Protes Antipemerintah Meningkat di Thailand

Mahasiswa pro-demokrasi membakar potret Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha di depan Kantor Pemerintah di Bangkok, Thailand, 24 Juli 2020. (REUTERS/Jorge Silva)

Gerakan massa antipemerintah telah menyebar ke berbagai penjuru Thailand sementara negara itu sedang dalam tahap-tahap awal pemulihan dari pandemi Covid-19.

Jumlah demonstrasi meningkat di kerajaan itu, dengan lebih dari 40 protes antipemerintah diselenggarakan melalui pemberitahuan singkat sejak demonstrasi besar-besaran diadakan di Bangkok pada 18 Juli lalu.

Para demonstran menuntut amandemen konstitusi, pemilu baru serta dihentikannya pelecehan dan penganiayaan para aktivis HAM.

Demonstrasi dimulai awal tahun ini, tidak lama setelah Konstitusi Thailand membubarkan Future Forward Party pada 21 Februari lalu dan melarang ketuanya, Thanathorn Juangroongruangkit, terjun dalam politik selama 10 tahun. Partai yang meraih tempat ketiga dalam pemilu 2018 ini didukung oleh para pemilih muda.

Namun, protes-protes awal itu berhenti sementara sewaktu wabah Covid-19 mendorong pemberlakuan lockdown di seluruh negara, termasuk di antaranya pembatasan pertemuan umum.

Para pemrotes anti-pemerintah Thailand berkumpul di depan Monumen Demokrasi di Bangkok, Thailand, Sabtu, 18 Juli 2020. (Foto: dok).

Namun sekarang ini, para mahasiswa yang paham teknologi telah mengoordinasikan apa yang disebut flash mob, mengerahkan massa dengan pemberitahuan dalam waktu singkat. Mereka kerap memuat posting di media sosial hanya beberapa hari sebelum kegiatan dilakukan, untuk menghindari tindakan aparat keamanan.

Seorang mahasiswi berusia 23 tahun, yang tidak ingin disebut namanya dengan alasan keamanan, mengatakan, untuk mengerahkan massa pada protes awal mereka di Monumen Demokrasi, mereka menggunakan tagar #FreeYouth yang segera menjadi viral.

Tetapi tidak semua partisipan dalam demonstrasi mendukung gerakan itu. Sejumlah polisi berpakaian preman berada di tengah-tengah massa, memotret partisipan dan memantau pidato-pidato yang disampaikan.

Di antara sekitar 400 orang dalam protes hari Minggu di Lampang, dua pemuda mengangkat foto akademisi Thailand yang mengasingkan diri, yang terancam ditangkap karena tuduhan mengkritik keluarga kerajaan.

Berdasarkan Hukum Pidana Thailand, kritik terhadap keluarga kerajaan dilarang oleh konstitusi. Sebagian pemimpin protes khawatir apabila pidato mereka ditafsirkan sebagai kritik terhadap partai berkuasa, mereka juga akan terpaksa mengasingkan diri. [uh/ab]