AS Siap Berlakukan Peraturan Visa Baru untuk 6 Negara Mayoritas Berpenduduk Muslim

Seorang penumpang maskapai asing disambut oleh Petugas Perlindungan Bea dan Cukai di Bandara Internasional Hartsfield-Jackson di Atlanta, Georgia, 5 Januari 2004. (Foto: dok).

Hari ini mulai pukul 8 malam waktu Washington atau pukul 19.00 WIB, Amerika Serikat akan mulai memberlakukan peraturan baru yang mengharuskan warga dari enam negara yang mayoritas penduduknya Muslim, yakni Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman, yang memiliki hubungan keluarga dan bisnis yang dekat untuk bisa mengajukan permohonan visa baru.

Menurut Associated Press dan Reuters, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengeluarkan pedoman mengenai bagaiman kantor-kantor konsuler memproses permohonan visa baru dari orang-orang yang berasal dari Iran, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.

Mereka yang dianggap keluarga dekat adalah, orang tua, suami atau istri, anak, menantu, serta kakak atau adik, yang berada di Amerika. Hubungan keluarga yang tidak memenuhi ketentuan itu termasuk nenek atau kakek, cucu, bibi, paman, keponakan, sepupu, saudara ipar, dan menantu.

Sementara itu, yang dimaksud dengan hubungan bisnis adalah hubungan pekerjaan yang resmi, terdokumentasi, dan bukan yang dibuat-buat untuk menghindari larangan. Berdasarkan pedoman Departemen Luar Negeri, bukti reservasi hotel tidak memenuhi persyaratan tersebut.

Pedoman itu dikeluarkan beberapa hari setelah Mahkamah Agung memberlakukan sebagian larangan perjalanan yang sering dijuluki Muslim Ban itu. Larangan itu sebelumnya telah diblokir pengadilan-pengadilan yang lebih rendah dengan alasan tidak konstitusional. Mahkamah Agung akan mengevaluasi larangan itu dan membahas gugatan-gugatan terkait dengannya Oktober mendatang.

Departemen Keamanan Dalam Negeri, Rabu (28/6), memberi jaminan, tidak akan ada kekacauan di bandara seperti yang terjadi Maret lalu, ketika larangan perjalanan tersebut diperkenalkan untuk pertama kali. Departemen itu menjanjikan bahwa larangan yang telah direvisi itu akan diterapkan secara profesional, dan disertai pemberitahuan publik yang jelas dan memadai.

Sejumlah pengacara imigrasi AS mengatakan, banyak klien mereka dari enam negara yang terdampak masih merasakan ketidakpastian. Sejumlah pengacara berencana akan hadir di bandara-bandara internasional dan siap menawarkan bantuan.

Versi awal larangan yang ditandatangani Trump mencantumkan Irak sebagai salah satu dari daftar negara-negara yang menghadapi pembatasan, namun versi revisi mencabut Irak dari daftar itu. Versi baru juga menghapus larangan penerimaan tanpa batas waktu para pengungsi Suriah. Kini, program penerimaan semua jenis pengungsi dihentikan selama 120 hari.

Betsy Fisher, Direktur Kebijakan di Proyek Bantuan Pengungsi Internasional melalui Skype mengatakan, “Organisasi saya akan mengeluarkan pedoman 'Ketahui Hak-hak Anda' dengan informasi terkini. Kami akan berkoordinasi dengan para relawan di bandara-bandara untuk memastikan bahwa ini diberlakukan dengan benar dan orang-orang tidak akan dilarang masuk tanpa alasan atau ditahan tanpa alasan hingga batas waktu yang tidak pasti.”

Trump mengatakan, perintah eksekutif (inpres) tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional. Dengan membekukan proses masuknya imigran, pemerintah memiliki cukup waktu untuk memperbaiki prosedur pemeriksaan.

Sementara Trump mengatakan keputusan itu akan membantu mengamankan rakyat Amerika, kelompok-kelompok HAM mengecamnya.

Steven Choi dari organisasi Koalisi Imigrasi New York mengatakan, "Kenyataan bahwa Mahkamah Agung setuju untuk mengevalusi larangan itu sungguh memprihatinkan. Pengadilan-pengadilan di tingkat rendah dan tinggi telah memutuskan bahwa itu merupakan larangan bagi Muslim yang tidak adil dan bersifat diskriminatif.” [ab/uh]