secara terfokus membahas politik dan keamanan di kawasan Asia Timur. Ini satu hal yang coba kita matangkan, dan dari pembicaraan tadi ada kesamaan pandangan dari pihak Australia dan akan ditindaklanjuti oleh Menteri Luar Negeri pada waktunya,” tambah Teuku Faizansyah.

XS
SM
MD
LG