Wahana Visi: Korban Bencana Alam Sulteng Mulai Bangkit

  • Yoanes Litha

Disinfektan dilepaskan di suatu daerah di Palu yang terkena likuifaksi akibat gempa bumi 28 September dan di mana ribuan orang masih dikhawatirkan terkubur, 18 Oktober 2018. Aksi itu dilakukan untuk mensterilkan daerah terdampak.(Foto: AFP)

Organisasi Kemanusiaan Wahana Visi Indonesia mengakhiri program tanggap bencana gempa bumi, likuefaksi dan tsunami di Sulawesi Tengah yang dilaksanakan sejak 2018. Berkolaborasi dengan 40 lembaga donor pemerintah dan swasta, program itu telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada 176 ribu jiwa.

Bencana alam gempa bumi, tsunami dan likuefaksi dua tahun silam memberikan pelajaran mengenai pentingnya mitigasi bencana termasuk membangun kesiapsiagaan dini bagi anak-anak dalam menghadapi bencana alam untuk mencegah jatuhnya korban.

Margie Siregar, Direktur Urusan Darurat Kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI), menjelaskan, dalam dua tahun pelaksanaan program tanggap bencana, pihaknya membantu 23 sekolah untuk memiliki rencana kesiapsiagaan bencana yang dirangkaikan dengan kegiatan simulasi yang melibatkan 1744 murid perempuan dan laki-laki.

Gedung Sekolah SD Transisi Balaroa yang dibangun oleh United Tractor di sekitar lokasi shelter pengungsian warga kelurahan Balaroa, Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah, 19 Juli 2019. (Foto: VOA/Yoanes Litha)

“Ini kami harap dapat membuat mereka bisa lebih percaya diri lagi karena kita tahu memang wilayah Sulawesi Tengah cukup rentan terhadap bencana alam dan kita berharap dengan pelatihan ini kita berharap anak-anak dan seluruh pihak sekolah juga mampu melindungi anak-anak dan bisa melindungi diri mereka sendiri dan bisa mengerti apa yang harus dilakukan. Tidak lagi panik ketika nanti terjadi lagi risiko-risiko bencana alam,” kata Margie Siregar dalam kegiatan virtual "Penutupan Program Tanggap Bencana Gempa Bumi, Likuefaksi dan Tsunami di Sulawesi Tengah, Wahana Visi Indonesia" pada Rabu (21/10).

Sekolah-sekolah tersebut juga menyediakan peta risiko dan jalur evakuasi yang ditempel di ruang-ruang kelas sehingga ketika terjadi bencana alam mereka tahu harus mengevakuasi diri ke mana.

“Pelatihan yang saya dapatkan selama ini berupa pelatihan tim siaga bencana, ada simulasi gempa bumi. Kami juga dibangunkan gedung sekolah yang baru dan juga ada tempat cuci tangannya di depan ruang kelas,” cerita Anita, seorang pelajar sekolah dasar di Kabupaten Sigi.

Seorang bayi tidur di tenda, di kamp pengungsian gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah, 8 Oktober 2018. (Foto: REUTERS/Darren Whiteside)

Wati, seorang ibu rumah tangga asal Sigi, mengungkapkan bantuan kemanusiaan tersebut telah menolong keluarganya melewati masa-masa sulit pascabencana alam, terutama untuk memastikan balitanya tetap mendapatkan asupan makanan bergizi. Bersama ibu-ibu rumah tangga lainnya, Wati telah mendapatkan pelatihan untuk memanfaatkan lahan pekarangan di hunian sementara untuk menanam sayur-sayuran yang diolah sebagai menu makanan pendamping air susu ibu (ASI).

“Kami mendapatkan ilmu-ilmu untuk pemberian makanan bayi bagaimana caranya harus sesuai dengan –menu- empat bintang,” kata Wati. Menu empat bintang adalah menu makanan yang mengandung empat unsur zat gizi seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati dan sayuran yang diberikan saat bayi mencapai usia enam bulan.

BACA JUGA: Bantu Penyintas Bencana, AHA Centre Serahkan 75 Rumah Permanen

Membangun Ketangguhan Warga Hadapi Bencana Alam

Wahana Visi Indonesia menilai, setelah dua tahun bencana gempa, tsunami dan likuefaksi, warga Sulawesi Tengah kini sudah mulai bangkit dan menata kehidupannya kembali. Lebih dari itu, kesiapan dan ketangguhan warga mulai terbangun dalam menghadapi bencana, mengingat lokasi Sulawesi Tengah yang rawan bencana alam.

Harlan Hale dari Kantor Bantuan Bencana Asing Badan Bantuan Pembangunan Internasional AS (USAID) berharap setelah dua tahun berlalu, warga terdampak bencana alam 2018 telah bangkit dan memiliki kesiapsiagaan menghadap potensi bencana alam di masa mendatang. Diketahui USAID memberikan bantuan sekitar $ 10 juta (Rp 146,5 miliar) untuk penanganan dampak bencana alam di Sulteng.

“Kami juga disini senang untuk lihat semua Anda melakukan bersama untuk kembali bangkit di Sulawesi Tengah. Dua tahun tidak lama. Dan saya tahu ada banyak kerja dan Anda akan terus dan akan kembali ke biasa, kembali lebih kuat, lebih siap untuk bencana yang bisa datang,” ujar Harlan Hale dalam bahasa Indonesia.

Kompleks Huntara Duta Indah (atap berwarna merah) di Kelurahan Layana Indah dengan latar belakang teluk Palu, Kamis, 4 Juli 2019. (Foto: Yoanes Litha/VOA)

Bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia, USAID memberikan bantuan berupa air, sanitasi dan kebersihan, perlindungan anak, ekonomi keluarga, dan bantuan non pangan bagi 30 ribu penerima manfaat -- sepuluh ribu diantaranya anak-anak -- yang berada di Palu, Sigi dan Donggala.

Bersama donor dan mitra kerjanya, WVI telah menyalurkan bantuan kepada 46.224 keluarga dengan 176.026 total penerima manfaat (80.583 diantaranya adalah anak-anak) di 240 desa di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Bantuan tersebut berupa pembangunan hunian sementara (huntara), kebutuhan air, sanitasi dan kebersihan, kesehatan dan gizi, pendidikan (termasuk perlindungan anak di sekolah dan pendidikan kesiagaan bencana) dan pemulihan ekonomi.

Your browser doesn’t support HTML5

Wahana Visi: Korban Bencana Alam Sulteng Mulai Bangkit

Di masa pandemi Covid-19, WVI juga mendistribusikan paket kebersihan, masker, perlengkapan cuci tangan pakai sabun hingga distribusi masker untuk tenaga kesehatan dan masyarakat umum. WVI bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Palu dan mitra lokal menghasilkan konsep Standar Operasional Prosedur kegiatan belajar mengajar di sekolah pada masa pembiasaan baru. [yl/ab]