Perlakukan ABK Indonesia Tidak Manusiawi, Kemlu Sampaikan Keprihatinan pada China

  • Fathiyah Wardah

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi memberikan konferensi pers secara virtual (courtesy: Kemlu RI)

Kementerian Luar Negeri menyampaikan keprihatinan kepada China soal perlakuan tidak manusiawi terhadap anak buah kapal Indonesia. 

Dalam jumpa pers secara virtual dari kantornya di Jakarta, Kamis (7/5), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan telah memanggil Duta Besar China Untuk Indonesia Xiao Qian, guna meminta penjelasan mengenai perlakuan tidak manusiawi yang diterima anak buah kapal ABK Indonesia yang bekerja di empat kapal ikan berbendera China, yakni Long Xin 605, Long Xin 629, dan Long Xin 606, dan Tian Yu 8.

Dalam pertemuan dengan Xiao Qian, lanjut Retno, Kementerian Luar Negeri kembali meminta klarifikasi dan mendapatkan informasi yang valid apakah penguburan di laut terhadap tiga jenazah ABK Indonesia sudah sesuai standar ILO.

"Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinan atas kondisi kehidupan di kapal yang tidak sesuai dan dicurigai telah menyebabkan kematian empat awak Indonesia," kata Retno.

Seorang petugas kesehatan menyemprotkan disinfektan ke salah satu anak buah kapal (ABK) kapal pesiar Explorer Dream yang tiba di pelabuhan JCT, Jakarta, di tengah wabah virus corona, Jakarta, 29 April 2020. (Foto: Antara via Reuters)


Pemerintah Indonesia juga meminta dukungan pemerintah China untuk membantu pemenuhan tanggung jawab perusahaan keempat kapal tersebut atas hak-hak ABK Indonesia, termasuk gaji yang belum dibayarkan dan kondisi kerja yang aman.

Dubes China Sampaikan Belasungkawa

Duta Besar Xiao Qian menyatakan akan menyampaikan ketiga pesan dari pemerintah Indonesia itu ke Beijing. Xiao Qian juga menyampaikan duka cita dan simpati kepada keluarga keempat ABK Indonesia yang meninggal. Dia juga memastikan perusahaan empat kapal China tersebut akan memenuhi tanggung jawab dan menghormati kontrak yang telah disepakati.

Retno menegaskan perlindungan warga Indonesia, termasuk para pekerja migran Indonesia, telah dan akan selalu menjadi prioritas politik luar negeri Indonesia. Oleh karena itu Kementerian Luar Negeri dan kantor perwakilan Indonesia telah hadir sejak kasus perlakuan tidak manusiawi terhadap ABK Indonesia yang bekerja di empat kapal ikan berbendera China tersebut mengemuka dan akan mengawal penyelesaiannya.

Retno mengatakan pemerintah melalui KBRI di Seoul akan memfasilitasi kepulangan 14 ABK Indonesia yang menjalani karantina di Busan. Rencananya mereka akan dipulangkan pada 8 Mei 2020. Selain itu, KBRI Seoul juga akan membantu pemulangan jenazah E ke Indonesia.

BACA JUGA: Kemlu: 172 ABK Asal Indonesia di 20 Kapal Pesiar Terinfeksi Covid-19

Terkait penyelidikan lebih lanjut terhadap kapal Long Xin 629 dan kapal Tian Yu 8, langkah-langkah yang akan dilakukan adalah meminta polisi perairan Korea Selatan untuk menginvestigasi kedua kapal itu. Pihak KBRI Seoul, Kamis (7/5) mendampingi 14 awak kapal Long Xin 629 di Busan yang akan diambil keterangannya oleh pihak keamanan Korea Selatan.

Dia menjelaskan terdapat 46 awak kapal asal Indonesia yang bekerja di keempat kapal tersebut, yakni 15 orang bekerja di kapal Long Xin 629, delapan orang di kapal Long Xin 605, tiga orang di kapal Tian Yu 8, dan 20 orang di kapal Long Xin 606.

KBRI di Seoul Siap Kawal

Menurut Retno, sejak 14 April-16 April 2020, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Seoul, Korea Selatan telah menerima informasi mengenai kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 berbendera China yang akan berlabuh di Busan membawa ABK Indonesia. KBRI Seoul juga menerima informasi tentang adanya awak kapal dari Indonesia meninggal di kapal tersebut.

Dari penelusuran KBRI Seoul pada sejumlah pihak di Seoul, pada 23 April 2020 diperoleh informasi lebih rinci. Kapal Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang membawa 46 ABK Indonesia sempat berlabuh di Busan dan saat ini sudah berlayar ke China. Kedua kapal itu memang sempat tertahan karena terdapat 35 ABK Indonesia yang tidak terdaftar di dua kapal tersebut, yaitu 15 orang sebenarnya terdaftar di kapal Long Xin 629 dan 20 orang terdaftar di kapal Long Xin 606.

Sebab itu, otoritas pelabuhan di Busan tidak menganggap 35 warga Indonesia itu sebagai ABK, namun dihitung sebagai penumpang.

BACA JUGA: ABK Asal Indonesia Diperbudak, Kemlu akan Panggil Dubes China

Retno menambahkan delapan ABK Indonesia terdaftar di kapal Long Xin 605 dan tiga orang terdaftar di kapal Tian Yu 8 saat ini telah dipulangkan ke Indonesia pada 24 April 2020.

