Abraham Samad: KPK Tak Bisa Diintervensi Siapapun

Ketua KPK Abraham Samad menegaskan, lembaganya tidak bisa diintervensi oleh siapapun dalam memberantas korupsi (foto: dok).

Di hari anti korupsi sedunia Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menegaskan, KPK tidak bisa diintervensi oleh kekuatan manapun dalam memberantas korupsi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad di Jakarta Selasa (10/12) menegaskan, lembaga KPK yang dipimpinnya tidak bisa diintervensi oleh kekuatan manapun dalam memberantas korupsi. Sampai hari ini menurut Samad, KPK masih merupakan lembaga yang dapat dipercaya integritasnya dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Samad mengatakan, "KPK tidak akan terpengaruh dan tidak bisa dipengaruhi oleh siapapun juga. KPK juga tidak bisa dipaksa-paksa. Kenapa si A ditangkap, si B tidak. Kenapa dia belum dijadikan tersangka. Kenapa rumah saya digeledah dan rumah dia tidak dan sebagainya. Melalui hari anti korupsi kami sampaikan bahwa segala sesuatu ada prosedur dan aturan hukumnya. Kalau memang ada bukti seseorang melakukan tindak pidana korupsi, tentunya kami akan proses sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa pandang bulu. Karena kita semua sama kedudukannya di mata hukum. Tidak peduli apa jabatannya, keluarganya siapa dan sebagainya."

Samad meyakinkan bahwa tidak ada latar belakang dendam dari KPK dalam memutus seseorang menjadi tersangka. KPK tegasnya, dalam memutus perkara, semata-mata untuk menegakan hukum dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari korupsi yang sekian lama membelenggu.

Samad juga memastikan independensi KPK dalam menangani sebuah perkara, telah menjadi rujukan lembaga-lembaga anti korupsi di beberapa negara. Bahkan tambah Samad, KPK di tahun 2013 juga meraih penghargaan Ramon Magsaysay Award dari Filipina terkait prestasi KPK di bidang penegakan hukum.

"Ada kabar menggembirakan dari Panama, dalam konferensi Konvensi PBB untuk pemberantasan korupsi (United Nations Convention Against Corruption /UNCAC) November lalu di Panama, ‘Jakarta Statement’ yang memuat prinsip-prinsip utama bagi lembaga anti korupsi untuk menjaga independensi dan integritas dalam memberantas korupsi, dijadikan rujukan penguatan lembaga-lembaga anti korupsi di dunia. Di tahun ini pula Indonesia juga menerima penghargaan bergengsi dari dunia internasional yaitu Ramon Magsaysay Award. Diberikan kepada KPK karena dianggap telah berhasil menyebarluaskan nilai-nilai integritas dan mengkampanyekan gerakan anti korupsi di Indonesia," papar Samad.

Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan hari anti korupsi sedunia di Istana Negara Jakarta Senin (9/12) mengingatkan KPK agar mengedepankan pencegahan korupsi, bukan malah menjebak.

"Sejumlah pejabat negara dan pejabat pemerintahan termasuk yang ada di daerah sebenarnya tidak punya niat untuk melakukan korupsi, tetapi mereka melakukan kesalahan administratif. Ini tentunya mereka justru harus diselamatkan, dicegah jangan sampai dia keliru sehingga mereka akhirnya berurusan dengan penegak hukum. Oleh karena itulah tugas dan kewajiban pencegahan korupsi menjadi sangat penting. Falsafah kita mencegah, bukan menjebak. Falsafah kita mengamankan asset negara, bukan setelah hilang baru kita cari. Dari mana-mana mencarinya tentu tidak selalu mudah," ujar Presiden Yudhoyono.

Presiden juga mengaku mendapat banyak laporan dari pejabat di daerah yang takut mengeluarkan keputusan atas proyek di daerah karena takut dianggap korupsi.

Yudhoyono menambahkan, "Situasi yang kadang-kadang membuat pejabat di daerah dan aparat birokrasi itu mengalami kegamangan untuk melaksanakan tugas-tugasnya karena takut disangka korupsi. Bayangkan kalau provinsi dan kabupaten tidak bisa bekerja. Bayangkan ada lembaga negara yang tidak bisa bekerja. Bayangkan juga BUMN yang tidak bisa bekerja, karena cara-cara pemeriksaan sedemikian rupa sehingga membikin kemandegan dari organisasi itu."

Sementara, peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch/ICW Tama Satrya Langkun kepada VoA mengaku heran dengan pernyataan Presiden yang di satu sisi menghendaki ada pemberantasan korupsi, tapi disisi lain menginstruksikan kepada KPK agar saat memeriksa pejabat yang disuga korup agar tidak mengganggu kerja-kerja dari pejabat yang bersangkutan.

Ia menjelaskan, "Di satu sisi pejabat diminta setransparan mungkin untuk menghindari praktek korupsi, tapi di sisi lain KPK justru malah diminta untuk mempertimbangkan sejumlah panggilan-panggilan pemeriksaan terhadap pejabat negara. Nah ini kan justru ada sebuah privilege terhadap pihak-pihak tertentu terutama orang-orang di pemerintahan. Terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi. Harusnya kan mereka dalam posisi yang sama."

Transparency International (TI) beberapa waktu lalu meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang mengukur tingkat korupsi suatu negara pada tahun 2013. Berdasarkan hasil survei terhadap 177 negara, Indonesia mendapatkan skor IPK yang sama dengan tahun 2012, yaitu 32.

Dalam memperoleh skor IPK, lembaga TI melakukan penggabungan sumber data yang diperoleh dari 13 lembaga internasional yang independen dan kredibel. IPK memiliki rentang skor antara 0-100. Semakin tinggi skor IPK sebuah negara, semakin bersih tingkat korupsi di negara tersebut. Secara global, Indonesia masuk dalam 70 persen negara-negara yang memiliki skor IPK di bawah 50.

Sementara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia masuk dalam 63 persen negara-negara yang memiliki skor IPK di bawah 50. Meski memiliki skor yang sama dengan tahun lalu, Indonesia naik empat peringkat di antara negara-negara lain dari 118 menjadi 114 pada tahun 2013 ini.