Suciwati Skeptis Pemerintah Baru akan Ungkap Kasus Munir

Janda mendiang aktivis Munir, Suciwati mengaku skeptis pemerintahan Jokowi-JK akan mengungkap kasus pembunuhan mendiang suaminya, aktivis Munir Said Thalib (foto: VOA/Andylala Waluyo)

Berikut simak petikan perbincangan Eva Mazrieva (VOA) dengan janda mendiang aktivis Munir, Suciwati melalui telepon hari Senin (8/9).

Janda mendiang aktivis Munir yakin pemerintah Amerika sampai kapan pun akan mendukung upayanya menyeret pembunuh suaminya ke muka hukum. Suciwati menanggapi pernyataan tertulis Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry yang dirilis hari Sabtu lalu, memperingati 10 tahun tragedi pembunuhan aktivis Indonesia itu.

Berikut simak petikan perbincangan Eva Mazrieva (VOA) dengan Suciwati melalui telepon Senin (8/9).

VOA: Pertama-tama VOA tetap ingin menyampaikan belasungkawa atas kematian Munir, terlebih karena meskipun sudah 10 tahun berlalu tetapi kasus ini belum sepenuhnya tuntas.

Suciwati: “Terima kasih Mbak. Memang wajib dan sudah sepantasnya kita tetap berbelasungkawa melihat ketidakadilan yang terus dipertontonkan di republik ini. Ketika masyarakat nasional dan dunia terus menerus memantau dan ikut mempertanyakan secara aktif penuntasan kasus ini, pemerintah Indonesia sendiri baal yaa. Dalam arti bebal, tidak perduli, tidak merasa punya kewajiban untuk menghadirkan keadilan dan mengungkapnya kebenaran. Di awal pemerintahan dulu Presiden SBY sudah menetapkan target untuk menuntaskan kasus Munir, tetapi hingga akhir pemerintahannya – dua kali lho masa jabatannya – tetap tidak dipenuhi. Jika seorang Pollycarpus atau orang yang di lapangan yang dihukum, saya pikir itu hal yang biasa. Tetapi bagaimana dengan orang yang mengotakinya?. Apakah pemerintah berani membawanya ke pengadilan?. Ini menjadi tantangan ke depan. Meskipun saya justru kini makin pesimis karena banyak tokoh di belakang Presiden yang baru sekarang justru orang-orang yang melanggar HAM”.

VOA: Jadi Anda tidak berharap banyak dengan sosok Jokowi?

Suciwati: “Tidak! Terlebih mengingat pernyataan wakil presiden terpilih Jusuf Kalla sebelumnya”.

VOA: Maksud Anda pernyataan bahwa “kasus Munir sudah selesai” yang disampaikan Jusuf Kalla baru-baru ini?

Suciwati: “Iya! Buat saya pernyataan JK itu menunjukkan bahwa ia belum pernah membaca hasil TPF KOMNAS HAM. Harusnya ia berdialog dulu dengan KOMNAS HAM soal bagaimana KOMNAS HAM pernah melakukan eksaminasi publik terhadap kasus Munir dengan tersangka Muchdi PR. Rekomendasi KOMNAS HAM saat itu adalah membuat persidangan ulang karena ditemukan banyak kejanggalan selama persidangan, ditemukan fakta-fakta baru dan jaksa penuntut umum kemudian justru ditangkap karena kasus korupsi. Harusnya khan JK mencari tahu sebelum mengeluarkan pernyataan. Tidak sekedar bicara. Padahal fakta sesungguhnya tidak seperti itu. Tentunya masyarakat Indonesia sudah cerdas untuk melihat mana pemimpin yang sebenarnya bisa diharapkan atau tidak. Tinggal seleksi alam saja. Ini sekaligus menunjukkan betapa niat baik itu telah dikhianati. Meski saya selalu berpikir positif bahwa presidennya (Jokowi) yang belum punya rekam jejak sebagai pelanggar HAM, tetap berani menuntut para pelanggar HAM yang ada di belakangnya. Dulu dalam kampanye, ia memaparkan visi misi yang salah satu diantaranya adalah “menegakkan HAM”. Nah sekarang berani atau tidak mewujudkannya”.

VOA: Inginkah Anda bertemu dengan Jokowi dan Jusuf Kalla untuk mendesak penuntasan kasus Munir ini?

Suciwati: “Saya merasa tidak perlu bertemu presiden dan wakil presiden baru ini, karena saya sudah pernah bertemu Presiden SBY dan wakilnya, juga Jaksa Agung dan Kapolri serta orang-orang penting lain di republik ini. Tidak pernah menghasilkan apapun. Jadi bagi saya sekarang tidak penting lagi itu pertemuan dan janji-janji. Yang lebih penting adalah tindakan serius untuk menegakkan HAM dan menyelesaikan kasus Munir, gelar kembali persidangan dan seret anggota-anggota BIN yang memang sempat disebut dalam persidangan sebelumnya. Ini jauh lebih penting dibanding melakukan pertemuan yang akhirnya sekedar jadi pencitraan. “Ini lihat saya ketemu dengan keluarga Munir, dengan Suciwati, dan berjanji akan menyelesaikan kasus Munir”. Buat saya ini sudah tidak penting lagi. Yang terpenting adalah langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikannya. Jika memang serius dan sungguh-sungguh”.

