TNI Perlu Terlibat Dalam Operasi Tinombala untuk Hadapi Gerilya MIT

  • Yoanes Litha

Pasukan Brimob yang dilibatkan dalam operasi Tinombala 2016, saat mengamankan lokasi jatuhnya Helikopter TNI AD di Poso Pesisir, Kabupaten Poso (Foto: VOA/Yoanes)

Pemerintah Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah menilai operasi Tinombala perlu kembali melibatkan TNI untuk mengatasi kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang menerapkan gerilya di hutan pegunungan Poso.

Bupati Poso Darmin Agustinus Sigilipu berpendapat perlu ada keterlibatan TNI untuk menanggulangi kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sampai saat ini masih meneror masyarakat di wilayah itu.

Berbicara dalam acara diskusi yang diselenggarakan Radio Republik Indonesia (RRI), Kamis (11/6), Darmin mengatakan pasukan TNI memiliki kemampuan untuk menghadapi taktik gerilya yang digunakan kelompok MIT yang bersembunyi di hutan pegunungan.

“Kami sebenarnya sudah berusaha menyampaikan kepada Pak Presiden Jadi kalau bisa tolong dibantu teman kita dari POLRI dalam hal ini BRIMOB yang sedang melaksanakan operasi Tinombala itu dibantu, diperkuat dengan pasukan TNI,” ujar Darmin.

Dia menyebutkan sejumlah kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok teroris itu telah menimbulkan ketakutan masyarakat di desa-desa di sekitar pegunungan biru yang menjadi basis pergerakan dan persembunyian mereka.

Pasukan TNI yang dikerahkan dalam Operasi Tinombala 2016 untuk memburu kelompok Teroris Santoso (VOA/Yoanes).

Masyarakat, yang sebagian besar petani, tidak berani mengolah lahan-lahan kebun yang berada di sekitar kaki gunung, karena khawatir akan berjumpa dengan kelompok itu.

“Ini membuat masyarakat menjadi ketakutan. Sangat ketakutan. Jadi tidak ada lagi yang berani naik ke atas,” ungkap Bupati Poso itu.

Sebelum ada MIT, masyarakat memanfaatkan wilayah yang subur itu untuk berkebun kakao, kopi, durian dan untuk mendapatkan hasil hutan lainnya, seperti damar dan rotan. Menurutnya, masyarakat berharap negara bisa hadir untuk memberikan rasa aman di Poso.

Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Syafril Nursal, dalam dialog di RRI itu mengisyaratkan kemungkinan pelibatan kembali TNI dalam perpanjangan Operasi Tinombala pada Juli 2020.

Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Syafril Nursal saat berbicara kepada wartawan dalam sebuah kesempatan di Mapolda Sulawesi Tengah, 3 Maret 2020. (Foto: Yoanes Litha)

“Pak Kapolri sudah membuat surat kepada panglima TNI untuk meminta TNI, bahkan meminta pasukan khusus untuk bergabung dengan kita,” kata Syafril Nursal.

Syafril menjelaskan MIT memanfaatkan hutan lebat di pegunungan yang membentang di di Kabupaten Poso dan Parigi Moutong untuk bergerilya. Kelompok itu sangat terlatih dan memiliki penguasaan medan yang baik di gunung tersebut.

Meskipun sudah ada 172 orang yang telah ditangkap sejak 2011, tetapi kelompok itu bisa merekrut anggota baru. Sepanjang 2020 satgas Tinombala telah menangkap lima anggota kelompok itu yang berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang). Selain itu juga ada 17 orang lainnya ditangkap saat hendak bergabung dengan kelompok MIT. Mereka juga kedapatan membawa bahan-bahan peledak untuk kebutuhan pembuatan bom rakitan. Dengan situasi tersebut, sulit berharap operasi tinombala dapat segera berakhir.

Keberhasilan operasi tinombala menurut Irjen Syafril Nursal, memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mencegah upaya-upaya perekrutan terhadap warga yang terpapar paham radikal. Misalnya, ada kelompok-kelompok yang membina teroris.

“Ada pesantren yang tidak jelas, yang tidak ada izinnya, tidak jelas kurikulumnya, tidak jelas bahan ajarnya, tidak jelas pengajarnya. Itu bagian siapa yang melakukan pengawasan itu? Itu tentu bagian pemerintah termasuk pemerintah daerah. Ada kementerian agama yang seharusnya melakukan penelitian,”ujar Syafril.

Your browser doesn’t support HTML5

TNI Perlu Terlibat Dalam Operasi Tinombala untuk Hadapi Gerilya MIT

Dia menegaskan melalui operasi Tinombala, Polisi berupaya mencegah agar jumlah anggota kelompok MIT tidak bertambah, seperti pada 2016. Pada saat itu, MIT memiliki 41 anggota. Kekhawatiran terbesar adalah keberadaan MIT, menjadi magnet bagi teroris lainnya untuk ke Sulawesi Tengah.

Syafril mengatakan saat ini ada 600 kombatan mantan ISIS dari Indonesia di luar negeri yang tidak diketahui keberadaannya. Meskipun pemerintah sudah menyatakan tidak akan memulangkan WNI yang terlibat kelompok ISIS, tapi menurutnya tetap ada kemungkinan mereka tidak tinggal diam. Mereka akan mencari jalan kembali ke Indonesia.

“Jadi saya ingin mengatakan selama masih ada teroris di Poso itu, yang ada di atas gunung, yang ada di bawah (gunung), itu menjadi magnet untuk teroris-teroris lainnya itu masuk ke Sulawesi Tengah ini” ujar Syafril Nursal.

Sebagai langkah pencegahan, Polda Sulawesi Tengah memperketat pengawasan dan razia di pintu-pintu masuk ke Sulawesi Tengah. Baik melalui jalur darat, bandar udara, hingga pelabuhan-pelabuhan tikus yang digunakan untuk masuk ke wilayah Sulawesi Tengah. [yl/ft]