'Royal Wedding' Meriahkan Yogyakarta

  • Nurhadi Sucahyo

Putri Sultan Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu bersama suaminya Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro dalam arak-arakan pernikahan (23/10). (VOA/Nurhadi Sucahyo)

Sri Sultan Hamengkubuwono X, Raja Kasultanan Yogyakarta menikahkan putri keempatnya, dalam rangkaian acara tiga hari yang berakhir Rabu (23/10).
Dengan menggunakan Bahasa Jawa, Raja Kasultanan Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menikahkan putrinya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu dengan Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro dalam acara ijab Kabul di Masjid Panepen, Kraton Yogyakarta, Selasa siang (22/10).

Usai ijab kabul, diselenggarakan serangkaian prosesi sesuai adat Keraton, yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Budiono, sejumlah menteri dan tamu penting lainnya, yang termasuk dalam 7.000 undangan. Rangkaian acara ini berlangsung hingga Selasa sore.

Pada Rabu pagi, prosesi berlanjut dengan kirab pengantin dari Keraton Yogyakarta menuju ke bangsal Kepatihan. Ada 12 kereta tua dan 68 ekor kuda yang digunakan dalam kirab ini. Di Bangsal Kepatihan, digelar resepsi yang dihadiri ribuan undangan.

Sejarawan Djoko Suryo mengatakan, prosesi kirab adalah bagian dari tradisi Keraton untuk memperkenalkan menantu raja kepada masyarakat.

"Kirab itu arak-arakan, mengarak pengantin untuk keliling, untuk disaksikan oleh masyarakat luas sebetulnya. Itu sebagai kesaksian, masyarakat supaya tahu, mengenal bahwa keluarga Keraton sudah ada pernikahan agung dan ada yang menjadi keluarga baru untuk kemudian juga menjadi keluarga dari masyarakat,” ujarnya.

Ribuan warga Yogya memenuhi tepi jalan yang dilalui kiran kereta Keraton ini. Uniknya, para pedagang kaki lima menggratiskan seluruh makanan dan minuman untuk masyarakat yang menonton kirab dalam bingkai Pesta Rakyat.

Widihasto Wasana Putro, ketua panitia Pesta Rakyat menjelaskan, acara makan minum di sepanjang rute kirab ini adalah bentuk sukacita mereka atas kebahagiaan mempelai.

"Ini kan tanda cinta rakyat untuk Keraton, khususnya untuk pasangan baru. Apapun bentuk menunya kita wajib bersyukur, meski hanya makanan dan kue-kue kecil yang biasa dijual di pasar-pasar. Panitianya adalah pedagang kaki lima Malioboro, juru parkir, dan semua pihak yang ada di sini. Mereka spontan mengadakan angkringan makanan itu,” ujarnya.

GKR Hayu memiliki nama kecil Gusti Raden Ajeng Nurabra Juwita, sedangkan KPH Notonegoro memiliki nama asli Angger Pribadi Wibowo. Keduanya bertemu pertama kali di New York, Amerika Serikat karena Notonegoro bekerja di badan PBB untuk pembangunan, atau UNDP. Setelah menikah, mereka akan menetap di New York.