Uni Eropa Jatuhkan Sanksi Terhadap Pemimpin Militer Myanmar 

Kepala Kebijakan Uni Eropa Josep Borrell, memberikan ketera ngan kepada media menjelang pertemuan dengan para Menlu Uni Eropa di Brussels, 22 Maret 2021. (Foto: Aris OIkonomou / POOL / AFP)

Uni Eropa pada Senin (22/3) memberlakukan sanksi-sanksi terhadap 11 orang yang terkait dengan kudeta 1 Februari di Myanmar. Itu merupakan respon paling signifikan sejak militer mulai menindak keras protes-protes di negara itu.

Dalam sebuah pertemuan di Brussels, para menteri luar negeri Uni Eropa memberlakukan pelarangan perjalanan dan pembekuan aset. Blok beranggotakan 27 negara itu telah menerapkan embargo senjata terhadap Myanmar, dan telah mempertahankan sanksi-sanksi terhadap beberapa perwira militer senior sejak 2018.

"Kita akan menjatuhkan sanksi terhadap 11 orang yang terlibat dalam kudeta dan kekerasan terhadap para demonstran," kata Kepala Kebijakan Uni Eropa Josep Borrell.

Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas memberitahu para wartawan bahwa kekerasan terhadap para demonstran dalam protes-protes pro-demokrasi telah mencapai fase yang tak terbayangkan.

Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, di Naypyitaw, Myanmar, 8 Februari 2021.


Reuters melaporkan pada 8 Maret bahwa Uni Eropa sedang mempersiapkan upaya-upaya itu.

Di antara orang-orang yang terdampak adalah Min Aung Hlaing, pemimpin tertinggi militer Myanmar, dan Myint Swe, yang menjabat sebagai presiden sementara sejak kudeta.

Para diplomat Uni Eropa mengatakan kepada Reuters bahwa blok itu kemungkinan akan memperketat responnya segera dengan melarang para investor dan banker Uni Eropa menjalin hubungan bisnis dengan beberapa bagian-bagian konglomerat bisnis militer, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Kerjasama Ekonomi Myanmar (MEC). [vm/lt]