Tautan-tautan Akses

AS Amati dengan Seksama Perkembangan di Niger Pasca Kudeta


Para pengunjuk rasa memegang bendera Niger dan Rusia untuk mendukung tentara pembangkang di ibu kota Niamey, Niger, 3 Agustus 2023. (REUTERS/Mahamadou Hamidou)
Para pengunjuk rasa memegang bendera Niger dan Rusia untuk mendukung tentara pembangkang di ibu kota Niamey, Niger, 3 Agustus 2023. (REUTERS/Mahamadou Hamidou)

Gedung Putih mengamati dengan seksama kudeta di Niger, sementara Kedutaan Besar Amerika Serikat di Ibu Kota Niamey bersiap mengevakuasi staf mereka dari negara di Afrika Barat itu. Mengingat tenggat yang diberikan ECOWAS kepada komplotan pelaku kudeta untuk mengembalikan presiden yang terpilih secara demokratis selambat-lambatnya hari Minggu (6/8) nanti, para analis mengatakan Rusia dan China juga memonitor negara itu dan mencari kesempatan untuk memperluas pengaruh mereka.

Apa yang terjadi di Niger sekarang merupakan gambaran menyedihkan tentang Afrika Barat, di mana sekelompok pejabat militer yang tidak senang dengan tata pemerintahan dan keamanan yang buruk, memenjarakan pemimpin negara, mengambil alih siaran televisi dan menyatakan diri mereka sebagai penguasa baru. Inilah yang terjadi di Mali dan Guinea tahun 2021, di Burkina Faso tahun 2022 dan bulan lalu di Niger.

Kolonel Mayor Amadou Abdramane membacakan pernyataan pers di televisi nasional, 28 Juli 2023. (ORTN - Télé Sahel / AFP)
Kolonel Mayor Amadou Abdramane membacakan pernyataan pers di televisi nasional, 28 Juli 2023. (ORTN - Télé Sahel / AFP)

Juru bicara pasukan militer yang melakukan kudeta di Niger, Amadou Abdramane mengatakan,“Hari ini, 26 Juli 2023, kami pasukan pertahanan dan keamanan bersatu sebagai Dewan Nasional Penjaga Negara CNSP, memutuskan untuk mengakhiri rezim yang Anda kenal.”

Namun di luar apa yang terlihat di depan mata, kudeta di Niger berbeda. Amerika mengamati dengan seksama “dari jam ke jam" apakah diplomasi yang dilakukan dengan panik itu akan mengembalikan presiden yang digulingkan. Departemen Luar Negeri AS sebelumnya menyatakan “dukungan tak tergoyahkan” agar Mohamed Bazoum, presiden yang dipilih secara demokratis itu, dapat kembali ke tampuk pemerintahannya. Ini dikarenakan Niger adalah mitra utama AS untuk melawan ekstremis Islam di Sahel, yang menjadi pangkalan pesawat nirawak dan ratusan tentara Amerika di Niger.

Minggu ini VOA berbicara dengan Duta Besar Niger untuk Amerika Mamadou Kiari Liman-Tinguiri tentang situasi di negara itu.

“Kurang dari dua minggu lalu, ada tim militer kami yang bertemu dengan pihak berwenang Amerika. Kami bersama-sama datang ke Pentagon. Kami juga bersama-sama ke Departemen Luar Negeri. Seminggu kemudian semuanya memburuk. Apa artinya? Ini benar-benar tidak masuk akal,” jelasnya.

Mamadou Kiari Liman-Tinguiri, Duta Besar Niger untuk Amerika Serikat.
Mamadou Kiari Liman-Tinguiri, Duta Besar Niger untuk Amerika Serikat.


Sebagian analis mencatat, wilayah yang rapuh namun kaya akan sumber daya itu juga menjadi incaran negara-negara besar lainnya. Ada kelompok tentara bayaran Rusia, Wagner, yang sedang memperkuat pijakannya di negara-negara tetangga.

Pakar di Universitas Syracuse dan Universitas Pertahanan Nasional AS, Sean McFate, mengatakan, "Ini adalah perang proksi (perang yang dipicu oleh kekuatan-kekuatan besar yang tidak terlibat langsung, red.). Dan perang proksi ini berlangsung di Afrika setidaknya selama tiga hingga lima tahun terakhir. Ini menjadi semacam perebutan baru untuk [memengaruhi] Afrika. Tapi di sini kekuatan eksternalnya adalah Amerika, Rusia dan China. Rusia suka melakukan penaklukan, kalau boleh saya katakan, melalui kelompok Wagner. Kalau China, menggunakan perang ekonomi yang disebut Belt and Road Initiative.”

Departemen Luar Negeri AS mengaku belum melihat bukti bahwa tentara bayaran Rusia terlibat dalam kekisruhan di Niger, tetapi mengatakan mereka mungkin akan berupaya memanfaatkan ketidakstabilan situasi di sana.

Juru bicara Deplu AS Matthew Miller mengatakan,"Saya tidak akan kaget melihat Wagner mencoba mengeksploitasi situasi ini untuk keuntungan mereka sendiri, karena mereka telah mencoba mengeksploitasi situasi lain di Afrika demi keuntungan mereka sendiri. Dan ketika saya mengatakan untuk keuntungan mereka sendiri, yang saya maksud adalah untuk keuntungan finansial pribadi mereka sendiri, serta upaya memperluas pengaruh mereka di benua itu."

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam jumpa pers di Departemen Luar Negeri, Washington, 18 Juli 2023. (AP/Nathan Howard)
Juru Bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam jumpa pers di Departemen Luar Negeri, Washington, 18 Juli 2023. (AP/Nathan Howard)

Profesor McFate mengatakan ia ragu para pemberontak yang terlibat dalam kudeta akan tunduk pada tekanan Amerika atau Barat. “Banyak warga Afrika yang tidak melihat Amerika sebagai mitra yang memiliki komitmen. Jadi saya kira peluang untuk mendapatkan imbalan atau sanksi dari Amerika terbatas, dan terus terang mereka ditantang oleh Rusia dan China,” jelasnya.

Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, segera menghentikan bantuan ke negara yang dikelilingi daratan itu.

Badan regional ECOWAS memberi tenggat hingga hari Minggu (6/8) kepada para pemimpin kudeta untuk mengembalikan presiden ke posisinya semula, serta mengancam akan menggunakan kekerasan jika mereka tidak mematuhinya. [em/rd]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG