Rapat Paripurna DPRD DKI Sahkan Hak Angket Terhadap Gubernur DKI Ahok

Suasana Rapat Paripurna DPRD DKI, di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 26 Februari 2015 (Foto: VOA/Andylala)

Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan siap diberhentikan sebagai Gubernur DKI Jakarta, demi memberantas praktek dugaan manipulasi anggaran dalam APBD DKI.

Hak angket untuk Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI, di gedung DPRD DKI Jakarta Kamis (26/2). Setelah mendengar pandangan dari masing-masing fraksi, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menanyakan persetujuan kepada seluruh anggota dewan terkait hak angket itu.

"Untuk mengambil keputusan berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No 16 Tahun 2010 Pasal 16 Ayat 1, dewan yang terhormat, apakah usul angket ini dapat disetujui?"

"Setujuuu..."

"Rekan-rekan anggota dewan yang saya hormati sesuai dengan PP No 16 Tahun 2010 Pasal 16 Ayat 2 yang berbunyi dalam hal DPRD menyetujui hak angket sebagaimana dimaksud ayat 1, DPRD membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD".

Demikian suasana sidang DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/2). 10 fraksi di DPRD menyetujui secara bulat usul hak angket tersebut. Diantaranya adalah dari Fraksi PDIP yang dibacakan Gembong Warsono.

"Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta dengan bulat menyatakan persetujuannya terhadap hak angket," kata Gembong Warsono.

Fraksi Demokrat-PAN secara khusus menyoroti perilaku Gubernur Ahok. Ahmad Nawawi mewakili Fraksi Demokrat dan PAN menyebut Ahok telah melecehkan anggota legislatif.

"Sikap arogan, angkuh, sombong, dan tak mengenal sopan santun selalu ditunjukkan Gubernur di hadapan publik. Gubernur juga selalu melecehkan anggota legislatif. Oleh karena itu seluruh fraksi secara bulat menyetujui hak angket," jelas Ahmad Nawawi.

Fahmi Zulfikar Hasibuan dari tim pengusul hak angket menjelaskan, Ahok secara sah telah melanggar hukum dengan menyampaikan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah DKI yang bukan hasil pembahasan bersama DPRD DKI.

"Sehubungan telah terjadi pelanggaran yang serius oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Atas penyampaian Raperda APBD Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2015, yang bukan hasil pembahasan bersama dengan DPRD DKI kepada Kementrian Dalam Negeri maka kami menganggap Gubernur telah melakukan pelecehan terhadap institusi DPRD DKI. Gubernur terindikasi melanggar hukum, maka kami mengusulkan hak angket terhadap Gubernur DKI," lanjutnya.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyesalkan sikap Ahok yang telah menuduh DPRD melakukan manipulasi APBD.

"Jadi gini lho, paripurna ini kan, paripurna ketok angkanya 100 perak, ya diserahkan 100 perak. Dia (Ahok) curiga ama kita DPRD. Jangan dong. Itu kan sudah dibahas di komisi. Tapi jangan dia fitnah kita. Ayo kita bangun Jakarta bersama. Jangan malah nyari penyakit dengan DPRD, ngajakin berantem," kata Prasetyo Edi Marsudi.

Menyikapi hal ini Ahok menyatakan tidak mempersoalkan DPRD DKI telah menggulirkan Hak Angket. Ia menyatakan siap diberhentikan sebagai Gubernur DKI demi memberantas praktek dugaan manipulasi anggaran dalam APBD DKI.

"Sebetulnya saya sama DPRD ga ada masalah kok. Selama saya mau terima ada Rp 12,1 trilyun dimasukin dalam APBD. Ga akan ada tuh yang bakal ribut sama saya. Tapi hati nurani saya ga enak. Ini Rp 12,1 trilyun banyak lho. Saya rela berhenti asal Rp 12,1 trilyun tidak masuk ke APBD. Karena bagi saya itu pencurian yang tidak pantas. Kita masih butuh bangun rusun lebih banyak. Masih banyak orang susah. Di DKI ini yang ga sekolah ada 40 persen," jelas Ahok.

Sebelumnya rapat paripurna DPRD DKI Selasa (27/1) menyetujui dana APBD DKI 2015 sebesar Rp 73,083 triliun. Jumlah ini meningkat sebesar 20 persen dari APBD Perubahan 2014.

Ahok mengungkapkan anggaran siluman, dibuat oleh DPRD DKI Jakarta mencapai Rp 12,1 triliun yang berasal dari pembelian Uninterruptible Power Supply (UPS) di semua kelurahan dan kecamatan di Jakarta Barat. Ahok menjelaskan, temuan itu didapat dari APBD yang disusun oleh DPRD setelah rapat paripurna pengesahan berlangsung pada 27 Januari 2015 lalu.

Ahok menjelaskan, modus yang dilakukan yakni memotong anggaran setiap program sebesar 10-15 persen. Nilai itu kemudian dicantumkan sebagai anggaran pelaksanaan program baru. Ia memastikan sudah meminta konfirmasi bawahannya mengenai pembelian UPS itu. Hasilnya menyatakan, tidak ada camat dan lurah yang memasukkan program tersebut ke sistem anggaran elektronik atau e-budgeting.

Untuk itu, Ahok memutuskan mengirimkan APBD yang disusun Pemerintah DKI, ke Kementerian Dalam Negeri.

Pemerintah DKI lalu mengirimkan APBD yang sudah disusun melalu sistem e-budgeting ke Kementerian dalam Negeri. Sementara itu, DPRD mengirimkan APBD versi mereka ke Pemerintah DKI untuk dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri agar dievaluasi.

Kementerian dalam Negeri kemudian mengembalikan APBD versi Pemerintah DKI dengan beberapa catatan.