VOA: Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry akhir pekan lalu mengeluarkan pernyataan tertulis menyoroti belum tuntutasnya penyelidikan atas kasus Munir ini. Anda yakin pernyataan ini akan membantu mendorong penuntasan kasus pembunuhan Munir?

Suciwati: “Saya pikir ini pernyataan serius. Apa yang dinyatakan John Kerry itu sangat serius karena memang mulai tahun 2006 banyak anggota Kongres AS yang mendatangani surat desakan untuk menyelidiki kasus Munir ini dengan tuntas. Mereka bahkan mendesak Presiden SBY untuk mempublikasikan hasil rekomendasi TPF. Sebenarnya tidak hanya Amerika, tetapi juga Eropa dan Komisi Tinggi HAM PBB serta negara-negara lain. Belum lagi tokoh-tokoh masyarakat sipil Indonesia sendiri. Jadi memang tidak main-main. Kasus Munir ini tetap jadi sorotan masyarakat kita dan dunia internasional. Jadi jika pemerintah Indonesia memang sensitif dan masih punya harga diri dan martabat untuk memperbaiki Indonesia ke depan, harusnya kasus ini segera diselesaikan. Indonesia dan dunia akan melihat dengan terang benderang apakah pejabat-pejabat kita hanya bisa bicara saja atau bakal ada tindakan yang diambil”.

VOA: Salah satu bagian pernyataan Kerry mengutip pernyataan Presiden SBY tahun 2004 yang mengakui bahwa penyelesaikan menyeluruh kasus pembunuhan Munir merupakan ujian penting bagi demokrasi Indonesia. Hingga sepuluh tahun hal ini belum tercapai, apakah berarti Indonesia gagal dalam ujian itu?

Suciwati: “Saya pikir pernyataan itu menjelaskan bahwa demokrasi di Indonesia ini hanya berlangsung secara artifisial saja. Benar bahwa pemilu langsung sudah terselenggara dengan baik, tetapi apakah penegakan HAM sudah terwujud?. Saya pikir tidak! Kita hari ini dengan terang benderang melihat bahwa para pelanggar HAM tidak tersentuh, bahkan berlindung di balik kekuasaan dan di partai. Tidak diseret ke pengadilan. Apakah para pelanggar HAM ini memang memiliki kekebalan hukum yang luar biasa?. Jika benar ini juga luar biasa, karena seharusnya disudahi. Jangan sampai hal ini dipertontonkan secara terus menerus kepada masyarakat. Bahkan HAM hanya jadi komoditas politik dan tidak ditegakkan dengan serius. Faktanya jelas kok! Bagaimana Hendropriyono justru menjadi penasehat tim transisi Jokowi-JK. Ini hal sederhana. Bukannya mewujudkan niat baik untuk menegakkan HAM, mereka justru seperti meremehkan. Mereka jelas menunjukkan bahwa politik hari ini adalah politik kekuasaan, politik balas budi, bukan politik keadilan”.

VOA: Dari nada suara Anda, tampaknya Anda pesimis sekali dengan penuntasan kasus Munir oleh pemerintah baru kelak?

Suciwati: “Kalau dari pernyataan Jusuf Kalla itu yaa jelas kita semakin skeptis. Bahwa mereka hanya main-main dengan visi misi yang mereka sebut-sebut dalam kampanye dulu. Ini secara otomatis akan membuat rakyat tidak percaya lagi pada pemimpin seperti ini. Bagi saya pribadi jelas hal ini mengecewakan. Sebuah pernyataan yang tidak layak dikeluarkan oleh seorang wakil presiden terpilih. Juga tidak layak jika seorang presiden yang kemarin-kemarin menyampaikan berulangkali bahwa salah satu visi misinya adalah untuk menegakkan HAM, tetapi justru mengangkat seorang pelanggar HAM dalam tim penasehatnya. OK lah mungkin baru disebut sebagai “terduga” tetapi apakah presiden terpilih ini memeriksa rekam jejak orang yang diangkatnya menjadi penasehat itu ke KOMNAS HAM dan bukan dengan serta merta membelanya. Ini menunjukkan bahwa memang tidak ada niat baik untuk mewujudkan visi misi itu. Kita kembali melihat bahwa visi misi yang disampaikan sebelumnya hanya main-main. Kita hanya disuguhi kepalsuan. Mungkin mereka akan mengatakan “terlalu dini untuk menyampaikan hal itu karena mereka belum lagi menjabat”. Tapi bagi saya justru kita harus menyampaikan hal ini sejak awal. Kita harus segera kasih tahu jika ada yang tidak benar agar tidak ada celah untuk melakukan pelanggaran. Apalagi kasus pelanggaran HAM yang belum selesai itu banyak, bukan kasus pembunuhan Munir. Selama kasus-kasus pelanggaran HAM ini tidak pernah diselesaikan maka dalam sejarah republik kita ini kelak, maka akan senantiasa menjadi batu sandungan bagi mereka”.