Sedangkan 15 ABK Indonesia terdaftar di kapal Long Xin 629 diturunkan dari kapal atas dasar kemanusiaan dan sekarang ini sedang dikarantina di salah satu hotel di Busan selama 14 hari. Selain itu, 18 dari 20 awak kapal asal Indonesia terdaftar di kapal Long Xin 606 sudah kembali ke Indonesia pada 3 Mei 2020. Sisanya dua orang masih menjalani proses di imigrasi Korea Selatan untuk dipulangkan ke Indonesia.

Your browser doesn’t support HTML5

Perlakukan ABK Indonesia Tidak Manusiawi, Kemlu Sampaikan Keprihatinan pada China

Satu ABK Meninggal di Busan

Retno mengungkapkan pada 26 April 2020, KBRI Seoul mendapat informasi satu warga Indonesia berinisial EP sakit. Setelah dihubungi ke ke kamarnya, dia mengaku sudah sakit sesak napas dan batuk berdarah cukup lama. Atas permintaan KBRI Seoul, pihak agen telah membawa EP ke Busan Medical Center untuk pengawasan. Namun pada 27 April 2020 pukul 06:50 waktu setempat, EP dinyatakan meninggal di rumah sakit tersebut.

Dari surat keterangan kematiannya, EP meninggal karena pneumonia. KBRI Seoul saat ini dan Kementerian Luar Negeri sedang mengurus pemulangan jenazah EP. EP termasuk 15 ABK Indonesia yang bekerja di kapal Long Xin 629.

Kantor KBRI dan IIPC di Seoul, Korea Selatan, yang ditutup sejak Jumat (28/2) karena temuan satu kasus virus korona di dekat lokasi kompleks itu. (foto: courtesy)

Selain soal 46 ABK Indonesia tersebut, KBRI Seoul juga mendapat informasi mengenai meninggalnya ABK Indonesia meninggal di atas kapal dan mayatnya sudah dilarung ke laut. Informasi ini diketahui dari pernyataan tertulis dari pihak kapal Tian Yu 8.

"Tanggal 26 Maret, AR sakit dan dipindahkan dari kapal Long Xin 629 ke kapal Tian Yu 8 untuk dibawa berobat ke pelabuhan. Kondisinya kritis dan pada 30 Maret 2020 pukul tujuh pagi, AR meninggal. Jenazah almarhum kemudian dilarung/dikuburkan di laut lepas pada 31 Maret 2020 pukul delapan pagi," ujar Retno.

KBRI Seoul mendapat informasi pihak kapal Tian Yu 8 telah memberitahu pihak keluarga dan sudah mendapat surat persetujuan dari keluarga pada 30 Maret 2020 untuk menguburkan jenazah AR di laut lepas. Kerabat AR juga setuju menerima uang kompensasi kematian dari pihak kapal Tian Yu 8.

2 Jenazah ABK Dilarung pada Desember

Kasus lainnya, menurut Retno, adalah kematian dua awak kapal asal Indonesia sedang berlayar di Samudera Pasifik. Keduanya bekerja di kapal Long Xin 629. Kedua jenazah itu sudah dilarung ke laut pada Desember 2019.

Keputusan untuk melarung dua mayat awak kapal asal Indonesia itu diambil oleh kapten kapal Long Xin 629 karena kematian mereka disebabkan oleh penyakit menular. Hal ini juga berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.

Kapal-kapal ikan China di pelabuhan Dongfang, di Provinsi Hainan, 18 Juni 2014. (Foto: Reuters)


Terkait kematiannya, KBRI di Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi atas kasus tersebut. Nota diplomatik ini sudah dijawab oleh Kementerian Luar Negeri China yang isinya pelarungan telah dilakukan sesuai praktek kelautan internasional untuk menjaga kesehatan awak kapal lainnya sesuai ketentuan IMO (Organisasi Maritim Internasional).

Kementerian Luar Negeri sudah menghubungi sekaligus memberikan santunan dari pihak agen kepada keluarga dari kedua almarhum. Retno menegaskan pemerintah masih terus berupaya agar hak-hak keempat awak kapal asal Indonesia yang telah meninggal dipenuhi oleh perusahaan.

Migrant Care Kembali Kritisi Kerentanan Pekerja Migran di Laut

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan memang bukan hal yang baru.

Dalam Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016 di mana Migrant Care menjadi bagian inisiatif ini, juga menempatkan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan (terutama sebagai ABK di kapal pencari ikan) sebagai praktek perbudakan modern yang terburuk. Dalam pemeringkatan ini, terhitung ada ratusan ribu ABK Indonesia di kapal-kapal penangkap ikan berada dalam perangkap perbudakan modern.

Evakuasi ABK World Dream dari KRI dr. Soeharso di perairah Kepulauan Seribu menuju Pulau Sebaru Kecil. (Foto: Dinas Penerangan AL RI)

Menurutnya kerentanan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu oleh ketiadaan instrumen perlindungan yang memadai sebagai payung perlindungan bagi mereka.

Meski UU No.18/2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai perlindungan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum diterbitkan. Bahkan terlihat ada kecenderungan berebut kewenangan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. [fw/em]