Vaksin vs Jamu: Bersanding atau Bersaing?

  • Yudha Satriawan

Seorang penjual jamu menjual berbagai jamu untuk menangkal virus Covid-19 di Jakarta (foto: ilustrasi).

Vaksin dan herbal atau jamu sama-sama diyakini menjadi cara melindungi diri menjaga kekebalan tubuh selama masa pandemi. Pertanyaan yang menggelitik adalah vaksin dan jamu ini bersanding atau justru bersaing?

Masyarakat kini semakin peduli menjaga kekebalan tubuh selama masa pandemi Covid-19. Berbagai cara dilakukan, antara lain dengan berolahraga, menghindari keluar rumah jika tidak perlu, hingga mengkonsumsi herbal atau jamu. Ini semua dilakukan sambil menunggu kesiapan vaksin Covid-19 yang masih dalam uji klinis fase 3.

Peneliti di Biofarma, Neni Nurainy, mengatakan proses pembuatan vaksin di masa regular non pandemik membutuhkan waktu 6 hingga 15 tahun sejak dari penelitian hingga vaksinasi massal. Sementara pada masa pandemi ini dibutuhkan 1,5 tahun atau sekitar 12 hingga 18 bulan, tambahnya.

Peneliti Biofarma, Neni Nurainy, narasumber diskusi daring bertema Vaksin dan Jamu, Rabu (18/11). (Screenshot: VOA/ Yudha Satriawan)

"Sudah ada pengalaman dari pengembang vaksin terkait jenis virus corona aebelumnya, yaitu SARS dan MERS- CoV. Kolaborasi kami di Biofarma dengan Sinovac saat ini masih uji klinis fase 3, targetnya Januari 2021 kita ajukan EUA Emergency Use Authority, dari data fase 3, supaya segera memproduksi vaksin ini,” terang Neni saat menjadi narasumber diskusi daring hari Rabu (18/11).

Neni menjelaskan ada 10 kandidat vaksin yang sedang digarap para peneliti di dunia. Kandidat vaksin ini telah menjalani berbagai tahapan ilmiah menuju kesiapan diproduksi masal dan digunakan untuk vaksinasi.

Lebih lanjut Neni mengungkapkan menjaga imunitas tubuh dengan membiasakan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan, yang ditambah mengkonsumsi herbal/jamu berlisensi dapat menjadi cara mencegah terjangkit Covid-19.

"Untuk mendapatkan vaksin yang aman, punya efikasi dan kualitas kan perlu waktu sangat panjang. Sementara kita tunggu vaksin itu, tubuh kita itu harus tetap ditingkatkan imunitasnya selama pandemi ini, salah satunya dengan penggunaan herbal atau jamu,” ungkap Neni.

Vaksin Covid-19 yang dikembangkan perusahaan Pfizer dilaporkan memiliki tingkat kemanjuran hingga 95%

Data menunjukkan selama pandemi Covid-19, omzet produk herbal dan jamu di pasar global meningkat pesat hingga hampir 139 miliar dollar Amerika Serikat. Peningkatan omzet tersebut didorong tingginya konsumsi obat hingga suplemen herbal.

Tren yang berkembang selama pandemi menunjukkan maraknya produk herbal favorit yang bahan dasarnya habatus sauda, jahe, dan temulawak atau kurkumin.

Di pasar global, potensi nilai pemasaran produk herbal di Indonesia mencapai Rp 20 triliun, dengan nilai ekspor Rp 16 triliun.

BACA JUGA: Pemerintah Targetkan 107 juta Orang Akan Divaksinasi Covid-19 

BPOM & Pengusaha Akui Jamu Makin Populer

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga mengatakan jamu kini makin populer, seiring semakin banyak warga yang meningkatkan daya tahan tubuh mereka di tengah pandemi.

Praktisi pengusaha Jamu, Nova Dewi, narasumber diskusi daring "Vaksin dan Jamu", Rabu (18/11). (Screenshot: VOA/ Yudha Satriawan)

Pengusaha jamu Nova Dewi bahkan yakin industri herbal atau jamu akan semakin melesat karena menguatnya konsumsi jamu, yang kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup warga.

"Jamu menjadi lifestyle, masyarakat meyakini kembali jamu mrnjaga imunitas tubuh. Dengan adanya jamu, banyak yang bilang minum jamu itu sehat, bisa menangkal COVID. Secara empiris, turun temurun, jamu itu dipercaya menambah imunitas tubuh," papar Nova.

Nova menambahkan jamu bisa dikonsumsi untuk pencegahan, perawatan hingga penyembuhan suatu penyakit. Kemasannya pun kini beragam, mulai dari serbuk atau bubuk hingga cairan. Bahkan usaha jamu yang dirintis Nova saat ini berbentuk mirip cafe dengan sajian beragam jamu dan digemari para remaja.

Belum Ada Penelitian Dampak Jamu pada Efektifitas Vaksin

Neni Nurainy mengatakan belum ada penelitian tentang dampak konsumsi herbal pada vaksin. Tetapi ia menggarisbawahi pentingnya vaksinasi demi kekebalan tubuh dalam jangka panjang.

"Tidak cukup hanya herbal, kita juga harus mendapatkan vaksinasi untuk mencapai kekebalan tubuh pada penyakit tertentu. Kita belum punya penelitian khusus dampak vaksin pada pola konsumsi jamu yang juga menambah imunitas. Kalau secara spesifik, kita harapkan keduanya, vaksin dan herbal atau jamu akan menambah imunitas tubuh semakin lebih baik", kata Neni.

Your browser doesn’t support HTML5

Vaksin vs Jamu: Bersanding atau Bersaing?


Hal senada disampaikan Nova Dewi.

"Untuk spesifik Covid-19 ini, herbal untuk kekebalan tubuh. Ini upaya keseharian kita selain olahraga, mematuhi protokol kesehatan. Karena vaksinnya belum ada, ya imunitas tubuh harus dikuatkan, kalau tidak akan mudah terserang penyakit atau virus. Kita bisa terdampak. Kita harus sadar, ini tidak bisa diremehkan,” pungkas Nova. [ys/em]