Studi: Diet Ala Barat Buruk Bagi Kesehatan, Lingkungan

  • Rosanne Skirble

Steak Goulash yang tinggi kadar gula, garam, minyak dan daging. (AP/Larry Crowe)

Diet berkadar lemak dan gula tinggi, telah membuat orang-orang semakin gemuk dan rentan terkena penyakit, serta mengubah praktik-praktik pertanian, menurut para peneliti.

Globalisasi diet Barat, yang tinggi kadar gula, garam, minyak dan daging, semakin buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan, menurut data dari jurnal Nature.

Pada studi tersebut, David Tilman, seorang profesor ekologi dari University of Minnesota, menganalisa data dari 100 negara untuk melihat apa yang orang makan dan bagaimana pola makan mempengaruhi kesehatan.

Ia mencatat sebuah tren yang mulai pada 1960an: Negara-negara semakin terindustrialisasi, populasi meningkat dan pendapatan naik. Semakin banyak orang mengadopsi diet ala Barat, yang berkadar gula halus, lemak, minyak dan daging yang tinggi.

Orang-orang mulai semakin menggemuk dan tidak sehat.

"Di 15 negara terkaya di dunia saat ini, banyak orang makan 400 atau 500 kalori tambahan sehari di luar yang diperlukan, sehingga berat badan mereka naik," ujar Tilman.

Orang-orang dengan berat badan berlebih memiliki risiko lebih besar atas penyakit-penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung dan beberapa jenis kanker, tambahnya.

"Diabetes melonjak pada tingkat sangat tinggi di Amerika Serikat dan seluruh Eropa. Penyakit jantung adalah sebab utama kematian di negara-negara Barat. Dan sayangnya, ketika negara-negara menjadi lebih industrialis, mereka mengadopsi diet Barat, dan memiliki dampak-dampak kesehatan yang sama dan di beberapa kasus, jika Anda orang Asia, dampaknya lebih parah daripada orang Barat," ujar Tilman.

Hal itu terjadi di China, tempat penderita diabetes melonjak dari kurang dari 1 persen menjadi 10 persen dari populasi dalam periode 20 tahun.

"Tingkat ini masih akan terus naik, dan hal ini terjadi di seluruh dunia, di Meksiko, Nigeria dan lainnya, negara demi negara," ujar Tilman.

Pola makan ala Barat juga buruk bagi lingkungan, ujarnya. Para ahli memperkirakan bahwa ketika populasi global meningkat, lebih banyak habitat hutan dan tropis akan diubah menjadi lahan pertanian dan peternakan untuk memenuhi meningkatnya permintaan akan makanan.

"Akan lebih banyak gas rumah kaca yang dihasilkan pertanian akibat pergeseran pola makan ini, dibandingkan gas-gas rumah kaca saat ini yang dihasilkan mobil, pesawat terbang, kapal dan semua bentuk transportasi," ujar Tilman.

Perubahan peruntukan lahan juga mendorong kepunahan spesies dan hilangnya keanekaragaman hayati.