Satu Pulau di Filipina Masih Berada di Bawah UU Darurat Militer

Para pengunjuk rasa di Pasay City, selatan Manila, Filipina (10/12) menuduh militer melakukan pelanggaran HAM di Mindanao dan mendesak Senat untuk tidak memperpanjang UU Darurat Militer seperti yang direkomendasikan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte dan angkatan bersenjata.

Undang-undang darurat militer jarang menyenangkan warga yang hidup di wilayah di mana undang-undang itu diberlakukan. Warga Ukraina merasa khawatir ketika sebuah perintah keadaan darurat diberlakukan bulan lalu, melawan ancaman yang semakin besar dari Rusia, dan membiarkan militer memobilisasi warga, melarang pertemuan massal dan mengambil kepemilikan pribadi.

Di Thailand, sekelompok pemuda September lalu memprotes undang-undang darurat militer setempat yang mengharuskan semua kendaraan dan senjata api didaftarkan.

Namun, selagi pulau Mindanao di Filipina selatan tampaknya akan memasuki tahun kedua darurat militer pada bulan Januari mendatang, banyak orang di sana merasa bersyukur.

Mindanao, Filipina

Pihak berwenang di Mindanao telah memberlakukan jam malam dan pos pemeriksaan di jalan-jalan sejak Mei 2017 untuk memadamkan kekerasan oleh gerilyawan Muslim yang telah berlangsung selama beberapa puluh tahun.

Semua itu dilakukan umumnya tanpa mengganggu kehidupan sehari-hari warga biasa. Kini, banyak orang yang tinggal di pulau berpenduduk 21 juta orang itu menyambut perpanjangan keadaan darurat militer di sana pada tahun 2019 mendatang sebagai cara untuk menjaga perdamaian jangka panjang.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte pekan lalu meminta Kongres Filipina agar memperpanjang undang-undang darurat militer hingga 2019 atas permintaan angkatan bersenjata. Militer mengatakan perpanjangan itu akan membantu mengekang terorisme dan memenuhi tingkat dukungan publik yang tinggi. [lt]