Upaya Mengatasi Kesenjangan Akses Global terhadap Vaksin COVID-19

Petugas memberikan vaksinasi COVID-19 produksi Johnson & Johnson di Johannesburg, Afrika Selatan (foto: ilustrasi). Baru sekitar 2,6% dari penduduk dunia memperoleh vaksinasi penuh. 

Meskipun vaksin COVID 19 sudah tersedia dan program vaksinasi diluncurkan di negara-negara maju, angka dari Phrma.org misalnya, menunjukkan baru 2,6% dari penduduk dunia memperoleh vaksinasi penuh. Kini ada prakarsa yang hendak mengatasi vaccine divide atau ketidakseimbangan ketersediaan vaksin. 

Statistik terakhir menunjukkan dari 194 negara di dunia, sekitar 130 negara belum mulai melakukan inokulasi, bahkan tidak memiliki program vaksinasi.

Dua minggu yang lalu, lebih dari 60 organisasi kesehatan dan pembangunan di Amerika, dikoordinasi oleh organisasi advokasi Public Citizen, melayangkan surat kepada Presiden Joe Biden. Mereka meminta agar pemerintah Amerika meluncurkan program warp speed atau super cepat bagi produksi vaksin secara global.

Program itu akan dikoordinasikan dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Mereka juga bercita-cita mendirikan fasilitas produksi vaksin di setiap benua. Di antara organisasi yang ikut menandatangani surat ini adalah Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Tanpa Tapal Batas, dan Islamic Relief USA, organisasi advokasi untuk umat Islam di Amerika.

BACA JUGA: WHO Kembali Serukan Dunia Sumbangkan Vaksin kepada Negara Miskin  

Salah satu opsi yang menjanjikan adalah pemanfaatan teknologi MRNA untuk vaksin, karena teknologi ini lebih berbasis kimia ketimbang biologi, sehingga fasilitas produksinya bisa dibangun secara cepat, dan murah, serta mampu menghasilkan miliaran vaksin dalam waktu yang pendek.

Zain Rizvi, pakar kebijakan organisasi advokasi 'Public Citizen' (courtesy: Public Citizen)

Dihubungi oleh VOA, pakar kebijakan di 'Public Citizen', Zain Rizvi, mengatakan, "Jadi kita membangun berdasarkan pelajaran yang kita petik pada masa lalu dan kita juga memiliki pengetahuan signifikan tentang teknologi produksi vaksin yang baru, khususnya MRNA, yang benar-benar menjanjikan baik dari segi kapasitas produksi maupun kemudahan pembuatannya.”

Rizvi mengacu pada pengalaman dari pembangunan fasilitas produksi vaksin massal ketika dunia dihadapkan pada pandemi flu burung dan Ebola.

Doktor Budiono Santoso adalah mantan pemimpin the Essential Medicines and Health Technology di WHO untuk kawasan Pasifik. Dihubungi VOA secara terpisah, Budiono Santoso menyambut baik prakarsa ini.

"Prakarsa ini sangat bermanfaat, baik secara global maupun nasional, untuk Indonesia. Yang kita perlukan untuk vaksin COVID 19 ini kira-kira 8 miliar dosis untuk kira-kira 50% penduduk dunia supaya tercapai herd immunity. Sementara ini MRNA yang paling memberi harapan. Teknologi tersebut hanya terpusat di Amerika dan negara-negara Eropa sehingga kemitraan dalam produksi berkualitas sangat-sangat banyak membantu," ujarnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Upaya Mengatasi Kesenjangan Akses Global terhadap Vaksin COVID-19


Sementara itu, Public Citizen memberi konfirmasi bahwa mereka sedang membahas inisiatif ini dengan pemerintahan Presiden Biden, dan akan menyelenggarakan sebuah reli di Washington DC pada 5 Mei untuk mendukung surat kepada Presiden Biden itu. Dengan prakarsa semacam itu diharapkan dunia benar-benar akan berhasil mengakhiri krisis pandemi virus corona ini melalui penyediaan miliaran dosis vaksin COVID 19 untuk seluruh dunia. [jm/ka]