Tautan-tautan Akses

Kelompok HAM Desak Pemerintah China Akhiri Praktik 'Penghilangan Paksa'


Liu Xia, janda almarhum peraih hadiah Nobel perdamaian Liu Xiaobo (foto: dok).
Liu Xia, janda almarhum peraih hadiah Nobel perdamaian Liu Xiaobo (foto: dok).

Menjelang Hari Internasional Korban Penghilangan Paksa, kelompok HAM meminta China untuk mengakhiri praktik penghilangan paksa yang tidak sah terhadap pembela HAM dan anggota keluarga mereka, termasuk Liu Xia, janda almarhum peraih hadiah Nobel perdamaian, Liu Xiaobo.

Pemerintah China harus segera mencabut "pengintaian di lokasi-lokasi tempat tinggal tertentu" dan menandatangani Konvensi Internasional untuk Perlindungan Orang dari Penghilangan Paksa, kata kelompok HAM.

Menurut Chinese Human Right Defenders, sebuah organisasi pembela HAM China, polisi yang berada di bawah pemerintahan Xi Jinping telah menerapkan secara luas UU Prosedur Pidana pasal 73, yang disahkan tahun 2012, untuk mengesahkan penghilangan paksa individu, yang dicurigai melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan keamanan nasional atau terorisme, selama enam bulan.

Namun, peneliti HAM Hong Kong dari Chinese Human Rights Defenders, Frances Eve, menyebut praktik tersebut sebagai penyalahgunaan kekuasaan di bawah "struktur hukum palsu".

"Praktik ini menyebabkan orang-orang yang telah lenyap tidak punya perlindungan dan berisiko besar disiksa, karena tidak ada orang yang dihilangkan secara paksa yang diperlakukan dengan baik," kata Francis.

Kelompok HAM itu menemukan, selama pemberangusan pengacara tahun 2015 saja, China melakukan pengintaian tempat tinggal 17 pengacara HAM dan aktivis, tujuh di antaranya kemudian mengajukan tuduhan mengalami penyiksaan.

Dewan Hak Asasi Manusia PBB juga telah mendokumentasikan 41 kasus penghilangan di China sampai Juli lalu, dimana pihak berwenang China menolak untuk menjelaskan atau mengijinkan lawatan ke negara itu oleh kelompok kerja dewan tersebut, dengan alasan kedaulatan judisial yang oleh para aktivis hak asasi dikatakan merupakan alasan yang sulit untuk dibenarkan.

"Pemerintah China dengan sengaja mencoba menentang nilai universal dengan menciptakan semacam kekuatan penentangan yang pada intinya mempertentangkan nilai-nilai Timur versus Barat," ujar Kit Chan dari China Human Rights Lawyers Concern Group.

Kedua aktivis mengatakan, pemerintah China harus menghormati janjinya kepada dewan tersebut.

Menurut kelompok itu, satu korban ekstrem dari penghilangan paksa adalah pengacara hak hukum Wang Quanzhang, yang telah berada di tahanan polisi sejak Agustus 2015 dan tidak diberi akses bertemu anggota keluarga atau pengacara pilihan keluarga tersebut. Wang masih menunggu peradilan atas dirinya. [ps/jm]

Recommended

XS
SM
MD
LG