Permen LHK 92 Tahun 2018 Diprotes Pegiat Konservasi Burung

  • Petrus Riski

Cucuk hijau, salah satu jenis burung yang banyak diburu dan diperjualbelikan secara ilegal. (Foto:VOA/ Petrus Riski)

Lima jenis burung yang semula dilindungi melalui Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2018, kini tidak lagi berstatus dilindungi, pasca keluarnya Permen LHK Nomor 92 Tahun 2018.

Pembatalan status dilindungi sejumlah spesies burung ini mendapat reaksi penolakan dari pegiat lingkungan dan satwa yang menganggap aturan baru itu akan mengancam keberadaan satwa di alam. Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengacu pada data di lembaga konservasi eksitu, yang melihat populasi satwa sudah cukup banyak.

Lima jenis burung yang dikeluarkan dari daftar dilindungi sesuai Permen LHK Nomor 92 Tahun 2018, antara lain cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus), jalak suren (Gracupica jalla), kucica hutan atau murai batu (Kittacincla malabarica), anis-bentet kecil (Colluricincla megarhyncha), dan anis-bentet sangihe (Coracornis sanghirensis).

Pencabutan status dilindungi terhadap burung-burung itu disesalkan Anggota Forum Konservasi Burung Indonesia (FKBI) Rosek Nursahid. Ia menuding, pencabutan status dilindungi menjadi tidak dilindungi itu untuk memenuhi desakan kelompok penggemar dan pebisnis burung berkicau, bukan melalui kajian ilmiah dan tanpa mengevaluasi populasinya yang sangat sedikit di alam.

“Ya kami sangat menyesalkan hal tersebut ya, karena pencabutan (status dilindungi) itu kami menilai adalah tanpa sebuah kajian ilmiah yang matang, dan hanya berdasarkan desakan dari kelompok sebagian kecil masyarakat yang kebetulan bergelut di bidang bisnis jual beli burung. Nah seharusnya kan pencabutan, penurunan status itu kan harus melalui proses-proses tahapan ilmiah, ada rekomendasi dari LIPI, kemudain baru dikaji, nah ini kan hanya dalam waktu singkat, dua bulan, LIPI juga tidak merekomendasikan, tiba-tiba dibatalkan,” kata Rosek Nursahid.

Your browser doesn’t support HTML5

Permen LHK 92 Tahun 2018 Diprotes Pegiat Konservasi Burung


Pencabutan status dilindungi, menurut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indra Exploitasia Semiawan, didasarkan pada jumlah populasi burung tersebut di lembaga konservasi serta penangkaran yang dikelola masyarakat, yang jumlah populasinya dianggap telah cukup banyak.

“Pada saat proses penyusunan itu, data itu tidak selalu harus ada tersedia yang ada di alam, data itu kan juga ada yang di eksitu. Dasar itu yang kemudian menjadi kebijakan kita untuk mengubahnya menjadi tidak dilindungi, karena ternyata di eksitu juga jumlah populasinyas angat banyak, yang itu saya bilang tadi di eksitu bisa mendukung di insitu,” kata Indra Exploitasia Semiawan.

Kekhawatiran aktivis lingkungan dan satwa terhadap pencabutan status dilindungi beberapa jenis burung, diduga atas desakan para penghobi burung dan pelaku perdagangan burung berkicau. Upaya mereka mengembangbiakan burung-burung itu dibatasi.

Menanggapi hal itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya alam (KSDA) Jawa Timur, Nandang Prihadi mengatakan, pihaknya akan tetap melakukan penindakan terhadap pelaku perdagangan ilegal, namun akan memfasilitasi pengurusan izin para penghobi maupun pelaku jual beli burung sesuai peraturan yang berlaku.

“Bagi hobi sih kita tidak melarang, kan kita membuka ruang bagi teman-teman yang hobi burung itu untuk melakukan pendaftaran online, jadi kita sudah melakukan hal-hal yang sebenarnya ringan buat teman-teman, jadi tidak perlu takut. Nah kepada teman-teman yang ingin memperjualbelikan juga segera saja mengurus perizinan dengan benar, jadi jangan seperti menyelundupkan, surat karantina tidak ada, surat SATS-DN (Surat Angkut Tumbuhan Satwa-Dalam Negeri) tidak ada, itu kan jadi menyalahi aturan banyak. Nah itu yang kita tertibkan, seperti itu,” kata Nandang Prihadi.

Petugas BKSDA Jawa Timur memberangkatkan ratusan burung berkicau hasil tangkapan perdagangan ilegal, untuk dilepasliarkan. (Foto: VOA/Petrus)

Kontrol dan penegakan hukum di hilir, maupun pengawasan di hulu, akan terus dilakukan pemerintah, yang dalam hal ini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang melibatkan para pihak serta masyarakat mitra polhut (polisi hutan).

Indra Exploitasia Semiawan, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menegaskan, meski status sejumlah satwa burung tidak dilindungi, penegakan hukum terhadap pelaku penangkapan satwa secara ilegal di alam liar akan ditindak dengan tegas.

“Selain pengamanan, tentunya kita dengan dari Balai Gakkum tentunya penegakan hukum juga sangat penting ya, dilakukan diproses di hilirnya. Di hulunya kita melakukan selain patroli, dan kemudian melakukan pengawasan terkait dengan peredaran, juga kerja sama dengan masyarakat, karena masyarakat memegang peranan penting di hulu," kata Indra.

"Jadi kita punya yang namanya masyarakat mitra polisi hutan (MMP), di sana dengan masyarakat kita melakukan pengamanan berupa patroli, dan kemudian pengawasan bersama dengan masyarakat, sehingga nanti MMP ini, masyarakat mitra polisi hutan ini yang kita akan perbanyak,” imbuhnya. [pr/ab]